Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

BeritagarIDAvatar border
TS
MOD
BeritagarID
KPI blur sejak dari legalitasnya

Mekanisme rekrutmen calong anggota KPI tidak jelas
Bila ditanya, apa kebijakan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang paling dirasakan masyarakat? Boleh jadi jawabannya adalah blur (pengaburan gambar) dalam tayangan TV yang dianggap tak senonoh.

Ihwal blur di tayangan TV memang sempat menjadi polemik panjang, beberapa waktu lalu. KPI, dinilai berubah fungsi menjadi lembaga sensor. Tentu saja KPI membantah. Menurut KPI, blur di layar kaca dilakukan secara swasensor oleh stasiun TV.

Nah, swasensor terjadi, karena stasiun TV mematuhi Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) yang dikeluarkan KPI, meskipun terkesan norak.

Rupanya, blur tak hanya dalam kebijakan. Legalitas seleksi calon komisioner KPI periode 2016-2019, pun dinilai kabur oleh sejumlah pihak. Saat ini, beberapa pribadi dan lembaga, menggugat proses seleksi Komisioner KPI Pusat ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Mereka menilai proses seleksi Komisioner KPI mengancam demokrasi dan kemerdekaan pers. Dalihnya, Pansel (Panitia Seleksi) telah melanggar Undang Undang Nomor 32/2002 tentang Penyiaran Pasal 61 (2) dengan melakukan penafsiran yang berbeda dan bertentangan dengan UUD 1945.

Pasal 61 (2) UU Penyiaran, menyebutkan keterlibatan pemerintah dalam menentukan calon Anggota KPI dilakukan hanya pada saat pertama kali dibentuk. Namun sampai kepengurusan KPI periode ke-3, DPR masih menyerahkan seleksi awal Komisioner KPI kepada pemerintah.

Itulah sebabnya, para penggugat memohon Majelis Hakim Konstitusi untuk memberikan tafsir yang tidak bertentangan dengan UUD 1945 dan melarang adanya tafsir yang berbeda terhadap Pasal 10 ayat (1) dan Pasal 61 ayat (2) UU Penyiaran.

Bila dicermati, memang ada ketidakjelasan dalam perintah UU Penyiaran. Pasal 10 Ayat 2 menyebut Anggota KPI Pusat dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan KPI Daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi atas usul masyarakat melalui uji kepatutan dan kelayakan secara terbuka.

Sementara Pasal 61 Ayat 2, menyebut: Untuk pertama kalinya pengusulan anggota KPI diajukan oleh Pemerintah atas usulan masyarakat kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Sayangnya, frasa "diusulkan masyarakat", tak dijelaskan dengan gamblang, siapa dan bagaimana mekanismenya dalam UU tersebut.

Dua pasal tersebut, bisa dimaknai, bahwa setelah KPI periode pertama berakhir, seleksi komisioner KPI periode berikutnya, sepenuhnya ada di tangan DPR. Namun kenyataannya lain. DPR, KPI dan Kementerian Komunikasi dan Informatika, punya tafsir berbeda.

KPI misalnya, membuat dua peraturan menyangkut rekrutmen anggota KPI. Beleid pertama adalah: Peraturan KPI No. 02/P/KPI/04/2011, tentang Pedoman Rekrutmen KPI. Aturan berikutnya adalah Peraturan KPI No.01/P/KPI/07/2014, tentang Kelembagaan KPI. Lewat kedua aturan itu, KPI seolah menjadi representasi masyarakat.

Kedua aturan tersebut antara lain menyebut: Pemilihan anggota KPI Pusat dilakukan melalui sebuah Tim Seleksi Pemilihan Anggota KPI. SK Penetapan Tim Seleksi Pemilihan Anggota KPI Pusat disusun dan ditandatangani oleh DPR.

Dari aturan KPI ini mengesankan bahwa Pansel Komisioner KPI, berasal atau ditentukan oleh KPI dengan persetujuan DPR.

Sementara praktiknya dalam pemilihan Komisioner KPI periode 2016-2019, mekanismenya tidak menggunakan aturan KPI. Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi I DPR dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika pada 28 Januari 2016, menyepakati perekrutan calon anggota KPI Pusat dilaksanakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Menkominfo, melalui Kepmen No. 575/2016 tanggal 6 April 2016, membentuk Pansel Calon Anggota KPI Pusat periode 2016-2019. Pansel beranggotakan 12 orang, bekerja sejak April lalu. Ada sebanyak 689 orang melamar, namun yang dinyatakan lolos seleksi administratif hanya 201 orang.

Selanjutnya pansel melakukan berbagai tes kompetensi, antara lain dengan wawancara, penulisan artikel, tes psikologi dan penelusuran rekam jejak. Seleksi oleh pansel ini akhirnya menyisakan 27 peserta.

Menkominfo sudah menyampaikan 27 nama calon anggota KPI Pusat ke Komisi I DPR RI melalui surat Nomor R-1036/M.KOMINFO/KP.03.01/06/2016. DPR akan melakukan uji kelayakan untuk memilih 9 orang Komisioner KPI Pusat.

Adanya gugatan uji materi ke MK soal legalitas rekrutmen anggota KPI Pusat yang dilakukan oleh pansel bentukan pemerintah, menimbulkan tanda tanya. Absahkah 27 orang kandidat komisioner KPI periode ini? Apa jadinya, bila MK mengabulkan uji materi tersebut, dan menyatakan pansel bentukan pemerintah tidak sah?

Apapun keputusan MK kelak, semua pihak harus menghormatinya. Namun yang pasti, pemerintah maupun DPR semestinya bisa lebih cermat dalam membuat perundangan. UU Penyiaran, sejak awal memiliki kelemahan mendasar.

Misalnya saja, pembuat UU memberi wewenang kepada KPI untuk ikut menyusun Peraturan Pemerintah. Untunglah, wewenang itu dipangkas MK dalam uji materi yang dilakukan Todung Mulya Lubis pada tahun 2004.

Meski begitu, setelah uji materi, UU Penyiaran tetap menyisakan celah. Soal pemilihan komisioner KPI misalnya, menjadi blur karena UU ini tidak memiliki aturan turunan tentang bagaimana mekanisme pembentukan pansel calon komisioner. Sangat berbeda dengan UU KPK, yang sangat jelas aturan turunannya dalam mengatur seleksi awal calon Komisioner KPK sampai uji kelayakan di DPR.

Ketidakjelasan mekanisme rekrutmen calon komisioner KPI ini, menunjukkan pemerintah dan DPR tidak serius mengurus hal yang sangat strategis, yaitu mengatur konten dalam penggunaan frekuensi publik. Penyiaran adalah salah satu media berpengaruh dalam kehidupan dan perilaku masyarakat. Media penyiaran, masuk dalam ruang rumah tangga masyarakat tanpa sekat.

KPI, sesuai UU Penyiaran memiliki kewenangan yang sangat besar: dari menjamin masyarakat untuk memperoleh informasi yang layak dan benar sesuai dengan hak asasi manusia, hingga memelihara tatanan informasi nasional yang adil.

Dari memberikan izin administratif penyelenggaraan penyiaran; Menetapkan standar program siaran; Menyusun peraturan dan menetapkan pedoman perilaku penyiaran; Sampai mengawasi peraturan yang dibuatnya.

Dengan kewenangan seluas itu tentu saja KPI punya keharusan untuk berpihak pada kepentingan masyarakat. Namun bila ketentuan rekrutmen anggota KPI tetap dibiarkan blur, tentu kepentingan politik, pemilik modal dan kepentingan lainnya akan lebih mudah masuk ke KPI melalui figur komisioner KPI.

Masyarakat tentu tidak akan rela bila melihat KPI diisi oleh figur-figur yang mewakili kepentingan pemilik lembaga penyiaran atau kepentingan politik tertentu. Masyarakat juga akan mencibir ketika KPI tak bergigi melawan lembaga penyiaran, yang harus diaturnya.

Tidak ada kata terlambat untuk membenahi mekanisme rekrutmen calon komisioner KPI melalui berbagai aturan turuanan UU Penyiaran. Dengan cara ini bisa diharapkan ke depan masyarakat tidak lagi menyangsikan keberadaan KPI sebagai lembaga independen yang mewakili kepentingannya.



Sumber : https://beritagar.id/artikel/editori...i-legalitasnya

---

anasabila
anasabila memberi reputasi
1
11.6K
48
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan