Sebenarnya semua bermula dari kontrak politik antara Jokowi dan Freeport sebelum pilpres. Dan dengan konteks kesaksian Riza Chalid soal gerakan Maroef Sjamsoedin selaku Wakabin saat itu di Papua bersama Sjariffudin dari Propam dan Kapolda Papua Tito Karnavian:
Quote:
MR: Di Solo ada…., ada Surya Paloh, ada si Pak Wiranto pokoknya koalisi mereka, Dimaki-maki Pak, Jokowi itu sama Megawati di Solo. Dia tolak BG. Gila itu, saraf itu. Padahal, ini orang baik kekuatannya apa, kok sampai seleher melawan Megawati. Terus kenapa dia menolak BG. Padahal pada waktu pilpres, kita mesti menang Pak. Kita mesti menang Pak dari Prabowo ini. Kalian operasi, simpul-simpulnya Babimnas. Bapak ahlinya, saya tahu saya tahu itu. Babimnas itu bergerak atas gerakannya BG sama Pak Syafruddin. Syafruddin itu Propam. Polda-polda diminta untuk bergerak ke sana. Rusaklah kita punya di lapangan.
SN: Termasuk Papua
MR: Termasuk Papua. Noken kita habis.
SN: Habis Pak, hampir setengah triliun.
MR: Kapolda Papua itu kan sahabat saya, sahabat deket.
MS: Tito
MR: Tito. Akhirnya ditarik ke Jakarta supaya nggak menyolok, jadi Asrena. Sekarang Papua sudah jalan, kasih hadiah sama Jokowi. Padahal maunya Jakarta bukan dia. Pak BG maunya bukan Tito. Pak BG maunya Pak Budi. Tapi Budi ditaruh Bandung. Tito Jakarta. Yang minta Jokowi.
Maka ulasan di RMOL ini semakin membuktikan kecurangan Jokowi-JK di Papua:
Quote:
RMOL. Mayoritas suara Pilpres 2014 di Bumi Cenderawasih mengalir ke Joko Widodo alias Jokowi. Di Provinsi Papua, Jokowi menang telak dengan perolehan suara 72,49 persen, sementara di Provinsi Papua Barat unggul dari Prabowo Subianto dengan mendapat 67,63 persen suara.
Belakangan terbongkar soal strategi Jokowi mendulang kemenangan di Papua. Salah satu strateginya adalah menandatangani kontrak politik terkait operasi Freeport, perusahaan tambang asal Amerika Serikat di Papua.
"Jokowi janji akan memindahkan smelter Freeport ke salah satu kota di Papua, tapi belum tahu akan dibuat di kota mana. Pekerja (Freeport) rekam pembicaraan mereka dengan Jokowi," ujar seorang sumber kepada redaksi tadi malam (Kamis, 25/7).
Freeport berencana akan PHK 50 persen pekerja tambang lapangannya. Selama ini rencana PHK selalu dikait-kaitkan karena Freeport tidak mau membangun smelter. Freeport sendiri memang sama sekali tidak berencana dan berkeinginan membangun smelter karena menurut mereka kewajiban tersebut sudah dipenuhi tahun 1995 ketika Smelter Gresik beroperasi, dimana 75% nya diurus Mitsubishi dan 25% Freeport McMoran.
Tidak mau berurusan dengan arbitrase dan urusan lain-lain dengan pemerintah, Freeport secara terpaksa belakangan mau membangun smelter lagi. Smelter akan bangun di Gresik, Jawa Timur. Daerah Gresik dipilih karena faktor bisnis dimana di sana tersedia energi gas. Pertimbangan lainnya karena faktor lingkungan dimana produk buangan smelter berupa H2SO4 atau asam sulfat pekat yang sangat beracun dapat dikelola langsung oleh Pupuk Gresik sebagai salah satu bahan utama pembuatan pupuk.
Janji Jokowi membangun smelter di Papua tidak tepat. Juga, tidak tepat upaya Jokowi mengatasi rencana 50 persen PHK pekerja Freeport dengan membangun smelter di Papua.
"Kalau bangun di Papua sama saja bohong, karena gak ada sumber energi yang tersedia, gak ada pembangkit listrik se pulau Papua selain menggunakan solar dan batubara impor dari kalimantan, serta pengelolaan lingkungan yang beresiko tinggi karena hasil buangan smelter harus secara khusus dilakukan pengelolaan dengan biaya tinggi," papar sumber yang paham betul soal seluk beluk Freeport Indonesia itu.
Diingatkan, smelter merupakan pabrik yang mengandalkan mekanisasi dan otomatisasi. Pabrikasi tidaklah padat karya. Paling banyak smelter hanya akan memiliki tenaga kerja 600 orang, atau jauh lebih kecil dari jumlah tenaga kerja pabrik panci Maspion, atau pabrik garment kelas menengah di Bandung.
"Mungkin saja Jokowi dan Freeport main mata soal smelter akan dibangun di Papua. Untung untuk Jokowi dapat suara banyak di timur. Untuk Freeport biar rugi sedikit asal dapat kepastian di perpanjang sampai 2041," demikian sumber itu menutup perbincangan dengan redaksi.[dem]
http://www.rmol.co/read/2014/07/25/165486/Duh,-Jokowi-Teken-Kontrak-Terkait-Freeport-Sebelum-Pilpres-
Sekali lagi, dengan konteks kesepakatan rahasia di atas, maka surat Sudirman Said yang ditembuskan kepada Jokowi di bawah ini, dimana Sudirman Said berjanji melakukan apa saja demi memperpanjang kontrak karya Freeport menjadi relevan dan semakin terang benderang motifnya serta alasannya.
Demikian pula dengan pertemuan antara CEO Freeport James Moffat dan Jokowi di Amerika yang dilanjutkan dengan terbangnya Sudirman Said ke Amerika beberapa waktu lalu menjadi semakin membuktikan kotornya Jokowi dan Sudirman Said dalam hal Freeport ini:
http://www.rmol.co/read/2015/10/25/222098/Sebelum-Ketemu-Obama,-Jokowi-Sarapan-Bareng-Petinggi-Freeport-
http://www.suaranews.com/2015/10/kangen-ya-pakada-apa-sampai-tiba-tiba.html#sthash.muXlBCpK.dpbs