nusantaralinkAvatar border
TS
nusantaralink
Marah-Bahaya Murahnya Taksi Online


Pasti seneng dong naik taksi online, selain gampang mesennya, murah juga argonya. Kalo udah memenuhi kocek, orang kita langsung kepincut. Kadangkala sampai lupa sama unsur kualitas pelayanan kalo udah ngerasain murah. Murah dari sisi kocek seringnya dianggap lebih baik ketimbang mengutamakan kualitas pelayanan.

Kita langsung deh mikir, apa-apaan siy taksi resmi nolak-nolak taksi online, salah sendiri argonya mahal.

Padahal argo lebih mahal itu bukan tanpa alasan. Ada unsur biaya menjaga kualitas seperti ban tidak gundul, uji KIR, lampu sorot dan sen yang tidak boleh mati, pendingin udara (AC), rem, kopling, power steering dan lain-lain. Bukan cuma unsur kualitas kendaraan, taksi resmi juga mengatur soal kesejahteraan supir, seperti asuransi, tunjangan, gaji dan lain-lain.

Taksi resmi diatur aturan yang ketat soal fitur dan fasilitas yang harus dijaga dari sisi kenyamanan dan keamanan konsumen taksi. Jadi lebih mahal ada alasannya. Walau dalam prakteknya ada ada taksi resmi yang bandel, tapi adanya aturan yang jelas bisa bikin mereka kena sanksi kalau ketahuan melanggar.

Kalo taksi online bisa dibilang nggak diatur seketat taksi resmi. Dari penyaringan supir, kondisi kendaraan, kenyamanan konsumen sampai keamanan konsumen bersifat jauh lebih longgar. Ini jelas bom waktu. Mungkin awalnya memang segalanya masih baik. Tapi sekarang mulai keliatan masalah-masalah taksi online. Semuanya bermuara dari penolakan taksi online manut sama aturan seperti yang wajib diikuti taksi resmi.

Hasil uji KIR yang udah dilakukan memperlihatkan betapa jomplangnya realita argo murah dengan kondisi kendaraan. Dishub DKI menguji KIR pada Grab (1.087 unit), Uber (2.665 unit) dan Go (1.605 unit). Dari 5.357 kendaraan yang diuji, hanya 598 kendaraan yang lolos, cuma 11%. Gilaak.

http://news.metrotvnews.com/metro/ak...basis-aplikasi

Weww, ini bahaya banget buat kita-kita yang sering pakai taksi online. Kondisi kendaraannya ternyata banyak yang nggak layak buat jadi jasa angkutan. Ada yang bannya gundul. Ada yang lampu sen mati. Ada yang AC-nya nggak dingin. Ada yang remnya blong. Ada yang nggak ada sabuk pengaman. Ada yang joknya udah bolong-bolong. Banyak deh.

Bayangin aja kita naik taksi online yang supirnya demen ngebut, nggak taunya ban gundul. Bisa celaka kita. Kalo taksi resmi, bukan aja ban gundul dilarang, malah udah ada sistem alarm untuk kecepatan maksimal 100 km/jam.

Belum lagi dari sisi penyaringan supir. Kalo taksi resmi menyaring supir pakai acuan aturan yang resmi, jadi lebih ketat. Kalo taksi online kan menolak ikut aturan resmi, jadi nggak ada yang bisa jamin proses penyaringan supirnya jauh dari peluang orang-orang yang punya niat jahat. Apalagi supir taksi online bisa sekedar jadi sidejob / freelance. Banyak celah ketidakamanan pada taksi online.

Udah gitu supir taksi online juga jatohnya bukan karyawan resmi, jadi perlakuannya beda soal gaji, tunjangan, asuransi kayak di taksi resmi. Karena status supir yang kesejahteraannya tidak pasti inilah yang mulai mendorong terjadinya pool-pool taksi online secara swadaya. Pool gelap kita nyebutnya.

Beberapa titik pool gelap taksi online yang pernah gue liat ada di deket jalan Asem (Antasari) sama jalan Daksa Jakarta Selatan. Disana supir-supir taksi online mengorganisir diri, hidup, tidur disitu. Nggak keurus.

Cara kerja organisasinya mobil-mobil dibikin antrian. Bergilir supir-supirnya nongkrongin titik-titik ramai konsumen kayak mall, kantor dan lain-lain. Jadi supir pada taro mobilnya di pool gelap, trus dianter ke titik ramai buat ambil penumpang. Karena taksi online kan nggak bisa nongkrongin pinggir jalan deket lokasi mall dan kantor.

Jadi taktiknya, mobil taro di pool gelap jalan Daksa, dibikin antrian. Supir yang lagi gilirannya berangkat, dianter pake motor nongkrongin sekitar mall ratu plaza, plaza senayan, senayan city, kantor-kantor sudirman. Begitu dapet konsumen di aplikasi, temennya dari pool gelap berangkat bawain mobil. Trus mereka ketemuan, supir yang dapat pesanan, langsung kendarai mobil menuju penumpang. Gitu polanya.

Makanya pernah dong pesen taksi online tulisannya dateng dalam 5 menit, nggak taunya dateng setengah jam. Alasannya umum, macet. Padahal mobil ditaro di Pool Gelap, sementara supir ada di dekat pemesan.

Ini pinter, mereka temukan cara bertahan hidup. Tapi disisi lain kita jadi tau, para pemilik taksi online tidak memikirkan soal pool dan nasib supir-supir yang luntang-lantung sampai-sampai harus bikin pool gelap. Dari sini kita jadi tau, bos-bos taksi online cuma mikirin marjin keuntungan, sampai-sampai nggak ngurus hal-hal tadi.

Itu tadi masih bicara unsur positifnya. Sekarang malah mulai muncul supir bandel taksi online yang sengaja nggak pencet tombol End setelah penumpang turun, jadinya argo jalan terus. Ada penumpang taksi online dari Kasablanka – Setiabudi argonya Rp 595.000. Gilaaak.

http://tekno.kompas.com/read/2016/08...gih.rp.595.000

http://tekno.kompas.com/read/2016/08...i.jawaban.uber

Wew, ini keterlaluan bandelnya. Sama aja dirampok kalo kayak begini caranya mah. Ini semua nggak akan kejadian kalo bos-bos Go, Grab dan Uber mau ikut aturan yang bener.

Pemerintah menurut gue udah fair kok, bilang nggak larang taksi online asalkan ikut aturan. Cuma taksi online males ikut aturan karena unsur biaya jamin kualitas tadi bakal bikin argo taksi online nggak lagi murah. Intinya, taksi online takut ikut aturan yang bener karena akan kehilangan pelanggan. Pelanggan taksi online kebanyakan didapat dari unsur argo murah tadi.

Sayang aja argo murah itu nggak selaras sama kualitas kenyamanan dan keamanan pengguna. Bahkan supir-supirnya aja nggak dipikirin, luntang-lantung adu nasib dan bikin pool gelap. Bos-bos Uber, Grab dan Go mana mau bikin pool resmi, argo jadi mahal dong karena harus investasi ratusan miliar bikin pool.

Miris deh kalo liat kehidupan supir-supir taksi online di pool gelap. Mereka sampai harus mengorganisir diri secara swadaya bikin pool gelap, sistem antrian buat bertahan hidup. Nggak dipikirin sama bos-bos Uber, Grab dan Go.

Banyak deh yang marah sama taksi online. Padahal yang ngaco itu bos-bos Uber, Grab dan Go yang cuma mikirin marjin laba. Tapi korbannya supir-supir taksi resmi dan taksi online yang pada berantem.

Argo murah taksi online (karena tak perlu mikirin kualitas kenyamanan dan keamanan pengguna), bikin banyak taksi resmi kehilangan pelanggan. Sekarang ada kemungkinan mobil-mobil taksi online nggak bisa jalan karena 11% doang gilaak yang lolos uji KIR di Dishub DKI. Sekarang 6 propinsi menolak bisnis taksi online.

http://baliberkarya.com/index.php/re...in-Meluas.html

Cemana ini nasib supir taksi online yang nggak lolos uji KIR?

http://megapolitan.kompas.com/read/2....akan.dilarang

Kehilangan pendapatan itu pasti. Belom mereka bakalan nuduh-nuduh ini gara-gara taksi resmi nunggangin pemerintah buat matiin taksi online. Makin panas deh berantem taksi online sama taksi resmi. Padahal muaranya ada di penolakan bos-bos Uber, Grab dan Go untuk patuh sama aturan resmi.

Gara-gara kelakuan bos-bos taksi online ogah ikut aturan sekarang nggak cuma bisnis Taksi Resmi yang kena imbas, taksi online sendiri juga kena imbas. Kasian kan supir-supirnya. Kayaknya pak Jokowi sama pak JK mesti turun tangan deh biar cepet beres. Bom waktu loh kalo nggak diberesin sesegera mungkin.

Jadi nggak selamanya murah itu baik. Murah itu bahaya dan banyak yang jadi marah.

Itulah maksud gue, Marah-Bahaya Murahnya Taksi Online

Referensi tambahan

http://www.merdeka.com/jakarta/uji-k...-sen-mati.html

https://news.detik.com/berita/327149...stiker-uji-kir

https://news.detik.com/berita/327150...oal-harga-jual

http://news.detik.com/berita/3271541...n-taksi-online

http://megapolitan.kompas.com/read/2....taksi.online.
Diubah oleh nusantaralink 12-08-2016 09:18
0
9.2K
68
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan