Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

pakdejoyAvatar border
TS
pakdejoy
Dosen UI, Ade Armando: Banyak Mahasiswa, Dosen, Hingga Profesor UI LGBT
Ade Armando: Banyak Mahasiswa, Dosen, Hingga Profesor UI LGBT
Selasa, 16 Februari 2016, 22:33 WIB


Pakar Komunikasi UI Ade Armando

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dosen Komunikasi Universitas Indonesia (UI), Ade Armando berpendapat, selama ini kaum LGBT hidup baik-baik saja di Indonesia. Bahkan ia mengungkapkan, banyak mahasiswa, dosen, peneliti, hingga profesor di UI yang menjadi kaum LGBT.

"Banyak peneliti luar yang LGBT di Indonesia, dan baik-baik saja," katanya dalam acara Indonesian Lawyers Club (ILC), yang disiarkan sebuah stasiun swasta, di Jakarta, Selasa (16/2) malam.

Ade merawikan, ia memiliki seorang mahasiswa yang dari rumah berangkat dengan pakaian pria, tetapi di tengah jalan ia berganti pakaian perempuan. "Dan di kelas ia menjadi perempuan," katanya.

Menurut dia, mahasiswa itu pintar dan ia ke luar negeri karena tekanan hidup di Indonesia sangat ketat.

Ade menyatakan ia juga tidak setuju dengan situs atau media sosial yang menyebarkan pornografi homoseksual maupun heteroseksual. Namun selama ini LGBT yang ia temui tidak pernah bermasalah.

"Mereka bukan orang jahat," katanya menegaskan.
http://nasional.republika.co.id/beri...ofesor-ui-lgbt


Mahasiswa UI: Ya, saya gay!
22 Januari 2016 21:14



Lesbi, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) sudah menjadi fenomena sosial yang terjadi di masyarakat. Salah satunya mahasiswa Universitas Indonesia (UI) yang engan memberitahukan namanya mengaku sudah merasakan perbedaan dalam dirinya semasa kecil.

"Awalnya waktu kecil entah kenapa aku lebih suka bermain dengan perempuan. Orang tua juga saat itu lebih suka saya kalau pulang main nggak kotor. Makanya lebih enaknya main dengan perempuan," kata laki-laki yang berinisial AM kepada Republika.co.id, Jumat (22/1).

Apa yang dirasakannya itu berlangsung hingga ia duduk di bangku SMP, SMA, hingga kuliah. Saat SMP hingga SMA, ia mengaku kesulitan mengakui kepada orang lain jika ia seorang gay. Ketertarikannya dengan sesama jenis terus ia rasakan, namun AM tetap juga bergaul dengan laki-laki yang tidak homo.

Keputusannya untuk berani mengakui kelainan pada dirinya muncul ketika ia memasuki jenjang kuliah. Bahkan, pengakuannya muncul bukan dari dirinya saja. "Temen-temen aku waktu itu banyak yang nanya banyak sama aku kalau aku gay atau tidak. Akhirnya aku bilang iya!" kata AM.

Bagi AM, pengakuan tersebut akhirnya berani ia keluarkan karena ia tidak ingin lagi menutupi apa yang sudah ia rasakan sejak kecil. Setelah pengakuannya itu, identitasnya tidak langsung menjadi rahasia umum, dan tidak lantas kehilangan teman-teman terdekatnya di kampus.

"Tapi ya mungkin ada juga yang nggak suka, tapi aku masa bodo," kata AM.

Hidup Mandiri Bisa Semakin Serius

Semenjak pengakuannya tersebut, AM mengaku banyak bertemu dengan teman sejenisnya di kampus. Bahkan, selama SMA hingga kulianya sekarang, AM sudah mempunyai pasangan sebanyak tiga kali. "Ya, semuanya sulit untuk serius. Cuma bertahan sebentar biasanya hanya untuk soal seksual saja. Aku belum nemuin yang serius," kata AM.

Meskipun begitu, AM menilai hubungan gay yang bisa berlanjut ke arah yang serius hanya bisa dilakukan ketika sudah mempunyai pekerjaan sendiri. Menurut AM, menyelesaikan pendidikan lalu mempunyai kehidupan lebih mandiri membuat seseorang lebih bisa memilih hidup semakin serius.

Kondisi seperti itu juga yang menjadikan pertimbangan AM untuk jujur kepada orang tuanya. "Orang tua aku termasuk tipe yang mungkin belum bisa menerima orientasi seksual. Karena masih kuliah masih dibiayai orang tua, kalau sudah kerja kan mungkin sudah mandiri jadi lebih berani mengakui," kata AM.

Selama pergaulannya di kampus, AM mengaku juga mengetahui komunitas Support Group and Resource Center On Sexuality Studies (SGRC) UI yang baru-baru ini santer menghebohkan masyarakat. Komunitas tersebut menyediakan jasa untuk konseling soal LGBT.

AM mengaku pernah sesekali melakukan konseling dengan komunitas tersebut. "Bicara dengan mereka hanya sekadar untuk berbicara tentang gender. Itu juga dipakai dalam mata kuliah," kata AM.

SGRC Bukan Tempat Cari Jodoh

Karena itu lah, AM menyatakan SGRC tidak sepenuhnya hanya membahas persoalan LGBT. Menurut AM, SGCR juga bukan wadah untuk menjodoh-jodohkan sesama LGBT.

"Aku banyak belajar kok dari mereka. Sharing di sana tak melulu tentang LGBT. Tentang seksual, hak pria, hingga gender juga sering didiskusikan," kata AM.

Tak seperti disebut kebanyakan orang, AM menyatakan SGRC juga tidak didirikan oleh mereka yang LGBT. "Pendirinya normal kok, bukan LGBT juga. Makanya di sini nggak cuma LGBT saja," kata AM.

Sesekali berdikusi dengan LGBT tak membuat AM juga mendekatkan diri dengan komunitas tersebut. AM masih senang untuk tidak inklusif dan berbaur dengan teman-temanya. Hanya saja AM juga tak menampik di kampugnya ada beberapa komunitas yang terbentuk karena latar belakang LGBT.

"Komunitas ada kok di sini, banyak beberapa tapi ya begitu ada yang ecek-ecek tapi ada yang beneran," kata AM.

Keputusannya memilih untuk menjadi seorang gay hingga kini bukan berarti tak menjadi tantangan untuk hidupnya. Terlebih, budaya Indonesia belum terbiasa dengan LGBT dan menikah sesama jenis. Meskipun begitu, AM tetap memilih untuk hidup seperti itu karena ia mengaku sama sekali tak bisa membohongi diri sendiri.

Untuk diketahui, UI sendiri bertekad memerangi komunitas lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) yang sudah marak dan mewabah di kalangan mahasiswa dan dosen.

"Kami akan bersikap keras melarang segala bentuk kegiatan LGBT di UI. Kami akan meningkatkan pengawasan ketat kegiatan-kegiatan organisasi LGBT dan pengawasan para mahasiswa dan juga dosen yang diduga berprilaku LGBT," kata Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan UI, Bambang Wibawarta saat dihubungi, Depok, Jumat, (22/1).
http://nasional.republika.co.id/beri...saya-gay-part2
http://www.posmetro.info/2016/01/mah...-saya-gay.html


Menteri Nasir kecam komunitas LGBT di Universitas Indonesia
06:23 WIB - Senin , 25 Januari 2016



Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir, dan protesnya di tweeter

Hal-ihwal komunitas gay, yang beberapa dasawarsa belakangan lazim menyebut dirinya dengan LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender), di Indonesia masih saja memicu kegemparan. Baru-baru ini, Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir mengatakan bahwa kelompok LGBT tidak boleh masuk kampus.

"Masa kampus untuk itu? Ada standar nilai dan standar susila yang harus dijaga. Kampus adalah penjaga moral," katanya, Sabtu (23/1), dikutip Antara.

Pernyataan Menteri Nasir mengemuka sebagai reaksi atas keberadaan gerakan Support Group and Resource Center on Sexuality Studies (SGRC) di kampus Universitas Indonesia yang menawarkan konseling bagi kelompok LGBT.

"Begitu dapat informasi, saya langsung hubungi Rektor UI. Ternyata, kegiatan itu tidak mendapatkan izin dari UI," ujarnya.

Rektor Universitas Indonesia, Muhammad Anis, menegaskan bahwa kelompok tersebut harus mengubah nama. Menurutnya, peletakan nama institusi tersebut berdampingan dengan nama gerakan akan membingungkan masyarakat.

"Iya. Harus (mengganti nama), dan harus (berada) di luar universitas. Enggak bisa dong pakai nama UI, itu membuat masyarakat bingung," katanya, Jumat (22/1), dilansir Sindonews.

Menurutnya, SGRC telah menjelaskan kepada manajemen kampus UI bahwa organisasi tersebut tidak bertumpu pada masalah dukung-mendukung kelompok LGBT.

"Mereka sudah klarifikasi...Mereka memberikan konsultasi layanan konsultasi, semacam advokasi...Niatnya mendidik...itu betul," ujarnya.
Kepala urusan Hubungan Masyarakat dan Komisi Informasi Pusat (KIP) UI Rifelly Dewi Astuti mengatakan, SGRC tidak memiliki izin resmi sebagai Pusat Studi/Unit Kegiatan Mahasiswa/Organisasi Kemahasiswaan baik di tingkat Fakultas maupun UI. Organisasi itu pun, menurutnya, dilansir laman Dream, tidak pernah mengajukan izin setiap kali membuat kegiatan.

"Dalam menyelenggarakan kegiatannya, SGRC tidak pernah mengajukan izin kepada pimpinan Fakultas maupun UI ataupun pihak berwenang lainnya di dalam kampus UI," ungkapnya.

Dengan demikian, dalam hematnya, SGRC tidak boleh menggunakan logo UI dalam setiap kegiatannya. Ia pun menegaskan bahwa UI tidak bertanggung jawab atas semua kegiatan lembaga ini.

Lewat laman publikasinya, SGRC-UI memberikan keterangan mengenai polemik yang menyasar keberadaan organisasi tersebut. "LGBT Peer Support Network gagasan SGRC-UI dan Melela.org merupakan layanan konseling bagi teman-teman yang ingin tahu lebih banyak tentang LGBT...Kegiatan konseling ini bertujuan untuk mencerdaskan publik, sekaligus sebagai coping mechanism bagi teman-teman yang merasa tertekan karena preferensi seksual yang berbeda...[K]ami menolak anggapan beberapa pihak yang menganggap bahwa konseling yang SGRC-UI lakukan akan mengarahkan individu untuk menjadi LGBT."

Selain memberikan kejelasan mengenai garis kegiatan organisasi, SGRC dalam keterangannya juga menginformasikan bahwa lembaga itu "bukan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), dan tidak berencana untuk menjadi UKM. Pendiri dan anggota SGRC-UI merupakan mahasiswa, alumni, serta dosen dari Universitas Indonesia." Kegiatan mereka pun diadakan di wilayah kampus Universitas Indonesia. "Poin inilah yang menjelaskan kenapa (SGRC) menggunakan UI di dalam nama (-nya)."

Seorang sosiolog dari Universitas Indonesia, Tamrin Amal Tomagola, dilansir Detik, mengatakan bahwa kelompok tersebut perlu mendapatkan dukungan. Pasalnya, komunitas LGBT adalah kelompok terpinggirkan dan perlu didampingi agar tidak tertekan. "Lumrah (jika) kelompok yang...terpinggirkan (mendapatkan dukungan). Dengan diskriminasi yang kuat, nanti berdampak pada psikologi malah," ujarnya.

Di Internet, satu petisi terbit lewat laman Change.org pada Minggu (24/1) sebagai reaksi atas pernyataan Menteri Nasir. "Menteri Nasir harus mencabut pernyataan bahwa LGBT merusak moral bangsa dan pelarangan masuk kampus," sebut pernyataan dalam petisi dilansir Tempo.

Seturut pernyataan Poedjiati Tan, sang pembuat petisi, tiap warga berhak mendapatkan pengajaran sesuai dengan Pasal 31 ayat 1 Undang-undang Dasar 1945. Menteri Nasir diduga telah melanggar hak para LGBT yang masuk kampus.

"Pelarangan LGBT masuk kampus sangatlah tidak sesuai dengan hakikat Pendidikan. Karena Pendidikan dan riset, di ruang akademik, itu justru untuk memberdayakan nalar kritis anak bangsa," sebutnya.

Namun, lewat akun Twitter yang diyakini sebagai milik sang menteri Ristekdikti, Mohamad Nasir meminta agar pelarangannya terhadap LGBT di kampus dapat dipahami "secara objektif".
https://beritagar.id/artikel/berita/...itas-indonesia


Ade Armando: Allah tidak Mengharamkan LGBT!
Sabtu, 04 Juli 2015, 19:33 WIB



Ade Armando.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar komunikasi Universitas Indonesia dan Paramadina, Ade Armando mempertanyakan status haram dalam Islam terkait kelompok lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT).

"Apapun sikap kita, dalam dunia yang mengalami globalisasi isu LGBT memang secara tak terhindarkan akan mempengaruhi perilaku masyarakat Indonesia. Karena itu menjadi penting bagi umat Islam untuk membicarakan kembali cara pandang terhadap LGBT, termasuk bilamana perlu meninjau kembali sikap yang sudah tertanam selama ini," kata Ade Armando dalam artikel yang diunggah Madinaonline.id.

Dia menggugat ajaran agama Islam yang tidak menoleransi umat yang terlibat LGBT. Selama ini, kata dia, ada persepsi kuat bahwa Islam menolak sama sekali LGBT.

"Karena itu, kendatipun LGBT ada di Indonesia, kalangan tersebut tetap dipandang dengan sebelah mata, dijauhi atau bahkan dibenci oleh para pemeluk taat Islam. Ada anggapan kuat bahwa LGBT adalah penyakit masyarakat, kejahatan atau sesuatu yang dikutuk oleh Tuhan," kata Ade.

Dia pun secara yakin menyebut, LGBT termasuk golongan pecinta sesama jenis bukan lah penyimpangan. Dia malah berargumen, rasa itu datang dari Sang Pencipta.

"Pertanyaannya: dari manakah datangnya perasaan tersebut selain bahwa memang Allah menciptakan manusia dengan potensi perasaan itu? Dengan kata lain, bisa jadi ketertarikan terhadap sesama jenis itu adalah suatu hal yang alamiah dan memang diciptakan Tuhan."

Ade melanjutkan argumennya melalui akun Twitter, @adearmando1. Merasa banyak yang menyerangnya, ia malah menantang balik para pihak yang tak setuju dengan pendapatnya. "Mereka marah karena saya bilang Allah tidak mengharamkan LGBT. Kalau tidak sepakat, bantah saya dengan bukti. Jangan maki2," kata Ade.
http://www.republika.co.id/berita/na...gharamkan-lgbt

----------------------------------

Ada Dosen yang bikin malu civitas acedemica UI, kok pihak UI (terutama Dewan Guru Besarnya/Senat Univesitas), kok yaa diam aja? Seharusnya dipecat tuh si Dosen, karena mulutnya busuk, mencemarkan nama almamater dan kampus UI.

Sebagai seorang Dosen, bergelar Doktor pulak, seharusnya statement semacam itu disertai data, fakta dan bukti ilmiah (minimal hasil penelitian yang shahih). Bukan ngomong asal 'njeplak kayak wartawan bodrex ... ini Dosen atau wartawan lampu merah?



emoticon-Marah::


Diubah oleh pakdejoy 20-02-2016 15:12
tien212700
tien212700 memberi reputasi
1
23.9K
52
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan