Kaskus SportAvatar border
TS
Kaskus Sport
Persaingan Juventus-Inter Milan Tak Hanya di Atas Lapangan
Dalam sebuah perseteruan, selalu ada berita yang ditambah-tambahi sekaligus ditutup-tutupi. Pendukung yang satu akan menambah-nambahi kesalahan kubu lawan, sementara pendukung yang satunya lagi akan menutup-nutupi kehebatan sang lawan.

Hal serupa terjadi dalam rivalitas Juventus dengan Inter Milan. Pertemuan keduanya termasuk ke dalam sedikit derby panas yang hadir di Italia, seperti Derby Della Mole antara Juventus dengan Torino, Derby Della Madonninna antara Inter dan AC Milan, serta Derby Della Capitale antara AS Roma dan Lazio. Sementara itu pertemuan Juventus dengan Inter Milan disebut sebagai Derby d'Italia.

Derby sejatinya sebutan untuk pertandingan yang mempertemukan tim sekota. Namun, antara Turin dengan Milan terpisah hampir 150 kilometer. Tentu, ada alasan yang jelas mengapa keduanya disebut sebagai Derby d'Italia. Sebutan ini dipopulerkan oleh wartawan Gazzeta, Gianni Brera. Ada ungkapan kalau Derby Della Capitale adalah pertandingan untuk mempertegas siapa penguasa kota Roma, sementara Derby d'Italia adalah pertandingan untuk mempertegas siapa penguasa Italia!



Tentang Politik dan Kekuasaan

Membicarakan Derby d'Italia berarti membicarakan politik dan kekuasaan di Italia. Hampir sulit untuk hanya membicarakan sepakbola di Derby d'Italia. Panasnya persaingan politik mungkin mendekati bagaimana bencinya Barcelona sebagai representasi Katalan dengan Real Madrid sebagai bagian Kerajaan Spanyol.

Saat ini, region (setara provinsi di Indonesia) Piedmont yang beribukota di Turin dipimpin oleh kelompok tengah-kiri, sementara Lombardy yang beribukota di Milan dipimpin oleh kelompok tengah-kanan.

Pada 1998 silam, rapat Parlemen Italia sempat diskors setelah sejumlah deputi saling hajar selama debat soal wasit yang memimpin pertandingan Inter melawan Juve.

"Kita tidak sedang di stadion. Ini adalah tontonan yang tidak berharga, memalukan, dan tidak masuk akal," kata Deputi Perdana Menteri, Walter Veroni dalam debat yang disiarkan langsung televisi.

Perseteruan ini terjadi setelah Domenico Gramazio, aktivis sayap kanan mencoba menerobos ke kelompok partai sayap kiri. Gramazio pun berteriak "Mereka semua pencuri" sebelum meraih Massimo Mauro, deputi dari Demokrat yang juga mantan pemain Juventus.

Kejadian ini terjadi karena itu adalah pertandingan yang menentukan gelar. Wasit yang memimpin pertandingan, Piero Ceccarini, tidak memberikan Inter tendangan penalti. Kala itu, Juve tengah unggul 1-0 sampai Mark Iuliano menahan pergerakan Ronaldo. Wasit tidak menganggap hal tersebut sebagai pelanggaran.

Beberapa saat kemudian, Ceccarini justru menghadiahkan tendangan penalti buat Juve, meski tendangan Allesandro Del Piero tak bisa mengoyak gawang Inter. Juve sendiri memenangi pertandingan dan meraih gelar juara Serie A di akhir musim. Kejadian ini menimbulkan perdebatan panas di antara penggemar sepakbola utamanya di Italia, bahkan masuk ke parlemen.

Dimulainya Persaingan



Berdasarkan The Guardian, kebencian di antara Juventus dengan Inter Milan dimulai pada 1961. Kala itu, lapangan dipenuhi oleh para pendukung Juventus yang bahkan merangsek hingga bench pemain. Pertandingan pun dihentikan dan diskusi pun dilakukan.

Alih-alih memberikan kemenangan untuk Inter, FIGC justru meminta pertandingan untuk diulang. Hal ini menimbulkan perdebatan karena merupakan pertandingan yang menentukan gelar juara.

Sebagai bentuk protes, Inter mengirimkan tim junior mereka yang berakhir dengan kekalahan memalukan 1-9--yang menjadi bahan olokan para penggemar Juventus. Penyerang Juve, Omar Sivori mencetak enam gol yang menjadikannya sebagai pencetak gol terbanyak di akhir musim yang mengalahkan capaian penyerang termahal Inter, Luis Suarez. Sivori pun akhirnya meraih Ballon d'Or.

Persaingan kian panas pada 1966. Kala itu, Inter memiliki skuat yang sulit untuk dikalahkan. Nerrazuri bahkan meraih tiga gelar Serie A dalam empat musim terakhir. Inter bahkan meraih dua gelar Piala Champions dua kali beruntun.

Persaingan antara Inter dan Juve pun kian sengit karena Juve lebih unggul dalam gelar lokal dengan 12 gelar, sementara Inter hanya 10 gelar. Namun, Inter merasa jemawa karena berhasil dua kali juara di Eropa. Brera pun mempopulerkan istilah Derby d'Italia dalam pertandingan Juve melawan Inter sebagai penentu siapa penguasa Italia yang sebenarnya.

Persaingan terus berlanjut dan mencapai puncaknya pada 2006 saat Juventus terseret kasus Calciopoli. Kala itu, Juve dan Inter adalah dua kesebelasan yang belum pernah terdegradasi. Di sisi lain, Calciopoli membuat Juve untuk pertama kalinya terlempar ke Serie B.

Momen Calciopoli seakan menjadi titik terendah Juventus dalam persaingan mereka dengan Inter. Apalagi kala itu gelar Scudetto Juve dicabut dan diberikan kepada Inter Milan yang membuat kebencian mencapai puncaknya.

Saat Juve merana, Inter malah berjaya. Di bawah arahan Jose Mourinho, Inter meraih gelar treble pertama mereka; sesuatu yang tidak pernah bisa dilakukan oleh Juventus.

Pendukung Inter Milan akan mengingat skandal Calciopoli yang melibatkan Juventus sebagai skandal yang amat memalukan terutama bagi sepakbola Italia. Di sisi lain, Luciano Moggi, sebagai seseorang yang dianggap dalang Calciopoli justru sudah dibebaskan dari segala tuntutan. Sebaliknya, Juventus sempat menuntut FIGC senilai 444 juta euro karena merasa dirugikan oleh FIGC dan CONI.

Namun, selalu ada politik ingatan dalam perseteruan. Inter akan selalu menganggap Juve sebagai pihak yang kotor karena pengaturan skor, sementara Juve akan menganggap Inter sebagai pencuri karena gelar Serie A musim 2005/2006 yang diberikan kepada mereka.

Supported by:





www.kaskus.co.id
0
9.6K
60
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan