Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

komunitasjalan2Avatar border
TS
komunitasjalan2
MENYUSURI NAGARI PARIANGAN, DESA TERINDAH DI DUNIA VERSI MAJALAH TRAVEL BUDGET
Baru-baru ini kita nampak kembali dihebohkan dengan berita bahagia dari kepariwisataan negeri, salah satu desa di Sumatera Barat dinobatkan menjadi desa terindah di dunia. Nampaknya ini menjadi viral sejak salah satu tv swasta di pertengahan Agustus 2016 lalu menayangkan infomasi seputar pemberitaan tersebut. Hingga akhirnya kembali banyak yang mengulas dan menyebarkan video nya.

Tersebutlah Nagari Pariangan, desa yang dianggap paling indah di dunia tersebut. Penobatan ini berdasarkan versi dari Travel Buget, majalah pariwisata Internasional dari New York, Amerika Serikat. Meskipun nampak baru heboh beberapa hari belakang, ternyata sebetulnya penobatan ini sudah ada sejak tahun 2012 silam dengan tajuk World’s 16 Most Picturesque Villages. Ya, predikat desa terindah ini diberikan kepada 16 desa dari seluruh penjuru dunia dan bersyukurnya Indonesia menempati salah satunya melalui Desa Pariangan tersebut.


Dimana Desa Pariangan?

Desa Pariangan atau Nagari Pariangan berada di Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat, sekitar 95 km arah Utara dari ibukota provinsi di kota Padang atau 35 km arah Tenggara dari Bukittinggi.

Menarik dan membuat subur nan indahnya Pariangan sedikit banyak dipengaruhi letak geografisnya yang berada di lereng Gunung Marapi. Berada di ketinggian 500-700 mdpl, Pariangan juga memiliki hawa yang sejuk.


Lokasi Pariangan berdasarkan Peta Googlemap


Bagaimana Cara ke Pariangan ?

Kamu yang dari luar Sumatera Barat, sudah tentu harus menuju Sumatera Barat terlebih dahulu jika mau ke Pariangan. Menggunakan jalur udara bisa dipilih dengan tujuan Bandara Minangkabau di Kota Padang. Bandara ini juga sekarang semakin banyak melayani penerbangan dari berbagai kota di Indonesia termasuk penerbangan Internasional seperti Kuala Lumpur.

Selanjutnya, bukan hal sulit untuk menuju Pariangan dari berbagai kota di Sumatera Barat termasuk Padang. Desa Pariangan ini berada di jalan utama penghubung Kota Batusangkar dan Kota Padang Panjang. Jika dari Kota Padang, kamu yang memilih menggunakan angkutan umum bisa naik Bus ataupun mobil travel dengan waktu tempuh sekitar 2 jam. Begitupun jika dari ibukota Kabupaten Tanah Datar yaitu Kota Batusangkar, kamu bisa menggunakan bus, minibus, atau juga bisa naik ojek karena hanya berjarak sekitar 13 km.


Mengenal Cerita Sejarah Pariangan

Sebelum menelusuri Nagari Pariangan lebih jauh, ada baiknya kita mengulas beragam kesejarahan desa dengan luas wilayah sekutar 17,97 km persegi ini. Bukan tanpa alasan, hal ini karena ternyata Pariangan bukan cuma indah secara pandangan mata, tetapi juga indah dengan ceritanya. Dengan mengenal cerita sejarahnya, dijamin kamu yang tertarik datang, akan semakin tertarik lagi untuk datang ke Pariangan.

Ya, Pariangan memang punya cerita yang menarik. Dikabarkan, Pariangan sebagai asal-muasal masyarakat Minangkabau itu sendiri yang artinya Pariangan menjadi nagari tertua di Ranah Minang. Masyarakat minang mempercayai bahwa nenek moyang mereka berasal dari Puncak Gunung Marapi dimana dahulunya puncak gunung tersebut merupakan daratan sedangkan daerah lain masih berupa air lautan. Dalam banyak waktu, barulah ketika air mulai surut, masyarakat membuat permukiman di sekitar puncak gunung dan Pariangan menjadi Nagari Pertama yang dibuka. Itulah kenapa Pariangan juga hingga sekarang masih disebut sebagai Nagari Tuo atau Desa Tua. Hal ini juga menjadikan kepercayaan bahwa Pariangan lah cikal bakal sistem kemasyarakatan Nagari yang digunakan di Ranah Minang.


Salah satu sisi Pariangan via boyyendratamin.com

Perlu diketahui pula, menurut para pengamat, sistem pemerintahan nagari mirip dengan konsep polis pada masyarakat Yunani yang otonom dan egalitarian. Namun, pada tahun 1980, sistem Nagari ini sempat terhenti karena peraturan perundang-undangan tentang sistem pemerintahan yang memaksa sistem Nagari mengikuti aturan nasional yaitu berupa desa. Untungnya, sejak adanya Undang-undang Otonomi daerah di tahun 1999 membuat masyarakat Minang memanfaatkan kesempatan untuk kembali mewacanakan dikembalikannya sistem Nagari di sana. Hingga akhirnya usaha mereka berhasil dan hingga kini sistem Nagari kembali menjadi ciri khas tatanan pemerintahan Sumatera Barat.

Begitulah Pariangan, Nagari tertua yang memiliki pengaruh besar bagi Ranah Minang. Tak sekedar tua dalam segi usia, tetapi juga berhasil menebarkan sistem khas yang akhirnya menjadikan Sumatera Barat begitu kaya akan budaya.


Menyusuri Pesona Nagari Pariangan

Sebagai daerah dengan kekayaan sejarah, sudah tentu Pariangan mempunyai peninggalan leluhur yang juga kaya. Semakin spsesial lagi, kekayaan sejarah budaya ini juga masih sangat kental terjaga. Ya, seperti yang kita ketahui, Sumatera Barat memang cukup pandai dalam menjaga warisan leluhurnya sehingga ini menjadikan Tanah Minangkabau sangat kuat dalam kepariwisataan budayanya.

Di Pariangan, peninggalan-peninggalan sejarah yang ada terbilang sangat variatif, Sawah Gadang Satampang Baniah contohnya. Sawah? Ya, bahkan sawah pun menjadi bukti sejarah yang tidak dilupakan begitu saja di Pariangan. Tentu bukan tanpa alasan, Sawah Gadang Satampang Baniah merupakan lokasi sawah pertama yang dibuka oleh Dt Tantajo Gurhano dan artinya menjadi sawah pertama di Minang. Sebuah petak sawah yang menjadi Cagar budaya ini menjadi salah satu bukti khasanah budaya Pariangan yang tinggi dan terjaga. Dalam banyak cerita Minangkabau, Sawah Gadang Satampang Baniah juga banyak dibahas makan dan hakikatnya.


Sawah Gadang Satampang Baniah via boyyendratamin.com

Tidak sulit menemukan lokasi Sawah Satampang Baniah karena dari jalan raya utama desa, dipenghujung kampung terdapat papan nama yang langsung bertuliskan Cagar Budaya “Sawah Gadang Satampang Baniah’.

Sebagai desa yang pertama mengembangkan pertanian sawah, sudah dapat dipastikan bahwa Pariangan mempunyai tanah yang subur. Hal ini tentu tidak terlepas dari letaknya di lereng gunung. Dan selain petak Sawah Satampang Baniah-nya, daerah sekitar Pariangan punya berhektar petak sawah lainnya yang tidak hanya memberikan penghidupan bagi warga tetapi juga memberikan visual indah yang menarik mata. Sebagaimana lahan pertanian di kawasan lereng, Pariangan juga punya lahan sawah yang berjenjang. Seakan dilindungi perbukitan, persawahan di Pariangan dan daerah nagari sekitarnya akan membuat siapa saja terpesona.


Salah satu pemandangan sawah di kawasan Pariangan dan sekitar via pegipegi.com

Tak ketinggalan, sebagaimana umumnya tanah Minangkabau, rumah gadang menjadi ciri khas yang tak pernah tertinggal. Apalagi di Pariangan tentu saja, nuansa minang dengan rumah gadangnya akan langsung menyambut. Tapi ada satu hal yang jika diteliti lebih jauh akan membuat suasana minang di Pariangan berbeda, yaitu kebanyakan rumah-rumah gadang disini terlihat sangat tua. Hal ini tampak dari kayu yang tak bisa dibohongi sudah tampak usia tuanya.


Salah satu Rumah Gadang tua di Pariangan via twitter.com/minnangofficial

Jika sebelumnya kita membahas rumah gadang yang umumnya dikenal dengan atap bertanduk, ternyata di Nagari Pariangan ini juga punya keunikan lain. Satu bangunan tertua nya justru tidak mengadopsi arsitektur atap tersebut.

Masjid Ishlah adalah bangunan tersebut. Masjid yang pasti dikunjungi wisatawan ketika ke Nagari Pariangan ini merupakan masjid tua yang didirikan sejak awal abad ke 19 oleh Syekh Burhanuddin, seorang ulama terkemuka di Minang kala itu. Sebagai masjid tua, menjadikan Masjid Ishlah ini selalu menjadi perhatian wisatawan dan menjadi objek wajib untuk disambangi.

Kembali soal arsitekturnya, masjid yang sempat direnovasi di tahun 1920 dan 1994 ini mempunyai atap limas segiempat bertingkat dengan banyak jendela di di bangunan utamanya. Arsitektur semacam ini dipercaya mengadopsi dari gaya arsitektur dongson yang banyak dijumpai di dataran tinggi tibet. Dengan bentuk atap yang meruncing nan menjulang tinggi menjadikan masjid ini nampak menonjol diantara bangunan lain di Nagari Pariangan.

Keunikan lain dari masjid berukuran 16 x 24 meter ini ialah terdapatmya pancuran air panas yang berasal dari Gunung Marapi untuk wudhu. Dahulunya, pancuran ini juga digunakan untuk mandi ninik mamak. Hingga sekarang, pancuran ini masih dianggap sebagai salah satu berkah bagi masyarakat.


Masjid Ishlah via pelangiholiday.com

Masih soal peninggalan sejarah, ada juga makam atau kuburan yang tak kalah menarik dan menjadi salah satu situs cagar budaya Nagari Pariangan. Makam seorang tokoh adat kenamaan di Pariangan bernama Dt. Tantejo Gurhano ini tidak seperti kebanyakan, ukurannya sangat panjang yaitu sekitar 25,5 meter untuk panjang dengan lebar 1 meter.

Saat ini diatas dan sekitar kuburannya ditumbuhi beragam pohon yang membuatnya tidak seperti sebuah makam. Sayangnya, tidak semua orang bisa masuk ke komplek makam, sehingga wisatawan hanya bisa melihat dari luar pagar yang terkunci.


Makam Panjang Tantejo Gurhano via suprizaltanjung.wordpress.com

Kesemua peninggalan sejarah dan kekayaan budaya di Nagari Pariangan, menjadi begitu menarik bahkan menjadi yang terindah didunia versi majalah internasional tak terlepas dari anugerah alam yang diberikan Tuhan. Panorama lanskap pegunungan yang khas dengan lahan suburnya seolah menjadi satu kesatuan utuh yang membuat Nagari Pariangan mudah dicintai. Tak lupa, karakter penduduk lokal yang ramah nan bersahabat juga membuat pelancong tak merasa asing. Kekayaan yang harus dijaga tentu saja. Apalagi, dunia internasional saja sudah mengakuinya, masa kita tidak?

SUMBER
0
9.6K
20
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan