Demonstran "Black Lives Matter" di New York, Amerika Serikat (7 Juli 2016).
"Go back to Africa" ("kembalilah ke Afrika") merupakan ejekan rasial yang kerap didengar warga kulit hitam --terutama di Amerika Serikat. Ejekan itu menginspirasi, pria Afrika-Amerika, Larry Mitchell untuk menciptakan lelucon daring (online).

Mitchell membuka kantong donasi daring melalui laman Go Fund Me, guna menyindir ungkapan "go back to Africa". Ia pun menempatkan slogan #PutYourMoneyWhereYourHate ("berikan uang Anda bersama kebencian"), sebagai sindiran dalam kampanye tersebut.

Berikut kutipan kampanye satire Mitchell di Go Fund Me:

"Jika Anda ingin saya kembali ke Afrika, saya akan melakukannya dengan senang hati. Anda dapat membantu mewujudkan mimpi kita jadi kenyataan. Saya menerima semua sumbangan. KKK, Skin Head, dan siapa saja dengan pemikiran macam itu (baca: kelompok atau individu yang mengusung ide rasial) silakan menyumbang. Terimakasih. Tuhan memberkati Anda dan Amerika."

Pria yang lahir dan besar di Indiana itu mengatakan bahwa kampanye tersebut dibuatnya untuk tujuan humor.

Dalam wawancara dengan The Washington Post, Mitchel mengaku telah mendengar "go back to Africa" nyaris sepanjang hidupnya.

Ungkapan rasial itu, kata Mitchell, bahkan masih sering terdengar saat warga kulit hitam telah memberikan prestasi membanggakan bagi AS. Ia pun merujuk pencapaian para atlet, macam petinju Floyd Mayweather, atau petenis Serena Williams.

Tangkapan layar kampanye Larry Mitchell di Go Fund Me.
Humor Mitchell itu menuai beragam respons dari netizen. Memasuki hari ke-12 kampanye (21/7/2016), laman itu sudah mengumpulkan lebih dari 1.500 dolar (sekitar Rp 19 juta).

Di antara respons itu, ada pula netizen yang melempar nada-nada rasial. Misal beberapa pengguna yang menyumbang 5 - 20 dollar, serta menyarankan Mitchell untuk pergi dan tak kembali ke AS.

Meski demikian, seperti dilaporkan BBC Trending, sebagian besar komentar justru mendukung Mitchell. Mereka meyakinkan Mitchell bahwa dirinya diterima di AS. Pun mayoritas netizen mengaku terhibur dengan satire itu.

"Suka! Berikutnya, ketika saya di media sosial dan ada seorang 'manusia gua' mengatakan 'go back to Africa' saya akan memberikan mereka tautan ini agar mereka berdonasi," tulis pengguna bernama Lea Amos.

Beberapa netizen lain memberi donasi agar Mitchell punya kesempatan berlibur ke Afrika, dan kembali lagi ke AS.

Hal serupa juga telah dipikirkan Mitchell. "Jika mencapai target petisi, saya akan pergi berlibur ke suatu tempat di Afrika, karena saya belum pernah melakukannya," kata pria yang berkarir sebagai koki itu. "Aku akan kembali ke rumah (AS)."

Pada awal abad ke-20, "go back to Africa" merupakan sebuah gagasan ekonomi-politik. Adalah Marcus Garvey, seorang advokat nasionalis kulit hitam yang memopulerkan gagasan itu. Menurut dia, cara terbaik agar warga kulit hitam AS terbebas dari diskriminasi adalah kembali ke Afrika.

Sekadar catatan, selama beberapa tahun terakhir, sejumlah insiden telah memicu ketegangan rasial di AS.

Salah satu yang kerap dirujuk sebagai pemicu ketegangan adalah penembakan Michael Brown di Missouri pada tahun 2014. Penembakan itu lantas memicu protes dan menyuburkan Black Lives Matter, sebuah gerakan advokasi yang menentang kekerasan terhadap warga kulit hitam.

Adapun kasus teranyar terjadi bulan ini, saat dua pria kulit hitam ditembak polisi. Peristiwa itu lantas memicu serangan mematikan dari seorang kulit hitam bersenjata terhadap lima polisi di Dallas.

Survei Pew Research (h/t BBC) juga menunjukkan bahwa kebanyakan warga kulit hitam di AS mengaku diperlakukan tidak adil, dan merasa bahwa negara itu belum mencapai kesetaraan ras. Sekitar 71 persen dari warga kulit hitam yang disurvei mengaku pernah mengalami diskriminasi.



Sumber : https://beritagar.id/artikel/berita/...back-to-africa

---