Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

BeritagarIDAvatar border
TS
MOD
BeritagarID
Hukuman mati bukan solusi

Hukuman mati belum terbukti secara ilmiah dapat menimbulkan efek jera bagi pengedar narkoba.
Sebanyak 15.000 generasi muda mati setiap tahunnya karena narkoba. Demikian pernyataan Presiden Joko Widodo saat menghadiri pemusnahan barang bukti narkoba di Lapangan Silang Monas, Jakarta Pusat, Selasa (6/12/2016).

Presiden yang akrab dengan sapaan Jokowi itu lantas mengajukan pertanyaan, berapa pengedar yang mati setiap tahunnya. Apakah ini sinyal bahwa Presiden ingin lebih banyak pengedar narkoba yang dihukum mati pada masa mendatang?

Bila benar adanya, Jokowi seperti mengabaikan protes dari dalam dan luar negeri atas pelaksanaan eksekusi hukuman mati yang selama ini sudah berlaku. Bahkan saat PBB dan Uni Eropa, memohon agar Indonesia menghentikan eksekusi terhadap terpidana mati. Saat itu Indonesia akan mengeksekusi terpidana mati pada Juli 2016.

Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, Zeid Ra'ad Al Hussein, menyerukan Indonesia agar mengakhiri penerapan hukuman mati yang disebutnya "tidak adil". Uni Eropa menyebutnya, "hukuman yang kejam kejam dan tidak manusiawi, yang terbukti tidak berfungsi sebagai pencegah meluasnya kejahatan narkotika".

Fakta bahwa lebih dari 170 negara telah berkomitmen untuk menghapus hukuman mati, sepertinya tak cukup meyakinkan pemerintah. Pun saat negara seperti Madagaskar, Mongolia, Fiji, Nauru, Fiji, Republik Demokratik Kongo dan Suriname telah mengubah kebijakan hukumnya dengan terlibat sebagai negara yang menghapuskan hukuman mati.

Ketika Kongres Sedunia Menentang Hukuman Mati digelar di kota Oslo, Norwegia pada Juni 2016, Indonesia absen. Padahal, pertemuan rutin setiap 3 tahun ini bertujuan memperkuat solidaritas gerakan abolisi (penghapusan) hukuman mati dan mendorong komitmen negara untuk menghapusnya dari tatanan hukum domestik.

Namun pemerintah bergeming. Jumat (29/7/2016) dini hari, di Lapangan Tembak Tunggal Panaluan, Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, empat orang terpidana mati dieksekusi. Mereka: Freddy Budiman (Indonesia), Michael Titus Igweh (Nigeria), Humphrey Ejike alias Doctor (Nigeria), dan Seck Osmane (Senegal).

Eksekusi hukuman mati sebelumnya, gelombang pertama dilaksanakan pada 18 Januari 2015. Sebanyak enam terpidana mati dieksekusi. Pada gelombang kedua sebanyak delapan terpidana, dihadapkan pada regu tembak, pada 29 April 2015. Totalnya, sudah ada 20 terpidana mati yang dieksekusi pada era Presiden Jokowi.

Membandingkan korban yang tewas karena penyalahgunaan narkoba, dengan para pengedar yang mendapat untung dari tindak pidana itu, rasanya kurang bijaksana. Itu hanya menegaskan bahwa hukum seolah-olah digunakan sebagai upaya balas dendam.

Padahal, dalam sistem hukum modern, penghukuman harus bersikap koreksional untuk memperbaiki, bukan untuk balas dendam. Hukum ditegakkan demi keadilan, dan harus berdiri atas dasar ilmu pengetahuan, rasio-nalitas, dan keilmiahan.

Retorika efek jera yang sering digaungkan pemerintah, sayangnya juga tak didukung dengan argumen valid. Pakar sosiologi, Robertus Robet, pernah menyatakan bahwa tidak pernah ada hasil penelitian yang mendukung pernyataan tersebut. Hukuman mati, tidak menjamin para pengedar narkoba lantas jera untuk beraksi.

Lihat saja dalam kasus-kasus narkoba belakangan ini. Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Selatan telah menggagalkan sedikitnya 26 kilogram sabu-sabu dalam kurun waktu Januari-Agustus 2016. Seluruhnya terungkap setelah masuk melalui Pelabuhan Nusantara, Parepare, Sulsel.

Saat menggelar hasil penangkapan penyelundupan itu di Markas Polda, Agustus 2016, Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Sulawesi Selatan, Inspektur Jenderal Anton Charliyan, menyatakan bahwa barang haram tersebut masuk dari Malaysia ke Indonesia melalui Tarakan, Kalimantan Utara.

Barang-barang itu lalu diangkut melalui kapal laut dan masuk ke Sulawesi Selatan melalui Pelabuhan Nusantara, Parepare. Selama ini, Pelabuhan Nusantara di Kota Parepare cukup dikenal sebagai pintu utama masuknya barang haram itu di Sulsel. Bahkan di sana ada "wilayah segitiga" sebagai gerbang baru masuknya narkoba: Parepare-Pinrang-Sidrap.

Ada puluhan pintu masuk baru untuk pasokan narkoba di wilayah itu. Saking banyaknya pintu masuk, pihak kepolisian kewalahan untuk mengawasi. Selain itu, alat deteksi yang ada tidak memadai untuk mengecek barang penumpang maupun kiriman.

Artinya masih ada upaya lain yang lebih penting untuk diprioritaskan sebagai upaya mencegah peredaran obat-obat terlarang. Misalnya, meningkatkan pengawasan di titik-titik rawan seperti yang berlaku di Sulawesi Selatan. Ibarat tikus, selalu ada jalan bagi mereka untuk masuk ke rumah secara diam-diam.

Bukan seberapa banyak pengedar narkoba yang harus dihukum mati, yang harus jadi pertanyaan. Namun, lebih penting untuk mempertanyakan, seberapa serius pemerintah memperkuat pengawasan terhadap jalur perdagangan barang haram itu. Juga penegakan hukum dalam kasus narkoba.

Coba ingat lagi pengakuan Freddy Budiman, yang sempat menghebohkan. Meski Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang dibentuk oleh Mabes Polri telah menyatakan bahwa tak ditemukan bukti tentang aliran dana kepada aparat, namun ada temuan lain yang perlu diperhatikan. Tentang terpidana mati yang dijebak Freddy.

Freddy rupanya pernah membuat seseorang yang berstatus saksi menjadi tersangka, bahkan jadi terdakwa. Selama menjalani proses peradilan, jaksa dalam kasus itu meminta bayaran dan istri korban untuk menemaninya karaoke. Karena jumlah uang tak sesuai, si korban pun dijatuhi hukuman mati. Ia kini masih mendekam di Lapas Cipinang.

Berbagai masalah yang masih muncul tersebut--mulai dari pencegahan peredaran narkoba hingga proses penegakan hukum yang berlaku saat ini--seharusnya jadi fokus pemerintah. Bukan malah berlomba-lomba dengan jumlah eksekusi hukuman mati.



Sumber : https://beritagar.id/artikel/editori...i-bukan-solusi

---

Baca juga dari kategori EDITORIAL :

- Siapa penyandang dana upaya makar?

- Plt Gubernur DKI bakal tegur panitia Kita Indonesia

- Beda pemufakatan makar dan penyampaian kritik

anasabila
anasabila memberi reputasi
1
4.6K
2
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan