BeritagarIDAvatar border
TS
MOD
BeritagarID
Para perantara di pusaran suap Rolls Royce

Perdana Menteri Inggris, David Cameron, berjalan didampingi Direktur Utama Garuda Indonesia Emirsyah Satar (tiga kiri) usai melihat pesawat Airbus A330-200 di bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu (11/4/2012).
Praktik suap yang dilakukan oleh Rolls Royce kepada para petinggi maskapai Garuda Indonesia selama puluhan tahun tak akan mulus tanpa bantuan perantara.

Para perantara yang dimaksud pun bukan kalangan biasa. [URL="//file:///C:\Users\Ronna\Downloads\Statement%20of%20Facts%20(DPA)%20-%20Rolls-Royce%20-%2017.01.2017.pdf"]Investigasi[/URL] yang dilakukan oleh badan antikorupsi Inggris, Serious Fraud Office (SFO), mengungkap para perantara ini adalah orang-orang penting di pemerintahan sejak zaman Orde Baru hingga tahun 2012.

SFO menggunakan istilah "intermediary" dengan nomor urut 1-8 untuk menyebut para perantara ini. Dan peran perantara ini sudah dimulai sejak tahun 1989.

Sekitar Januari 1989, sebuah memo internal milik Rolls Royce beredar. Isi memo tersebut kurang lebihnya menyebut keinginan Rolls Royce untuk mencari "penasihat" perdagangan (perantara 1) yang memiliki kedekatan dengan Istana dan mengenal seluk beluk penerbangan.

Dalam memo tersebut juga disinggung peran perantara regional dan perantara 2 terkait pentingnya memiliki pengaruh dan intelijen pada semua level.

SFO tidak menyebut secara gamblang siapa perantara 1 dalam hasil investigasinya yang dirilis 17 Januari 2017. Namun, dari dokumen tersebut diketahui bahwa pejabat senior Rolls Royce sepakat membayar USD2,25 juta (dengan nilai tukar saat itu) dan sebuah mobil Rolls Royce Silver Spirit kepada perantara 1 ini.

Uang dan mobil diberikan oleh Rolls Royce kepada perantara 1--yang disebut dalam dokumen sebagai agen Istana Negara-- sebagai imbalan atas kontrak Proyek Trent 700.

Perantara 2 yang disebut dalam laporan adalah seorang purnawirawan Angkatan Udara yang dekat dengan lingkungan Istana. [URL="https://www.sfo.gov.uk/2017/01/17/sfoS E N S O Rpletes-497-25m-deferred-prosecution-agreement-rolls-royce-plc/"]SFO[/URL] tidak menyebut siapa perantara regional, namun hanya menyebut perannya sebagai konsultan untuk Rolls Royce di Asia Tenggara.

Februari 1989, sebuah memo terkirim untuk seorang pejabat senior Rolls Royce yang berisi jaminan pemulusan "bisnis" dengan menggunakan "Grup Istana". Grup Istana ini disebut terdiri dari tiga kerabat dekat presiden saat itu.

Saat melakukan kunjungan ke Indonesia, Rolls Royce sepakat membayarkan sejumlah uang komisi sebagai imbalan perantara 1 menunjuk sebuah perusahaan tak berkantor (perusahaan A) milik salah satu dari tiga "Grup Istana" tadi. Perusahaan yang dipilih perantara 1 itu pun adalah hasil rekomendasi dari perantara regional.

Perusahaan A dan Rolls Royce kemudian menandatangani kontrak kesepakatan jasa penasihat perdagangan Commercial Adviser Agreement (CAA) pada Juli 1989. Dalam perjanjian tersebut juga disebut komisi 5 persen yang akan diterima dari setiap pembelian mesin baru dan suku cadangnya.

Sebagai upah untuk perantara regional, Rolls Royce memberikan komisi 2 persen dari nilai bisnis yang dilakukan Perusahaan A.

Pembayaran komisi pertama untuk Perusahaan A terjadi pada Agustus 1989 sebesar USD300 ribu untuk kesepakatan perjanjian Trent 700 yang akan ditandatangani dengan Garuda Indonesia.

Menyadari perjanjian pembelian mesin untuk Airbus330 dengan Garuda Indonesia kurang mulus, salah satu pegawai Rolls Royce segera melakukan diskusi bersama Perusahaan A (perantara 1) dan dua perusahaan yang dikontrol oleh perantara regional (Perusahaan Regional A dan Perusahaan Regional B).

Diskusi itu dilakukan untuk mencari tahu "apa yang mereka butuhkan" sehingga perjanjian bisa segera dilakukan. Kontrak pun berhasil ditandatangani pada 2 April 1991. Secara total, perantara 1 menerima lebih dari USD2,2 juta yang dibayarkan pada 15 Mei 1991 dan 13 Juni 1991.

Namun, hubungan antara para perantara dengan Rolls Royce sempat terpecah pasca-reformasi tahun 1998. Rolls Royce saat itu khawatir pemerintahan yang baru akan menyelidiki kongsi mereka. Akhirnya, Rolls Royce mencari lebih banyak perantara yang bisa memuluskan penjualan.

Perantara baru ini kemudian disebut dengan perantara 8.

Kontrak baru Rolls Royce dengan Garuda Indonesia untuk pengadaan mesin Trent 700 kembali terjadi pada Oktober 2008 berkat bantuan perantara 8 tersebut. Kontrak bisnis itu diraih setelah perantara 8 menjalin kedekatan dengan sejumlah pegawai senior Garuda. Kala itu, Emirsyah Satar sudah menjadi Direktur Utama Garuda sejak tahun 2005.

Berkat kesuksesannya menautkan hubungan Rolls-Royce dengan para petinggi Garuda, perantara 8 melalui perusahaannya (Perantara 8 Perusahaan B) mengajukan pembaruan kontrak CAA.

Kontrak ini sebelumnya mengatur penjualan suku cadang Trent 700 kepada Garuda. Namun, kontraknya direvisi pada tahun 2008, dengan memasukkan poin-poin mengenai komisi atas kontrak perawatan mesin atau Total Care Agreement (TCA) yang sudah dimenangkan.

Pada 8 September 2008, Rolls-Royce memutuskan memberikan komisi sebesar 2,6 persen dari nilai kontrak TCA, yang ditandatangani pada 29 Oktober 2008. Selanjutnya, pada 16 Januari 2009, Rolls-Royce membayarkan USD1,23 juta kepada perantara 8.

Seorang pegawai Rolls-Royce kemudian melakukan pertemuan dengan perantara 8 di Indonesia. Dalam pertemuan ini, perantara 8 meminta tambahan komisi sebesar USD500 ribu untuk kontrak TCA. Perantara 8 kemudian mentransfer USD500 ribu ke rekening salah satu perusahaan miliknya. Dari rekening inilah kemudian pembayaran komisi dilakukan untuk seorang pegawai senior Garuda.

Kontrak CAA terbaru diteken Rolls Royce dengan perusahaan milik perantara 8 (Perantara 8 Perusahaan C) pada 1 November 2009. Perusahaan ini terdaftar di Singapura, tapi beroperasi di Indonesia. Dana sebesar USD200 ribu kemudian ditransfer ke rekening di Singapura.

Pada 11 Oktober 2010, uang sebesar USD100 ribu ditransfer dari rekening perusahaan perantara 8 ke rekening dengan nama seorang pegawai senior Garuda. Empat hari berselang, USD10 ribu dibayarkan ke rekening yang sama.

Kontrak CAA dengan perantara 8 berakhir pada 31 Oktober 2010. Perpanjangan kontraknya ditunda karena Departemen Kepatuhan Rolls-Royce mengkategorikan perantara 8 berisiko tinggi. Laporan juga menyebut perantara 8 dekat dengan salah satu mantan Presiden Indonesia, namun tidak disebutkan siapa.

Sejak akhir April hingga Mei 2011, Rolls-Royce berkali-kali mentransfer sejumlah dana ke rekening perusahaan Perantara 8. Total nilainya hampir mencapai USD1,5 juta atau sekitar Rp20 miliar.

Pada Januari 2012, perantara 8 mengirim dua tagihan. Pertama, meminta tambahan komisi untuk kontrak TCA 2008. Kedua, komisi untuk pengiriman mesin pada November 2011 untuk pesawat A330. Total nilainya lebih USD1 juta.

Setelah melalui proses penyelidikan lanjutan, Rolls-Royce akhirnya memutuskan menghentikan semua aktivitas dengan perantara 8 pada Maret 2012. Pembayaran terakhir kepada dua perusahaan perantara 8 senilai total USD1 juta. Akun dua perusahaan tersebut kemudian ditutup pada 1 Juni 2012.

Namun, antara 11 Juni 2012 dan 23 Mei 2014 terdapat sejumlah pembayaran dari rekening perantara 8 kepada dua pejabat Garuda. Dalam dokumen tersebut, SFO tidak menyebutkan identitas para pihak yang terlibat, termasuk perantara 8.



Sumber : https://beritagar.id/artikel/berita/...ap-rolls-royce

---

Baca juga dari kategori BERITA :

- Konsumen banyak mengeluhkan perbankan

- Silang kicau perihal spanduk penolakan wayang kulit

- Surat pribadi dari presiden ke presiden

anasabila
anasabila memberi reputasi
1
4.5K
5
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan