BeritagarIDAvatar border
TS
MOD
BeritagarID
Aleppo bertekuk lutut

Asap tebal membubung dari kawasan Aleppo timur yang dikuasai pasukan pemberontak Suriah, 5 Desember 2016.
Aleppo bagian timur akhirnya takluk setelah lebih dari empat tahun melawan. Kota lama Suriah yang dikuasai pemberontak mesti mengakui kekuatan pasukan pemerintahan Presiden Bashar Assad, yang didukung Rusia dan Iran.

Pada 2012, ketika pasukan pemberontak anti-Assad membanjiri kota tersebut, ada harapan di sisi mereka bahwa Aleppo dapat menyaingi pengaruh ibu kota Suriah, Damaskus.

Namun, kenyataan menampik. Daerah berjuluk "Stalingrad dari Suriah" itu ujung-ujungnya tak sanggup menahan pelbagai serangan nyaris tanpa henti yang terutama datang dari udara.

Tanda-tanda ke arah kejatuhan itu mulai terlihat pada Juli ketika pasukan pemerintah Suriah menguasai jalan ke arah timur: kondisi yang menyulitkan pasokan logistik.

Setelah itu, pasukan Assad meluncurkan serangan darat mematikan pada 15 November demi menyingkirkan pasukan pemberontak--yang dibeking Barat, Turki, dan negara-negara Teluk--dari Aleppo.

Sejak itu, tulis The Economist, para pemberontak harus kehilangan tiga per empat daerah kekuasaannya. Kawasan Kota Lama--yang masuk kawasan cagar budaya Unesco--tumbang. Desakan dari pasukan pro-Assad--dibantu dengan milisi Syiah dari Iran, Irak, dan Libanon--pada 7 Desember mempercepat kejatuhan Aleppo.

Kabarnya, tulis The New York Times, warga sipil yang berhasil selamat dari gempuran bom udara dibantai oleh pasukan Assad ketika berupaya lari dari zona pertempuran. Bahkan, beberapa di antaranya mati ditembak saat tentara pemerintah melakukan operasi dari rumah ke rumah.

Kondisi itu terbit setelah pasukan pemberontak sepakat untuk mundur dari benteng pertahanannya sebagai bagian dari pembicaraan gencatan senjata yang ditengahi utusan Rusia dan Turki.

Ribuan warga sipil lain terperangkap tanpa bekal makanan, minuman, atau naungan.

Sejumlah warga yang masih terjebak di kota itu bahkan meninggalkan semacam pesan terakhir di media sosial.

"Siapa pun yang bisa menyimak saya, kami di Aleppo sini bisa menjadi korban genosida. Ini mungkin saja video terakhir saya," ujar aktivis Lina Shamy lewat rekaman gambar yang terunggah via Twitter seperti dilaporkan Time.

"Kali ini saya tidak berbicara sebagai wakil dari (media) On the Ground News, melainkan orang biasa yang terjebak di Aleppo," kata Bilal Abduk Kareem, seorang wartawan dan pembuat film dokumenter asal Amerika Serikat. "Kami mungkin tak lagi bisa kasih pesan lain...Jadi, ini mungkin bisa dibilang komunikasi terakhir" dengan saya, ujarnya.

"Namaku Bana, usiaku tujuh tahun. Aku langsung bicara dari #Aleppo timur. Ini saat terakhirku untuk terus hidup atau mati," tulis Bana Alabed, seorang bocah perempuan Suriah yang pelbagai kicauannya di Twitter menyentuh ratusan ribu pengikutnya.

Mengenai situasi demikian, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) hanya melontarkan keprihatinan, terutama ihwal laporan tentang tindakan tentara Suriah dan Irak yang menembak mati 82 orang di sejumlah distrik Aleppo. "Kemungkinan masih banyak lagi (yang menjadi korban)," ujar juru bicara PBB, Rupert Colville, dilansir Reuters.

Bahkan, wakil PBB dari Amerika Serikat, Samantha Power, mengatakan "Aleppo bakal masuk daftar berbagai peristiwa dunia lain yang mewakili wajah kejahatan modern" seperti pernah terekam di Halabja, Rwanda, dan Srebrenica.

Nedzad Avdic, seorang korban selamat dari pembantaian di Srebrenica pada 1995 yang menewaskan lebih dari 8.000 Muslim Bosnia, menegaskan adanya kemungkinan bahwa Aleppo bisa mengalami tragedi seperti Srebrenica.

"Tiap kali kita merasa situasi bakal memburuk, terjadilah. Dan sekarang, lagi-lagi, horor (di Aleppo) menampakkan (kengerian baru). Banyak keluarga kehabisan makanan, minuman, dan obat-obatan. Rumah sakit tak beroperasi lagi," ujarnya seperti dilansir The Guardian. "Di kota yang tengah sekarat ini, para badut pun menyambut ajal".

Bukan hanya itu saja. Kejatuhan Aleppo menyediakan ruang bagi kelompok bersenjata yang mengatasnamakan ajaran Islam, ISIS, penebar kecemasan di banyak tempat, untuk kembali meneguhkan kekuasaannya.

Hal demikian bisa dilihat di kota purba Palmyra. Di lokasi itu, ISIS diwartakan kembali menancapkan kuku-kukunya setelah pasukan pro-Assad menajamkan perhatian ke Aleppo.

Padahal, sembilan bulan lalu, mereka sudah dipukul keluar dari sana. Di luar itu, banyak warga sipil sudah kembali ke rumah masing-masing.

"Para anjing itu (tentara Suriah) menjadi desertir pertama yang melenggang dari kota dan membiarkan orang-orang tenggelam dalam ketidakpastian," demikian pernyataan dari Komite Koordinasi Palmyra seperti dilansir The Independent.

Amerika Serikat menjadi pihak yang paling lantang bersuara ihwal pendudukan kembali Palmyra oleh ISIS.

Komandan pasukan koalisi AS yang membidik ISIS, Letnan Jenderal Stephen Townsend, mengatakan bahwa ISIS kemungkinan dapat merebut persenjataan seperti kendaraan lapis baja dan sistem pertahanan udara di Palmyra.

"Jika Rusia dan (Suriah) tidak menghantam mereka, kami akan melakukannya," ujar Townsend dari Baghdad, Irak. "(Perhatian mereka) teralihkan oleh hal lain," tambahnya dilansir The Wall Street Journal.



Sumber : https://beritagar.id/artikel/berita/...bertekuk-lutut

---

Baca juga dari kategori BERITA :

- Dian Yulia, pengantin bom mother of satan (TATP)

- Fakta seputar sidang perdana Ahok

- Beda cerita di balik insiden ibu serang polantas

anasabila
anasabila memberi reputasi
1
58.4K
149
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan