Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

aghilfathAvatar border
TS
aghilfath
Jokowi, Sri Mulyani, dan Ikat Pinggang
Spoiler for Jokowi, Sri Mulyani, dan Ikat Pinggang:

Presiden Jokowi sejak awal memerintah selalu mengatakan, pengalihan anggaran subsidi bahan bakar minyak (bbm) jenis Premium untuk pembangunan proyek-proyek infrastruktur memang menyakitkan.

Namun, Jokowi meyakinkan seluruh rakyat Indonesia, putusan ini akan berbuah manis dalam beberapa tahun ke depan.

“Awalnya memang sakit, namun ini harus dilakukan agar perekonomian kita bisa tumbuh lebih cepat ke depan,” begitu kerapkali dikatakan Presiden Jokowi.

Namun, dalam perkembangannya, ternyata bukan pencabutan subsidi Premium itu yang membuat sakit. Sebab, seiring anjloknya harga minyak di pasaran dunia, harga Premium di Indonesia juga turun drastis sehingga pada akhirnya tidak terlalu memengaruhi daya beli masyarakat.

Sumber “sakit” itu kini datang dari pos yang lain, yakni dari pemotongan anggaran pemerintah pusat dan transfer ke daerah, termasuk dana desa. Pemangkasan anggaran ini dipastikan bakal memengaruhi daya beli masyarakat.

Awalnya, strategi pemerintahan Jokowi adalah hanya menggunakan dana pengalihan subsidi Premium untuk membangun proyek infrastruktur secara ambisius.

Dari proyeksi pengalihan anggaran itulah, pemerintahan Jokowi menaikkan anggaran infrastruktur secara drastis mencapai Rp 291 triliun pada 2015 dan dinaikkan lagi menjadi Rp 313 triliun pada 2016.

Seiring dengan itu, berbagai proyek infrastruktur pun dicanangkan, mulai dari waduk hingga pembangkit listrik, mulai dari jalan tol hingga pelabuhan dan bandara.

Namun gara-gara harga minyak anjlok, pendapatan negara dari minyak juga anjlok sehingga “dana pengalihan” itu tidak benar-benar ada wujudnya.

Proyek infrastruktur adalah pertaruhan Jokowi, pembeda Jokowi dengan presiden-presiden sebelumnya.

Apapun yang terjadi, proyek infrastruktur yang telah dicanangkan sejak semula harus jalan terus dan tidak boleh dipangkas anggarannya.

Orang boleh bilang, soal pengelolaan keuangan negara, Menteri Keuangan Sri Mulyani tidak akan begitu saja membeo dengan apa yang diinginkan Jokowi. Dengan ketegasan dan kepercayadiriannya, Ani, begitu Sri Mulyani biasa dipanggil, dinilai akan berani berkata “tidak” kepada presiden jika memang diyakininya, anggaran negara tidak lagi realistis dan kredibel.

Namun faktanya, Sri Mulyani tidak sedikit pun memangkas anggaran infrastruktur meskipun sebenarnya tidak ada dana untuk membangun infrastruktur secara ambisius mengingat “dana pengalihan” itu memang tidak ada.
Spoiler for Anggaran Infrastruktur:


Untuk menyelamatkan anggaran infrastruktur, pemerintah justru memangkas pos-pos lain yang totalnya mencapai Rp 137,61 triliun.

Untuk pemangkasan anggaran pemerintah pusat, Presiden Jokowi mengeluarkan Instruksi Presiden No 8 Tahun 2016 tentang langkah-langkah penghematan belanja kementerian/lembaga dalam rangka pelaksanaan APBN Perubahan tahun 2016.

Total belanja kementerian/lembaga yang dipangkas mencapai Rp 64,71 triliun. Anggaran Kementerian Pertanian misalnya dipangkas Rp 5,9 triliun, Kementerian Kesehatan dipangkas Rp 5,5 triliun, Kemendikbud sebesar Rp 3,9 triliun, Kementerian Kelautan dan Perikanan sebesar Rp 3,06 triliun, dan Kementerian Desa dipangkas Rp 2,08 triliun.

Adapun dana transfer ke daerah dan dana desa dipangkas sekitar Rp 72,9 triliun. Sumber pemangkasan antara lain penghematan alamiah sebesar Rp 36,8 triliun, penundaan penyaluran dana alokasi umum (DAU) sebesar Rp 19,4 triliun, dan dana bagi hasil sebesar Rp 16,7 triliun.

Pemangkasan menyasar pada sejumlah kegiatan yang dinilai kurang strategis seperti honorarium, perjalanan dinas, paket meeting, langganan daya dan jasa, honorarium tim/kegiatan, biaya rapat, iklan, peralatan kantor, dan pembangunan gedung kantor.

Pilihan pemerintah untuk memprioritaskan proyek infrastruktur ketimbang kegiatan yang kurang strategis tentu saja bukanlah kesalahan.

Bagaimanapun, Indonesia memang sangat membutuhkan infrastuktur untuk mengurangi biaya logistik, mengurangi kesenjangan antar daerah, menciptakan kantong-kantong ekonomi baru, dan mempercepat pertumbuhan ekonomi.

Tanpa infrastruktur yang memadai, Indonesia tidak akan pernah bisa naik kelas menjadi negara maju.

Persoalannya, strategi ini akan semakin menyakitkan masyarakat, membuat rakyat terus mengetatkan ikat pinggang.

Pasalnya, buah dari pembangunan infrastruktur baru akan dinikmati dalam jangka menengah panjang, sementara anggaran-anggaran seperti perjalanan dinas, paket meeting, biaya rapat, iklan merupakan belanja yang bisa langsung memengaruhi konsumsi dan daya beli masyarakat.

Pertumbuhan ekonomi kuartal II 2016 memang lebih baik, mencapai 5,18 persen secara tahunan (year on year/yoy). Pada kuartal I 2016, pertumbuhan ekonomi yoy hanya 4,9 persen.

Pertumbuhan tesebut didorong oleh belanja pemerintah yang PDB-nya tumbuh 14 persen. Namun, karena banyak digunakan untuk pembangunan infrastruktur, belanja pemerintah tersebut tidak bisa mendongkrak daya beli masyarakat.

PDB konsumsi rumah tangga pada kuartal II 2016 hanya tumbuh 7 persen, di bawah pertumbuhan normalnya yang sekitar 10 – 12 persen.

Padahal, kunci untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih tinggi adalah meningkatkan konsumsi masyarakat. Sebab, kontribusi konsumsi rumah tangga terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia mencapai 55 persen.

Di sisi lain, seiring kondisi ekonomi global yang masih lemah, investasi dan ekspor belum bisa diharapkan untuk mendongkrak perekonomian.
Spoiler for Pertumbuhan Ekonomi Kuartalan:


Jatuhnya daya beli masyarakat juga tecermin dari rendahnya inflasi inti. Normalnya, inflasi inti Indonesia berkisar 4 – 5 persen secara tahunan. Namun, per Agustus 2016, inflasi inti hanya 3,32 persen, terendah selama era reformasi.

Pemangkasan anggaran belanja pemerintah sebesar Rp 137,61 triliun yang dilakukan saat ini tentu saja akan makin merontokkan daya beli masyarakat. Apalagi, anggaran yang dipotong merupakan anggaran yang bisa secara instan memengaruhi daya beli masyarakat.

Bahkan, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo sampai membalas surat cinta namun menyakitkan yang dikirim Sri Mulyani melalui Kompas.com.

Dengan adanya pemotongan anggaran ini, sudah pasti target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2 persen dalam APBN-P 2016 tak akan tercapai.

Bahkan, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan,pertumbuhan ekonomi tahun 2016 hanya akan mencapai 5,1 persen.

Sementara Bank Indonesia juga merevisi turun pertumbuhan ekonomi 2016 menjadi 4,9 – 5,3 persen. Ini merupakan revisi turun kedua yang dilakukan bank sentral.

Sebelumnya BI merevisi turun proyeksi pertumbuhan ekonomi 2016 dari 5,2 – 5,6 persen menjadi 5 – 5,4 persen.

Bahkan, sebelum ada pemotongan anggaran sebesar Rp 137,6 triliun, Center of Reform on Economics (CORE) memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya berkisar 4,9 hingga 5 persen.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pun berpotensi bakal lebih lambat karena pemangkasan anggaran kemungkinan masih akan berlanjut.

Pasalnya, dalam APBN-P 2016, target penerimaan pajak masih terlampau tinggi. Realisasi penerimaan pajak tahun 2015 hanya 8,15 persen dibandingkan realisasi penerimaan pajak tahun 2014.

Pada APBN-P 2016, target penerimaan pajak dipatok sebesar Rp 1.539,16 triliun. Dengan memangkas belanja sebesar Rp 137,6 triliun, berarti pemerintah telah memperhitungkan penerimaan pajak tahun 2016 diperkirakan turun menjadi sekitar Rp 1.402 triliun.

Dibandingkan realisasi tahun 2015, target pajak sebesar Rp 1.402 triliun meningkat sekitar 12,9 persen.

Pertumbuhan pajak sebesar 12,9 persen dinilai masih terlalu tinggi mengingat kondisi ekonomi tahun 2016 tidak jauh berbeda dengan tahun 2015.
Spoiler for Perkembangan Realisasi Pajak:


Pemerintah sebenarnya punya peluang untuk mendapatkan tambahan penerimaan pajak dari kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty.

Sayangnya, kebijakan ini belum bisa diprediksi tingkat keberhasilannya meskipun para pengusaha besar telah berkomitmen untuk mendeklarasi dan merepatriasi dana sebesar Rp 1.000 triliun dengan uang tebusan sekitar Rp 60 triliun.

Apalagi, kebijakan tax amnesty sempat dikritik masyarakat karena penerapannya yang tak bijak di lapangan dan juga cenderung menyasar masyarakat biasa.

Padahal, prioritas tax amnesty seharusnya ditujukan kepada para konglomerat dan WNI super kaya yang menyimpan dananya di luar negeri.

Kalau sudah begini, mari kita siap-siap kencangkan lagi ikat pinggang...

Ketatkan Ikat Pinggang

Apa yg sudah dijanjikan sedang diupayakan dengan realisasi melalui postur anggaran yg benar2 mengarah pada pemerataan pembangunan dengan progresivitas yg terukur, dan yg perlu disadari tidak ada hasil instan yg bisa dicapai dalam waktu yg cepat.

Btw, tidak mungkin seorang Sri Mulyani mau mengorbankan reputasi besarnya bila tidak melihat visi besar dan masa depan yg lebih baik dari pemberi kepercayaan kepadanya emoticon-I Love Indonesia
Diubah oleh aghilfath 05-09-2016 06:02
0
6.1K
82
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan