- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
[Ijin nyampah] G25S/KMP
TS
Oknoorap
[Ijin nyampah] G25S/KMP
Bagi pendukung KMP dan wowo saya ingin jawaban objektif.
Kepala Daerah Kembali Dipilih DPRD Bukti Demokrasi Disandera Oligarki Parpol
Jakarta - Demokratisasi yang berlangsung lebih dari 15 tahun kini justru mengalami kemunduran akibat sikap mayoritas anggota DPR yang mengesahkan RUU Pilkada dengan menarik pemilihan kepala daerah dalam otoritas DPRD. Sikap para politisi di Senayan yang mengambil alih hak konstitusional rakyat berisiko semakin elitisnya demokrasi.
“Alih-alih bukan demokrasi substansial yang diwujudkan justru elitisasi prosedur demokrasi,” kata sosiolog politik UGM, Arie Sudjito, Sabtu (27/9/2014).
Menurut Arie, para politisi senayan tidak memikirkan dampak yang akan ditimbulkan pilkada oleh DPRD yang begitu besar, pertama membatasi akses rakyat berpartisipasi dan mengontrol kekuasaan karena pilkada akan diwarnai transaksional kekuasaan antara politisi di parlemen dengan kandidat tanpa bisa diawasi rakyat.
“Cara pemilihan lewat DPRD ini akan menyuburkan praktik korupsi. Dampaknya DPRD dan kepala daerah tidak menutup kemungkinan memanfaatkan APBD untuk ajang berburu rente,” ujarnya.
Yang lebih mengkhawatirkan, imbuhnya, makin tertutupnya akses masyarakat mendapatkan hak dipilih menjadi pemimpin daerah melalui mekanisme calon independen, soalnya kekuasaan kemungkinan makin eksklusif sebagai kawasan otoritas parpol.
“Pilkada oleh DPRD melanggengkan patronase politik, demokrasi disandera oligarki parpol dan parlemen, sehingga membentuk kubu-kubu pemburu kuasa,” katanya.
Pengamat Politik dari Jurusan Politik dan Pemerintah (JPP) UGM, Mada Sukmajati menambahkan pemilihan kepala daerah secara langsung maupun tidak langsung sebenarnya tidak melanggar demokrasi dan bersifat konstitusional. Namun yang menjadi persoalanannya terletak dari sisi proses pengambilan kebijakan, karena tidak ada perdebatan substansial di parlemen dan di masyarakat mengenai dikembalikannya pemilihan kepala daerah lewat DPRD.
“Secara konstitusi tidak ada yang dilanggar, tapi dari sisi proses sampai UU Pilkada ini disahkan sangat problematik dan hanya bersifat prosedural. Dibahas intensif 2 bulan ini pasca pilpres,” katanya.
Mada sependapat bahwa dikembalikannya pilkada lewat DPRD adalah sebuah bentuk kemunduran proses pembelajaran demokrasi yang sudah berlangsung di Indonesia. Bahkan menjadi kemunduran dari desentralisasi otonomi daerah.
“Satu poin penting, diberlakukannya otonomi daerah itu terdapat daulat rakyat memilih pemimpin lokal. Sehingga hal ini menjadi sangat problematik,” katanya
Mada bahkan secara tegas mengatakan revisi UU Pilkada ini sebagai bentuk peninggalan buruk dari hasil pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. “Saya kira ini blunder terbesar justru terjadi di masa akhir pemerintahan beliau,” terangnya.
Belajar dari UU Pilkada ini, Mada mengingatkan bahwa tidak menutup kemungkinan akan ada poses pengambilan kebijakan publik yang terburu-buru dan tidak berdasar dari hasil studi empiris. “Tidak bagus untuk perdebatan di kalangan rakyat. Dimensi pembelajarannya sangat rendah. Proses pengambilan kebijakan seperti ini sangat bias kepentingan elit,” katanya.
http://news.detik.com/read/2014/09/2...?991104topnews
- Katanya pilkada lewat DPRD jika terjadi kesalahan / kinerja yang buruk, maka semua ditanggung dan dijamin DPRD, tetapi kenyataannya jika nanti fasilitas publik seperti taman, trotoar, jalan, dan layanan publik lainnya buruk, yang menanggung susahnya rakyat atau DPRD?
- Bagaimana rakyat menuntut ke DPRD, apa selama ini kita kenal dengan para DPRD, apa mereka pernah mengayomi rakyat selama ini?
- Apa tujuan mereka jadi DPRD? apakah DPRD selama ini punya visi dan inovasi jauh 100 tahun kedepan buat kotanya/provinsinya?
- Bagaimana DPRD bisa digaji lebih dari pajak rakyatnya, sedangkan rakyatnya mati-matian mencari nafkah sendiri?
Spoiler for DPR:
Quote:
Original Posted By arui13►gak semua pemimpin hasil pilihan rakyat seperti jokowi, ahok , bu risma dll. malah kebanyakan pilihan rakyat malah jadi bandar korupsi. perlu diinget gan gak semua rakyat melek politik. indonesia itu dari sabang sampe merauke itu lebih luas dibandi jakarta - bangkok. pikirkan kembali uang yang musti digelontorin. mendingan kita dukung pejabat dprd yang jurdil dan murni dari kkn. jangan mudah krisis kepercayaan. mari kita awasi sama2 sepak terjang mereka. kalo mereka korup kita sikaaaat.
Quote:
Quote:
Original Posted By musangki►
nah sapa suruh gak mau kenal
tipikal rakyat indo banged sih,gak mau kenal padahal poster,banner,stiker di mana-mana sampe bikin jelek fasum
1. terus kalo pilkada langsung yang nanggung susahnya sapa ?
yang nanggung ya rakyat, kan yg milih rakyat, kalau yg milihin dprd, udah kotanya gk bisa berkembang, susah, yg milihin dprd lagi.. mau komplain jg dibelain sm yg milihin.
2. lah kemaren lu gimana milihnya,jadi pemilih yang aktif donk
gan rakyat di indo itu banyak bukan ane aja, ada orang indonesia yg pendidikan rendah disuapin, masa' kita mau marah2in depan dia nympah2in didepan dia, mana bisa?
3. waktu mereka kampanye kemana ? kalo gak jelas kenapa lu pilih
udah dijawab di no2
4. plis deh,gaji presiden dan dpr/d juga didapet dari apbn yg salah satunya bersumber pajak.trus lu gak tanya kenapa presiden gajinya lebih gede dari lu ?
presiden tugasnya lebih besar dan mereka pilihan rakyat bukan pilihan MPR lagi, jadi so ya gpp lah emang itu konsekuensi rakyat milih presidennya, kalau gk mau ya diturunkan, thanks gan ente telah memberi ane ide, ntr kalau ada gub/bupati jelek, kita potong leher dprd, lagian sebuah negara demokrasi kan harus punya presiden, masa' presiden gk dibayar, tiap hari kerjanya lebih keras karena yg ngurus negara presiden
lah kalau DPR ngurusin apaan coba? bikin UU aja banyak yg nyusain rakyat, anak menteri aja lolos dari hukuman, UU hukumnya gk jelas
nah sapa suruh gak mau kenal
tipikal rakyat indo banged sih,gak mau kenal padahal poster,banner,stiker di mana-mana sampe bikin jelek fasum
1. terus kalo pilkada langsung yang nanggung susahnya sapa ?
yang nanggung ya rakyat, kan yg milih rakyat, kalau yg milihin dprd, udah kotanya gk bisa berkembang, susah, yg milihin dprd lagi.. mau komplain jg dibelain sm yg milihin.
2. lah kemaren lu gimana milihnya,jadi pemilih yang aktif donk
gan rakyat di indo itu banyak bukan ane aja, ada orang indonesia yg pendidikan rendah disuapin, masa' kita mau marah2in depan dia nympah2in didepan dia, mana bisa?
3. waktu mereka kampanye kemana ? kalo gak jelas kenapa lu pilih
udah dijawab di no2
4. plis deh,gaji presiden dan dpr/d juga didapet dari apbn yg salah satunya bersumber pajak.trus lu gak tanya kenapa presiden gajinya lebih gede dari lu ?
presiden tugasnya lebih besar dan mereka pilihan rakyat bukan pilihan MPR lagi, jadi so ya gpp lah emang itu konsekuensi rakyat milih presidennya, kalau gk mau ya diturunkan, thanks gan ente telah memberi ane ide, ntr kalau ada gub/bupati jelek, kita potong leher dprd, lagian sebuah negara demokrasi kan harus punya presiden, masa' presiden gk dibayar, tiap hari kerjanya lebih keras karena yg ngurus negara presiden
lah kalau DPR ngurusin apaan coba? bikin UU aja banyak yg nyusain rakyat, anak menteri aja lolos dari hukuman, UU hukumnya gk jelas
Quote:
Original Posted By amingfixie►
ijin NYANGGAH GAAAAN ane mau lurusin,per nomor ane bantu JAWAB
1.Untuk ini kyknya ente SILAP rupanya gaan, dimana2x apabila terjadi kesalahan seperti yg agan TAKUT kan tsb, pihak EKSEKUTIF lah yg bertanggung jawab, bukan DPRD, sbg LOGIKA jika MISAL, ini MISAL nih KALO JOKOWI KINERJANYA BURUK APAKAH RAKYAT BISA DIKATAKAN SALAH?????? KARENA YANG PILIH MEREKA
Jokowi yang dipilih oleh rakyat aja apbdnya di sandera sm DPRD apalagi yg dipilihin DPRD, wani piro
2. Terus nyambung dari yang no.1 utk jawab nmr ini, apakah rakyat mau MENUNTUT DIRI MEREKA SENDIRI jika pilihan mereka akhirnya MENGECEWAKAN,
Ente pernah jadi rakyat gan? Rakyat jelas menuntut partai yg dipilih, kalau yg dicoblos waktu caleg gambar partainya, yg milihin kandidat dpr tetep partai
3. Mayoritas anggota DPR/DPRD punya MOTIF politik jangka pendek, istilah nya KERJA gan, trus kalo KONTRAK hampir HABIS minta PERPANJANG ke RAKYAT, eh rakyat juga masih aja ngasih MEREKA utk KERJA dengan IKUT PEMILU
Gitu kok mau membangun negara, provinsi, kota. Kalau motifnya kerja gimana mau maju gan negara indonesia?
4. Disitu lah KESALAHAN RAKYAT kenapa mereka MASIH PERCAYA SAJA dengan DEMOKRASI, masih mau disogok MONEY POLITIK .
Sama aja khilafah jg gk ada kepastian bagaimana memilih pemimpin, coba lihat jaman khulafaur rasyidin, mereka diganti2 tanpa ada hukum yang jelas, ada yg rekomendasi pemimpin sebelumnya ada yg bunuh2an, so? mau ganti komunis?
ane tutup dengan kata ANE, SEGALA YANG DARI "SISI" MANUSIA ITU LEMAH, MAKA KENAPA KITA TIDAK AMBIL SESUATU YANG BERASAL DARI "SISI" ALLAH SEBAGAI "JALAN"
BAAQIYAH!!!!!!!!! BAAQIYAH!!!!!!! BAAQIYAH!!!!!!!!!
ijin NYANGGAH GAAAAN ane mau lurusin,per nomor ane bantu JAWAB
1.Untuk ini kyknya ente SILAP rupanya gaan, dimana2x apabila terjadi kesalahan seperti yg agan TAKUT kan tsb, pihak EKSEKUTIF lah yg bertanggung jawab, bukan DPRD, sbg LOGIKA jika MISAL, ini MISAL nih KALO JOKOWI KINERJANYA BURUK APAKAH RAKYAT BISA DIKATAKAN SALAH?????? KARENA YANG PILIH MEREKA
Jokowi yang dipilih oleh rakyat aja apbdnya di sandera sm DPRD apalagi yg dipilihin DPRD, wani piro
2. Terus nyambung dari yang no.1 utk jawab nmr ini, apakah rakyat mau MENUNTUT DIRI MEREKA SENDIRI jika pilihan mereka akhirnya MENGECEWAKAN,
Ente pernah jadi rakyat gan? Rakyat jelas menuntut partai yg dipilih, kalau yg dicoblos waktu caleg gambar partainya, yg milihin kandidat dpr tetep partai
3. Mayoritas anggota DPR/DPRD punya MOTIF politik jangka pendek, istilah nya KERJA gan, trus kalo KONTRAK hampir HABIS minta PERPANJANG ke RAKYAT, eh rakyat juga masih aja ngasih MEREKA utk KERJA dengan IKUT PEMILU
Gitu kok mau membangun negara, provinsi, kota. Kalau motifnya kerja gimana mau maju gan negara indonesia?
4. Disitu lah KESALAHAN RAKYAT kenapa mereka MASIH PERCAYA SAJA dengan DEMOKRASI, masih mau disogok MONEY POLITIK .
Sama aja khilafah jg gk ada kepastian bagaimana memilih pemimpin, coba lihat jaman khulafaur rasyidin, mereka diganti2 tanpa ada hukum yang jelas, ada yg rekomendasi pemimpin sebelumnya ada yg bunuh2an, so? mau ganti komunis?
ane tutup dengan kata ANE, SEGALA YANG DARI "SISI" MANUSIA ITU LEMAH, MAKA KENAPA KITA TIDAK AMBIL SESUATU YANG BERASAL DARI "SISI" ALLAH SEBAGAI "JALAN"
BAAQIYAH!!!!!!!!! BAAQIYAH!!!!!!! BAAQIYAH!!!!!!!!!
Spoiler for Berita:
Kepala Daerah Kembali Dipilih DPRD Bukti Demokrasi Disandera Oligarki Parpol
Jakarta - Demokratisasi yang berlangsung lebih dari 15 tahun kini justru mengalami kemunduran akibat sikap mayoritas anggota DPR yang mengesahkan RUU Pilkada dengan menarik pemilihan kepala daerah dalam otoritas DPRD. Sikap para politisi di Senayan yang mengambil alih hak konstitusional rakyat berisiko semakin elitisnya demokrasi.
“Alih-alih bukan demokrasi substansial yang diwujudkan justru elitisasi prosedur demokrasi,” kata sosiolog politik UGM, Arie Sudjito, Sabtu (27/9/2014).
Menurut Arie, para politisi senayan tidak memikirkan dampak yang akan ditimbulkan pilkada oleh DPRD yang begitu besar, pertama membatasi akses rakyat berpartisipasi dan mengontrol kekuasaan karena pilkada akan diwarnai transaksional kekuasaan antara politisi di parlemen dengan kandidat tanpa bisa diawasi rakyat.
“Cara pemilihan lewat DPRD ini akan menyuburkan praktik korupsi. Dampaknya DPRD dan kepala daerah tidak menutup kemungkinan memanfaatkan APBD untuk ajang berburu rente,” ujarnya.
Yang lebih mengkhawatirkan, imbuhnya, makin tertutupnya akses masyarakat mendapatkan hak dipilih menjadi pemimpin daerah melalui mekanisme calon independen, soalnya kekuasaan kemungkinan makin eksklusif sebagai kawasan otoritas parpol.
“Pilkada oleh DPRD melanggengkan patronase politik, demokrasi disandera oligarki parpol dan parlemen, sehingga membentuk kubu-kubu pemburu kuasa,” katanya.
Pengamat Politik dari Jurusan Politik dan Pemerintah (JPP) UGM, Mada Sukmajati menambahkan pemilihan kepala daerah secara langsung maupun tidak langsung sebenarnya tidak melanggar demokrasi dan bersifat konstitusional. Namun yang menjadi persoalanannya terletak dari sisi proses pengambilan kebijakan, karena tidak ada perdebatan substansial di parlemen dan di masyarakat mengenai dikembalikannya pemilihan kepala daerah lewat DPRD.
“Secara konstitusi tidak ada yang dilanggar, tapi dari sisi proses sampai UU Pilkada ini disahkan sangat problematik dan hanya bersifat prosedural. Dibahas intensif 2 bulan ini pasca pilpres,” katanya.
Mada sependapat bahwa dikembalikannya pilkada lewat DPRD adalah sebuah bentuk kemunduran proses pembelajaran demokrasi yang sudah berlangsung di Indonesia. Bahkan menjadi kemunduran dari desentralisasi otonomi daerah.
“Satu poin penting, diberlakukannya otonomi daerah itu terdapat daulat rakyat memilih pemimpin lokal. Sehingga hal ini menjadi sangat problematik,” katanya
Mada bahkan secara tegas mengatakan revisi UU Pilkada ini sebagai bentuk peninggalan buruk dari hasil pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. “Saya kira ini blunder terbesar justru terjadi di masa akhir pemerintahan beliau,” terangnya.
Belajar dari UU Pilkada ini, Mada mengingatkan bahwa tidak menutup kemungkinan akan ada poses pengambilan kebijakan publik yang terburu-buru dan tidak berdasar dari hasil studi empiris. “Tidak bagus untuk perdebatan di kalangan rakyat. Dimensi pembelajarannya sangat rendah. Proses pengambilan kebijakan seperti ini sangat bias kepentingan elit,” katanya.
http://news.detik.com/read/2014/09/2...?991104topnews
Diubah oleh Oknoorap 27-09-2014 03:47
0
5.3K
Kutip
55
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan