Original Posted By soliter2►

belum bisa kita simpulkan bahwa kisah itu benar sebelum dirunut ujungnya, meskipun demikian masih lebih baik daripada yang hanya bisa menyalahkan tanpa tahu benar salahnya.

kisah tersebut diambil dari artikel yang menggunakan referensi berikut sebagai sumbernya:

1. the women of madina (bewley, 1997)
2. muhammad, his life based on the earliest sources (lings, 1983)

buku pertama merupakan terjemahan ke dalam bahasa inggris dari kitab at-tabaqat ibn sa'd, sedangkan buku kedua merupakan kompilasi dari berbagai sumber, yang di antaranya adalah dari ibn ishaq, ibn sa'd, dan waqidi. untuk buku kedua ini bisa diperoleh melalui:

http://www.icorlando.org/pdfs/muhamm...rtin_Lings.pdf

baca bab 12: questions of mariage. karena di dalam buku tersebut tidak secara jelas disebutkan hadis mana yang diacu, maka telusuri sumber yang dipakainya, bisa dipercaya apa tidak.

setelah mencari diskusi dengan permasalahan yang sama maka ketemulah bahasan berikut:

why did the prophet propose to umm hani for marriage?

jawaban dari diskusi tersebut diambil dari sumber ibn ishaq, waqidi, ibn saad, tirmidhi, dan tabari. lalu apakah sumber ibn ishaq, waqidi, ibn saad, tirmidhi, dan tabari bisa dipercaya sepenuhnya? bahasan tentang hal itu bisa dibaca di sini:

the problems with ibn ishaq's sirat rasoul allah (arabic for the life of messenger of allah) and other early sources of islam and prophet muhammad (2009)

intinya bahwa beberapa tulisan yang dibuat pada awal masa islam adalah tidak bisa dipercaya sepenuhnya apabila sumbernya tidak jelas.

yang memiliki sumber lain bisa diutarakan, yang salah dikoreksi, tidak cuma menyalahkan karena ikut-ikutan.

Original Posted By arindus►

kisah rasulullah shallallahu 'alaihi wassallam biasanya dicantumkan nama perawinya dan tentunya perlu ditinjau kembali sanadnya, di ht tsb ndak ada sama sekali perawi haditsnya, ndak dicantumkan juga dikutip dari kitab apa, shahihain kah? kitab-kitab sunan kah? kitab yang mahsyur membahas perihal sirah nabi semisal al bidayah wa nihayah dst kah? ndak ada penjelasnya..

kesimpulannya, jika menceritakan kisah orang pada umumnya saja harus diteliti dahulu keabsahannya, benarkah ceritanya, siapa saja saksinya (yang shahih dapat dipercaya), kemudian apakah saksinya sendiri membenarkan atau tidak, apalagi ini beliau shallallahu 'alaihi wassallam.. ndak boleh sembarangan, apalagi jika ternyata dusta.

Dari Al Mughirah, ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِن كَذِبًا عَلَى لَيْسَ كَكَذِبٍ عَلَى أَحَدٍ ، مَنْ كَذَبَ عَلَى مُتَعَمدًا فَلْيَتَبَوأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النارِ

“Sesungguhnya berdusta atas namaku tidaklah sama dengan berdusta pada selainku. Barangsiapa yang berdusta atas namaku secara sengaja, maka hendaklah dia menempati tempat duduknya di neraka.” (HR. Bukhari no. 1291 dan Muslim no. 4).

inilah bedanya islam dengan agama lain, menjadikan seluruh yang ada didalamnya istimewa.