- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
[Muslim] Hukum lewat di depan orang Shalat
TS
bukanpanastak
[Muslim] Hukum lewat di depan orang Shalat
HUKUM LEWAT DI DEPAN org yg SHALAT
Shalat dgn Menggunakan Sutrah
Tidak ada perbedaan di antara para ulama bahwa lewat di depan sutrah hukumnya tdk mengapa & lewat di tengah-tengah antara org yg shalat dgn sutrahnya hukumnya tdk boleh & org yg melakukannya berdosa (Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyyah, 24/184). Berdasarkan hadits dari Abu Sa’id Al Khudri radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
إذا صلى أحدُكُم إلى شيءٍ يستُرُهُ من الناسِ،فأرادَ أحَدٌ أنْ يَجتازَ بين يديْهِ، فليدفَعْهُ، فإنْ أبى فَليُقاتِلهُ، فإنما هو شيطانٌ
“Jika salah seorang dari kalian shalat menghadap sesuatu yg ia jadikan sutrah thdp org lain, kemudian ada seseorang yg mencoba lewat di antara ia dgn sutrah, maka cegahlah. jika ia enggan dicegah maka tolaklah ia dgn keras, krn sesungguhnya ia adlh setan” (HR. Al Bukhari 509, Muslim 505)
Juga sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:
لَا تُصَل إِلا إِلَى سُتْرَةٍ، وَلَا تَدَعْ أَحَدًا يَمُر بَيْنَ يَدَيْكَ، فَإِنْ أَبَى فَلْتُقَاتِلْهُ؛ فَإِن مَعَهُ الْقَرِينَ
“Janganlah shalat kecuali menghadap sutrah, & jangan biarkan seseorang lewat di depanmu, jika ia enggan dilarang maka tolaklah ia dgn keras, krn sesungguhnya bersamanya ada qarin (setan)” (HR. Ibnu Khuzaimah 800, 820, 841. Al Albani dalam Sifatu Shalatin Nabi (115) mengatakan bahwa sanadnya jayyid, ashl hadist ini terdapat dalam Shahih Muslim).
dgn demikian kita tdk boleh lewat diantara org yg shalat dgn sutrahnya, hendaknya kita mencari jalan di luar sutrah, atau lewat belakang org yg shalat trsbt, atau mencari celah antara org yg shalat, atau cara lain yg tdk melanggar larangan ini.
Shalat Tanpa Menggunakan Sutrah
Demikian juga terlarang lewat di depan org yg sdg shalat walaupun ia tdk menghadap sutrah, org yg melakukannya pun berdosa. Berdasarkan hadits dari Abu Juhaim Al Anshari, bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
لَوْ يَعْلَمُ الْمَار بَيْنَ يَدَيِ الْمُصَلي مَاذَا عَلَيْهِ مِنَ الإثْمِ لَكَانَ أَنْ يَقِفَ أَرْبَعِينَ خَيْرًا لَهُ مِنْ أَنْ يَمُر بَيْنَ يَدَيْهِ
“kamuikan seseorang yg lewat di depan org yg shalat itu mengetahui dosanya perbuatan itu, niscaya diam berdiri selama 40 tahun itu lebih baik baginya dari pada lewat” (HR. Al Bukhari 510, Muslim 507)
Namun para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan lafadz بَيْنَ يَدَيِ الْمُصَلي (di depan org yg shalat) yaitu berapa batasan jarak di depan org shalat yg tdk dibolehkan lewat? Dalam hal ini banyak pendapat yg dinukil dari para ulama:
Tiga hasta dari kaki org yg shalat
Sejauh lemparan batu, dgn lemparan yg biasa, tdk kencang ataupun lemah
Satu langkah dari tempat shalat
Kembali kpd ‘urf, yaitu tergantung pada anggapan orang-orang setempat. Jika sekian adlh jarak yg masih termasuk istilah ‘di hadapan org shalat’, maka itulah jaraknya.
Antara kaki & tempat sujud org yg shalat
yg dikuatkan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin adlh antara kaki & tempat sujud org yg shalat. krn org yg shalat tdk membutuhkan lebih dari jarak trsbt, maka ia tdk berhak untuk menghalangi org yg lewat di luar jarak tadi (Syarhul Mumthi’, 3/246).
dgn demikian jika ingin lewat di depan org yg shalat yg tdk menggunakan sutrah hendaknya lewat diluar jarak sujudnya, & ini hukumnya boleh.
Shalat Berjama’ah
Pada tulisan sebelumnya, telah dijelaskan bahwa para ulama spakat bahwa makmum dalam shalat jama’ah tdk disunnahkan untuk membuat sutrah. Sutrah imam adlh sutrah bagi makmum. Namun apakah boleh seseorang lewat di depan para makmum? Atau bolehkah lewat diantara shaf shalat jama’ah? Dalam hal ini ada dua pendapat diantara para ulama :
Hukumnya tdk boleh, berdasarkan keumuman larangan dalam hadits Abu Juhaim. Selain itu gangguan yg ditimbulkan oleh org yg lewat itu sama baik thdp org yg shalat sendiri maupun berjama’ah.
Hukumnya boleh berdasarkan perbuatan Abdullah bin Abbas radhiallahu’anhu, sebagaimana yg diriwayatkan dalam Shahihain, Ibnu Abbas berkata,
قْبَلْتُ رَاكِبًا عَلَى حِمَارٍ أَتَانٍ وَأَنَا يَوْمَئِذٍ قَدْ نَاهَزْتُ الِاحْتِلَامَ ، وَرَسُولُ اللهِ صَلى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلمَ يُصَلي بِالناسِ بِمِنًى إِلَى غَيْرِ جِدَارٍ ، فَمَرَرْتُ بَيْنَ يَدَيْ بَعْضِ الصف ، فَنَزَلْتُ وَأَرْسَلْتُ الْأَتَانَ تَرْتَعُ ، وَدَخَلْتُ فِي الصف فَلَمْ يُنْكِرْ ذَلِكَ عَلَي أَحَدٌ
“Aku datang dgn menunggang keledai betina. Ketika itu aku hampir menginjak masa baligh. Rasulullah sdg shalat di Mina dgn tdk menghadap ke dinding. Maka aku lewat di depan sebagian shaf. Kemudian aku melepas keledai betina itu supaya mencari makan sesukanya. Lalu aku masuk kembali di tengah shaf & tdk ada seorang pun yg mengingkari perbuatanku itu” (HR. Al Bukhari 76, Muslim 504).
Perbuatan sahabat Nabi, jika diketahui Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam & banyak sahabat namun tdk diingkari, maka itu adlh hujjah (dalil). & ini merupakan sunnah taqririyyah, sunnah yg berasal dari persetujuan Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam thdp sebuah perkataan atau perbuatan. Sehingga sunnah taqririyyah ini merupakan takhsis (pengkhususan) dari dalil umum hadits Abu Juhaim.
yg shahih, boleh lewat di depan para makmum shalat jama’ah, yg melakukan hal ini tdk berdosa dgn dalil perbuatan Ibnu Abbas radhiallahu’anhuma. Namun kamuikan bisa menghindari atau meminimalisir hal ini, itu lebih disukai. krn sebagaimana jika kita shalat tentu kita tdk ingin mendapatkan gangguan sedikit pun, maka hendaknya kita pun berusaha tdk memberikan gangguan pada org lain yg shalat. Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:
لا يؤمنُ أحدُكم حتى يحب لأخيه ما يحب لنفسه
“tidak beriman seseorang sampai ia menyukai sesuatu ada saudaranya sebagaimana ia menyukai sesuatu itu ada pada dirinya”
(lihat Syarhul Mumthi, 3/279).
Shalat Di Masjidil Haram Atau Tempat yg Banyak Dilalui Orang
Apakah boleh lewat di depan org yg shalat di Masjidil Haram? Sebagian ulama membolehkan secara mutlak krn darurat dikarenakan banyaknya & merupakan tempat lalu lalangnya orang-orang dalam rangka thawaf & lainnya. Syaikh Shalih Al Fauzan menyatakan: “demikian juga jika seseorang shalat di Masjidil Haram, maka tdk perlu menghadang org yg lewat di depannya, krn terdapat hadits bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam pernah shalat di Mekkah, orang-orang melewati beliau, ketika itu tdk ada sutrah dihadapan beliau. Hadits ini diriwayatkan oleh Al Khamsah” (Mulakhash Fiqhi, 145).
Sebagian lagi tetap melarang berdasarkan keumuman hadits Abu Juhaim. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin menjelaskan: “Tidak ada perbedaan hukum lewat di depan org shalat baik di Mekkah maupun di selain Mekkah. Inilah pendapat yg shahih. tdk ada hujjah bagi yg mengecualikan larangan ini dgn hadits
أنه كان يُصلي والناسُ يمرون بين يديه، وليس بينهما سُترة
“Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam pernah shalat (di Mekkah), orang-orang melewati beliau, ketika itu tdk ada sutrah dihadapan beliau”
karena dalam hadits ini tedapat perawi yg majhul. Adanya perawi majhul adlh kecacatan bagi hadits. kamuikan hadits ini shahih pun, maka kita bawa kpd kemungkinan bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam shalat di tempat org ber-thawaf. & org yg thawaf itu adlh orang-orang yg lebih berhak berada di tempat thawaf. krn tdk ada tempat lain selain ini. Sedangkan org yg shalat, dia bisa shalat di tempat lain. Adapun org yg thawaf tdk memiliki tempat lain selain sekeliling Ka’bah, sehingga ia lebih berhak. Demikian kamuikan haditsnya shahih. Oleh krn itu Imam Al Bukhari rahimahullah dalam Shahih-nya memberi judul bab “sutrah di Mekkah & tempat lainnya”. Artinya, menurut beliau hukum sutrah di Mekkah & tempat lain itu sama” (Syarhul Mumthi, 3/248). Dari penjelasan beliau ini juga dapat dipahami bahwa jika seseorang shalat di tempat melakukan thawaf maka boleh dilewati, krn org yg thawaf lebih berhak untuk berada di tempat thawaf.
yg paling bagus dalam masalah ini adlh rincian yg dipaparkan oleh Ibnu ‘Abidin rahimahullah & sebagian ulama Malikiyyah, yaitu sebagai berikut:
Jika org yg shalat tdk bersengaja shalat di tempat orang-orang lewat, & terdapat celah yg memungkinkan bagi org yg lewat untuk tdk lewat di depan org shalat, maka org yg lewat tadi berdosa. Sedangkan yg shalat tdk berdosa.
Jika org yg shalat sudah tahu & sengaja shalat di tempat orang-orang biasa lewat, sedangkan tdk ada celah yg memungkinkan untuk lewat selain melewati org shalat, maka dalam hal ini org yg shalat berdosa. Adapun org yg lewat tdk berdosa.
Jika org yg shalat sudah tahu & sengaja shalat di tempat orang-orang biasa lewat, & ada celah yg memungkinkan untuk lewat, maka keduanya berdosa.
Jika org yg shalat tdk bersengaja shalat di tempat orang-orang lewat & tdk ada celah untuk lewat, maka boleh lewat & keduanya tdk berdosa (lihat Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyyah, 24/185).
Perlu dicatat bahwa rincian ini berlaku dalam keadaan tempat shalat yg ramai org berlalu-lalang & banyak org melakukan shalat semisal Masjidil Haram. Adapun di tempat biasa yg tdk terlalu banyak org lalu-lalang, maka tdk ada alasan untuk melewati org yg shalat walaupun kamuikan tdk ada celah & ia ada keperluan untuk melewatinya. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin mengatakan: “Tidak ada perbedaan antara org yg punya keperluan untuk lewat atau pun tdk punya keperluan. krn ia tdk punya hak untuk lewat di depan org yg shalat. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda
لَوْ يَعْلَمُ الْمَار بَيْنَ يَدَيِ الْمُصَلي مَاذَا عَلَيْهِ مِنَ الإثْمِ لَكَانَ أَنْ يَقِفَ أَرْبَعِينَ خَيْرًا لَهُ مِنْ أَنْ يَمُر بَيْنَ يَدَيْهِ
“kamuikan seseorang yg lewat di depan org yg shalat itu mengetahui dosanya perbuatan itu, niscaya diam berdiri selama 40 tahun itu lebih baik baginya dari pada lewat”
arba’in di sini artinya 40 tahun (Syarhul Mumthi’, 3/247). Maka yg patut dilakukan adlh menunggu org yg shalat selesai. Ibnu Rajab mengomentari hadits ini: “ini adlh dalil bahwa berdirinya seseorang selama 40 tahun untuk menunggu adanya jalan agar bisa lewat, itu lebih baik daripada lewat di depan org yg shalat jika ia tdk menemukan jalan lain” (Fathul Baari Libni Rajab, 4/80).
Apakah Shalat Menjadi Batal dgn Adanya Sesuatu yg Lewat?
Shalat bisa menjadi batal jika ia dilewati oleh wanita, atau keledai, atau anjing. Adapun jika yg lewat adlh selain tiga hal ini, maka tdk batal. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
يَقْطَعُ الصلَاةَ، الْمَرْأَةُ، وَالْحِمَارُ، وَالْكَلْبُ، وَيَقِي ذَلِكَ مِثْلُ مُؤْخِرَةِ الرحْلِ
“Lewatnya wanita, keledai & anjing membatalkan shalat. Itu dapat dicegah dgn menghadap pada benda yg setinggi mu’khiratur rahl” (HR. Muslim 511)
anjing yg dimaksud adlh anjing hitam sebagaimana disebutkan dalam riwayat lain:
إذا صلى الرجلُ وليسَ بينَ يدَيهِ كآخرةِ الرحلِ أو كواسطةِ الرحلِ قطعَ صلاتَه الكلبُ الأسودُ والمرأةُ والحمارُ
“Jika salah seorang dari kalian shalat, & ia tdk menghadap sesuatu yg tingginya setinggi ujung pelana atau bagian tengah pelana, maka shalatnya bisa dibatalkan oleh anjing hitam, wanita, & keledai” (HR. Tirmidzi).
Batalnya shalat dalam hal ini berlaku baik jika yg shalat memakai sutrah, lalu wanita, atau keledai, atau anjing lewat di antara ia & sutrahnya, maupun tanpa sutrah namun mereka lewat di daerah sujud org yg shalat. Namun tdk berlaku untuk makmum shalat jama’ah krn sutrah imam adlh sutrah bagi makmum, & makmum tdk disyari’atkan untuk menahan org yg lewat di depannya. Sehingga jika wanita, atau keledai, atau anjing lewat diantara shaf shalat jama’ah maka tdk membatalkan shalat.
Sebagian ulama berpendapat bahwa secara mutlak shalat tdk bisa dibatalkan dgn lewatnya sesuatu, sedangkan hadits di atas maksudnya batal pahala atau kesempurnaan shalatnya. Tentu saja ini merupakan ta’wil yg tdk memiliki dasar. & petunjuk Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam adlh sebaik-baik petunjuk.
Al Lajnah Ad Daimah menyatakan: “ yg shahih, lewatnya hal-hal yg disebutkan itu di depan org yg shalat atau antara ia & sutrahnya itu membatalkan shalatnya. krn terdapat hadits shahih bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: ‘Lewatnya wanita, keledai & anjing membatalkan shalat. Itu dapat dicegah dgn menghadap pada benda yg setinggi mu’khiratur rahl‘. Riwayat Imam Muslim. Sebagian ulama berpendapat bahwa shalat tdk bisa batal dgn hal-hal trsbt. Namun pahalanya berkurang krn berkurangnya seluruh kekhusyukannya atau sebagian kekhusyukannya. Namun yg nampaknya lebih tepat adlh apa yg terdapat dalam hadits, sedangkan pendapat yg kedua tadi merupakan ta’wil yg tdk didasari oleh dalil” (Fatawa Lajnah Daimah, no. 6990 juz 7 hal 82).
Tapi, jika wanita, anjing hitam atau keledai lewat di depan org yg shalat, sedangkan org yg shalat ini sudah mencari tempat yg aman dari org yg lewat, sudah menghadap sutrah, atau ia pun sudah berusaha menghadang & menahan yg lewat tadi dgn sungguh-sungguh namun tetap saja bisa lolos, maka shalat tdk batal. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin menyatakan: “(jika wanita lewat) secara zhahir shalatnya batal, & wajib diulang. Namun menurut saya, ada sesuatu yg kurang tepat dalam pendapat ini. krn seorang yg melakukan shalat, ketika ia sudah melakukan apa saja yg diperintahkan oleh syari’at, lalu datang perkara yg bukan atas kehendaknya, & ini pun bukan krn tafrith (lalai) ataupun tahawun (menyepelekan), bagaimana mungkin kita mengatakan ibadahnya batal krn sebab perbuatan pihak lain? krn yg berdosa adlh yg lewat. Adapun jika hal itu terjadi krn menyepelekan atau lalai sebagaimana dilakukan kebanyakan orang, maka shalatnya batal tanpa keraguan” (Syarhul Mumthi’, 3/239). Inilah pendapat yg kami anggap sebagai pendapat yg lebih pertengahan dalam hal ini.
Mungkin ada yg bertanya, “bagaimana dgn wanita? apakah shalat seorang wanita batal jika dilewati wanita lain?”. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin pernah ditanya pertanyaan serupa, beliau menjawab: “iya, batal. krn tdk ada perbedaan hukum antara lelaki & wanita kecuali ada dalil yg menyatakan berbeda hukumnya. Namun jika wanita trsbt lewat di luar sutrah jika ada sutrah, atau di luar sajadah jika shalatnya pakai sajadah, atau di luar area sujud jika tdk pakai sutrah & sajadah, maka ini tdk mengapa & tdk membatalkan” (Majmu’ Fatawa war Rasail Syaikh Ibnu Al ‘Utsaimin, 13/318).
Hukum Menghalangi org Lewat
Disyariatkan bagi org yg shalat untuk menahan atau menghalangi org yg lewat di depannya. Baik ia memakai sutrah maupun tidak. Dalilnya hadits Abu Sa’id Al Khudri radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
إذا صلى أحدُكُم إلى شيءٍ يستُرُهُ من الناسِ،فأرادَ أحَدٌ أنْ يَجتازَ بين يديْهِ، فليدفَعْهُ، فإنْ أبى فَليُقاتِلهُ، فإنما هو شيطانٌ
“Jika salah seorang dari kalian shalat menghadap sesuatu yg ia jadikan sutrah thdp org lain, kemudian ada seseorang yg mencoba lewat di antara ia dgn sutrah, maka cegahlah. jika ia enggan dicegah maka perangilah ia, krn sesungguhnya ia adlh setan” (HR. Al Bukhari 509)
Sebagian ulama berdalil dgn mafhum hadits ini, bahwa yg disyariatkan untuk menahan org yg lewat adlh jika shalatnya memakai sutrah. Pendapat ini tdk tepat krn dalam riwayat yg lain Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam memerintahkan untuk menghalangi org yg lewat secara mutlak.
إذا كان أحدُكم يصلى فلا يدعُ أحدًا يمر بين يدَيه . وليدرَأْه ما استَطاع . فإن أبى فلْيقاتِلْه . فإنما هو شيطانٌ
“Jika seorang di antara kalian shalat, jangan biarkan seseorang lewat di depannya. Tahanlah ia sebisa mungkin. Jika ia enggan ditahan maka perangilah ia, krn sesungguhnya itu setan” (HR. Muslim 505. 506).
Namun para ulama berbeda pendapat mengenai hukum menahan org yg lewat ketika sdg shalat, apakah wajib atau tidak? krn lafadz-lafadz hadits mengenai hal ini menggunakan lafadz perintah, yaitu فليدفَعْهُ (cegahlah) & وليدرَأْه (tahanlah) atau semacamnya, maka pada asalnya menghasilkan hukum wajib. Ini adlh salah satu riwayat dari pendapat Imam Ahmad. Lebih diperkuat lagi wajibnya krn diperintahkan untuk memerangi org yg enggan dicegah untuk lewat (lihat Syarhul Mumthi’, 3/244).
Sedangkan jumhur ulama berpendapat hukumnya sunnah krn sibuk menahan org yg lewat dapat menghilangkan tujuan dari shalat yaitu khusyuk & tadabbur. Selain itu juga adanya perbedaan hukum melewati org yg shalat, sebagaimana telah dijelaskan, mengisyaratkan tdk wajibnya menahan org yg lewat. Ini adlh pendapat Syafi’iyyah, Malikiyyah, Hanafiyyah (Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyyah, 24/187) & serta pendapat mu’tamad madzhab Hambali (Syarhul Mumthi’, 3/243).
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin memaparkan kompromi yg bagus antara yg mewajibkan secara mutlak dgn yg mensunnahkan secara mutlak: “Dapat kita bawa kpd kompromi berikut: perlu dibedakan antara lewat yg membatalkan shalat dgn yg tdk sampai membatalkan shalat. Jika lewatnya trsbt membuat shalat batal, maka wajib ditahan. Namun jika tdk sampai membatalkan shalat, maka tdk wajib (sunnah) untuk ditahan. krn dalam kondisi ini, adanya yg lewat trsbt maksimal hanya membuat shalat kurang sempurna, tdk sampai membatalkan. Berbeda halnya jika adanya yg lewat tadi dapat membatalkan shalat. Lebih lagi jika shalatnya adlh shalat fardhu, jika kamu membiarkan sesuatu lewat hingga membatalkan shalat kamu sama saja kamu sengaja membatalkan shalat. & hukum asal membatalkan shalat fardhu adlh haram” (Syarhul Mumthi’, 3/245).
Cara Menahan org yg Lewat
Sebagaimana hadits yg telah disebutkan, disebutkan cara menahan org yg lewat adlh
وليدرَأْه ما استَطاع . فإن أبى فلْيقاتِلْه
“Tahanlah ia sebisa mungkin. Jika ia enggan ditahan maka perangilah ia”
Maksudnya ketika lewat pertama kali, maka tahanlah dgn cara yg ringan namun cukup untuk menahannya. Jika ia berusaha untuk lewat kedua kalinya, maka tahanlah dgn lebih bersungguh-sungguh. Sebagaimana perbuatan seorang sahabat Nabi, Abu Sa’id Al Khudri radhiallahu’anhu:
بينما أنا مع أبي سعيدٍ يصلي يومَ الجمعةِ إلى شيءٍ يَستُرُه من الناسِ, إذ جاء رجلٌ شابٌ من بني أبي مُعْيطٍ, أراد أن يجتازَ بين يديه , فدَفَعَ في نحرِه , فنظر فلم يجد مساغًا إلا بين يديْ أبي سعيدٍ, فعاد فدَفَعَ في نحرِه أشد من الدفعةِ الأولى , فمثلَ قائمًا, فنال من أبي سعيدٍ , ثم زاحم الناسَ ، فخرج فدخل على مرْوانَ , فشكا إليه ما لقي قال ودخل أبو سعيدٍ على مرْوانَ , فقال له مرْوانُ: ما لك ولابنِ أخيك ؟ جاء يشكوك , فقال أبو سعيدٍ: سمعتُ رسولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يقولُ : إذا صلى أحدُكم إلى شيءٍ يَستُرُه من الناسِ، فأراد أحدٌ أن يجتازَ بين يديه, فلْيدْفعْ في نحرِه, فإن أبى فليقاتِلْه , فإنما هو شيطانٌ
“aku (Abu Shalih; perawi hadits) ketika itu bersama yg Abu Sa’id sdg shalat pada hari Jum’at dgn menghadap sutrah. Kemudian datang seorang pemuda dari Bani Abi Mu’yath hendak lewat di depan beliau. Kemudian beliau pun menahannya di lehernya. Lalu pemuda itu melihat-lihat sekeliling, namun ia tdk melihat celah lain selain melewati Abu Sa’id. Sehingga pemuda itu pun berusaha lewat lagi untuk kedua kalinya. Abu Sa’id lalu menahannya lagi pada lehernya namun lebih sungguh-sungguh dari yg pertama. Akhirnya pemuda itu berdiri sambil mencela Abu Said. Setelah itu dia memilih untuk membelah kerumunan manusia. Pemuda tadi pergi ke rumah Marwan (gubernur Madinah saat itu). Ia menyampaikan keluhannya kpd Marwan. Lalu Abu Sa’id pun datang kpd Marwan. Lalu Abu Sa’id pun datang kpd Marwan. Marwan bertanya kpdnya: ‘Apa yg telah kau lakukan kpd anak saudaramu sampai ia datang mengeluh padaku?’ Lalu Abu Sa’id berkata, aku mendengar Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Jika salah seorang dari kalian shalat menghadap sesuatu yg ia jadikan sutrah thdp org lain, kemudian ada seseorang yg mencoba lewat di antara ia dgn sutrah, maka cegahlah di lehernya. Jika ia enggan dicegah maka perangilah ia, krn sesungguhnya ia adlh setan’” (HR. Muslim 505)
[SPOILER=Sumber]http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/sutrah-shalat-4-hukum-lewat-di-depan-orang-yang-sedang-shalat.html]
Spoiler for SHOW:
Shalat dgn Menggunakan Sutrah
Tidak ada perbedaan di antara para ulama bahwa lewat di depan sutrah hukumnya tdk mengapa & lewat di tengah-tengah antara org yg shalat dgn sutrahnya hukumnya tdk boleh & org yg melakukannya berdosa (Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyyah, 24/184). Berdasarkan hadits dari Abu Sa’id Al Khudri radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
إذا صلى أحدُكُم إلى شيءٍ يستُرُهُ من الناسِ،فأرادَ أحَدٌ أنْ يَجتازَ بين يديْهِ، فليدفَعْهُ، فإنْ أبى فَليُقاتِلهُ، فإنما هو شيطانٌ
“Jika salah seorang dari kalian shalat menghadap sesuatu yg ia jadikan sutrah thdp org lain, kemudian ada seseorang yg mencoba lewat di antara ia dgn sutrah, maka cegahlah. jika ia enggan dicegah maka tolaklah ia dgn keras, krn sesungguhnya ia adlh setan” (HR. Al Bukhari 509, Muslim 505)
Juga sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:
لَا تُصَل إِلا إِلَى سُتْرَةٍ، وَلَا تَدَعْ أَحَدًا يَمُر بَيْنَ يَدَيْكَ، فَإِنْ أَبَى فَلْتُقَاتِلْهُ؛ فَإِن مَعَهُ الْقَرِينَ
“Janganlah shalat kecuali menghadap sutrah, & jangan biarkan seseorang lewat di depanmu, jika ia enggan dilarang maka tolaklah ia dgn keras, krn sesungguhnya bersamanya ada qarin (setan)” (HR. Ibnu Khuzaimah 800, 820, 841. Al Albani dalam Sifatu Shalatin Nabi (115) mengatakan bahwa sanadnya jayyid, ashl hadist ini terdapat dalam Shahih Muslim).
dgn demikian kita tdk boleh lewat diantara org yg shalat dgn sutrahnya, hendaknya kita mencari jalan di luar sutrah, atau lewat belakang org yg shalat trsbt, atau mencari celah antara org yg shalat, atau cara lain yg tdk melanggar larangan ini.
Shalat Tanpa Menggunakan Sutrah
Demikian juga terlarang lewat di depan org yg sdg shalat walaupun ia tdk menghadap sutrah, org yg melakukannya pun berdosa. Berdasarkan hadits dari Abu Juhaim Al Anshari, bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
لَوْ يَعْلَمُ الْمَار بَيْنَ يَدَيِ الْمُصَلي مَاذَا عَلَيْهِ مِنَ الإثْمِ لَكَانَ أَنْ يَقِفَ أَرْبَعِينَ خَيْرًا لَهُ مِنْ أَنْ يَمُر بَيْنَ يَدَيْهِ
“kamuikan seseorang yg lewat di depan org yg shalat itu mengetahui dosanya perbuatan itu, niscaya diam berdiri selama 40 tahun itu lebih baik baginya dari pada lewat” (HR. Al Bukhari 510, Muslim 507)
Namun para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan lafadz بَيْنَ يَدَيِ الْمُصَلي (di depan org yg shalat) yaitu berapa batasan jarak di depan org shalat yg tdk dibolehkan lewat? Dalam hal ini banyak pendapat yg dinukil dari para ulama:
Tiga hasta dari kaki org yg shalat
Sejauh lemparan batu, dgn lemparan yg biasa, tdk kencang ataupun lemah
Satu langkah dari tempat shalat
Kembali kpd ‘urf, yaitu tergantung pada anggapan orang-orang setempat. Jika sekian adlh jarak yg masih termasuk istilah ‘di hadapan org shalat’, maka itulah jaraknya.
Antara kaki & tempat sujud org yg shalat
yg dikuatkan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin adlh antara kaki & tempat sujud org yg shalat. krn org yg shalat tdk membutuhkan lebih dari jarak trsbt, maka ia tdk berhak untuk menghalangi org yg lewat di luar jarak tadi (Syarhul Mumthi’, 3/246).
dgn demikian jika ingin lewat di depan org yg shalat yg tdk menggunakan sutrah hendaknya lewat diluar jarak sujudnya, & ini hukumnya boleh.
Shalat Berjama’ah
Pada tulisan sebelumnya, telah dijelaskan bahwa para ulama spakat bahwa makmum dalam shalat jama’ah tdk disunnahkan untuk membuat sutrah. Sutrah imam adlh sutrah bagi makmum. Namun apakah boleh seseorang lewat di depan para makmum? Atau bolehkah lewat diantara shaf shalat jama’ah? Dalam hal ini ada dua pendapat diantara para ulama :
Hukumnya tdk boleh, berdasarkan keumuman larangan dalam hadits Abu Juhaim. Selain itu gangguan yg ditimbulkan oleh org yg lewat itu sama baik thdp org yg shalat sendiri maupun berjama’ah.
Hukumnya boleh berdasarkan perbuatan Abdullah bin Abbas radhiallahu’anhu, sebagaimana yg diriwayatkan dalam Shahihain, Ibnu Abbas berkata,
قْبَلْتُ رَاكِبًا عَلَى حِمَارٍ أَتَانٍ وَأَنَا يَوْمَئِذٍ قَدْ نَاهَزْتُ الِاحْتِلَامَ ، وَرَسُولُ اللهِ صَلى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلمَ يُصَلي بِالناسِ بِمِنًى إِلَى غَيْرِ جِدَارٍ ، فَمَرَرْتُ بَيْنَ يَدَيْ بَعْضِ الصف ، فَنَزَلْتُ وَأَرْسَلْتُ الْأَتَانَ تَرْتَعُ ، وَدَخَلْتُ فِي الصف فَلَمْ يُنْكِرْ ذَلِكَ عَلَي أَحَدٌ
“Aku datang dgn menunggang keledai betina. Ketika itu aku hampir menginjak masa baligh. Rasulullah sdg shalat di Mina dgn tdk menghadap ke dinding. Maka aku lewat di depan sebagian shaf. Kemudian aku melepas keledai betina itu supaya mencari makan sesukanya. Lalu aku masuk kembali di tengah shaf & tdk ada seorang pun yg mengingkari perbuatanku itu” (HR. Al Bukhari 76, Muslim 504).
Perbuatan sahabat Nabi, jika diketahui Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam & banyak sahabat namun tdk diingkari, maka itu adlh hujjah (dalil). & ini merupakan sunnah taqririyyah, sunnah yg berasal dari persetujuan Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam thdp sebuah perkataan atau perbuatan. Sehingga sunnah taqririyyah ini merupakan takhsis (pengkhususan) dari dalil umum hadits Abu Juhaim.
yg shahih, boleh lewat di depan para makmum shalat jama’ah, yg melakukan hal ini tdk berdosa dgn dalil perbuatan Ibnu Abbas radhiallahu’anhuma. Namun kamuikan bisa menghindari atau meminimalisir hal ini, itu lebih disukai. krn sebagaimana jika kita shalat tentu kita tdk ingin mendapatkan gangguan sedikit pun, maka hendaknya kita pun berusaha tdk memberikan gangguan pada org lain yg shalat. Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:
لا يؤمنُ أحدُكم حتى يحب لأخيه ما يحب لنفسه
“tidak beriman seseorang sampai ia menyukai sesuatu ada saudaranya sebagaimana ia menyukai sesuatu itu ada pada dirinya”
(lihat Syarhul Mumthi, 3/279).
Shalat Di Masjidil Haram Atau Tempat yg Banyak Dilalui Orang
Apakah boleh lewat di depan org yg shalat di Masjidil Haram? Sebagian ulama membolehkan secara mutlak krn darurat dikarenakan banyaknya & merupakan tempat lalu lalangnya orang-orang dalam rangka thawaf & lainnya. Syaikh Shalih Al Fauzan menyatakan: “demikian juga jika seseorang shalat di Masjidil Haram, maka tdk perlu menghadang org yg lewat di depannya, krn terdapat hadits bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam pernah shalat di Mekkah, orang-orang melewati beliau, ketika itu tdk ada sutrah dihadapan beliau. Hadits ini diriwayatkan oleh Al Khamsah” (Mulakhash Fiqhi, 145).
Sebagian lagi tetap melarang berdasarkan keumuman hadits Abu Juhaim. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin menjelaskan: “Tidak ada perbedaan hukum lewat di depan org shalat baik di Mekkah maupun di selain Mekkah. Inilah pendapat yg shahih. tdk ada hujjah bagi yg mengecualikan larangan ini dgn hadits
أنه كان يُصلي والناسُ يمرون بين يديه، وليس بينهما سُترة
“Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam pernah shalat (di Mekkah), orang-orang melewati beliau, ketika itu tdk ada sutrah dihadapan beliau”
karena dalam hadits ini tedapat perawi yg majhul. Adanya perawi majhul adlh kecacatan bagi hadits. kamuikan hadits ini shahih pun, maka kita bawa kpd kemungkinan bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam shalat di tempat org ber-thawaf. & org yg thawaf itu adlh orang-orang yg lebih berhak berada di tempat thawaf. krn tdk ada tempat lain selain ini. Sedangkan org yg shalat, dia bisa shalat di tempat lain. Adapun org yg thawaf tdk memiliki tempat lain selain sekeliling Ka’bah, sehingga ia lebih berhak. Demikian kamuikan haditsnya shahih. Oleh krn itu Imam Al Bukhari rahimahullah dalam Shahih-nya memberi judul bab “sutrah di Mekkah & tempat lainnya”. Artinya, menurut beliau hukum sutrah di Mekkah & tempat lain itu sama” (Syarhul Mumthi, 3/248). Dari penjelasan beliau ini juga dapat dipahami bahwa jika seseorang shalat di tempat melakukan thawaf maka boleh dilewati, krn org yg thawaf lebih berhak untuk berada di tempat thawaf.
yg paling bagus dalam masalah ini adlh rincian yg dipaparkan oleh Ibnu ‘Abidin rahimahullah & sebagian ulama Malikiyyah, yaitu sebagai berikut:
Jika org yg shalat tdk bersengaja shalat di tempat orang-orang lewat, & terdapat celah yg memungkinkan bagi org yg lewat untuk tdk lewat di depan org shalat, maka org yg lewat tadi berdosa. Sedangkan yg shalat tdk berdosa.
Jika org yg shalat sudah tahu & sengaja shalat di tempat orang-orang biasa lewat, sedangkan tdk ada celah yg memungkinkan untuk lewat selain melewati org shalat, maka dalam hal ini org yg shalat berdosa. Adapun org yg lewat tdk berdosa.
Jika org yg shalat sudah tahu & sengaja shalat di tempat orang-orang biasa lewat, & ada celah yg memungkinkan untuk lewat, maka keduanya berdosa.
Jika org yg shalat tdk bersengaja shalat di tempat orang-orang lewat & tdk ada celah untuk lewat, maka boleh lewat & keduanya tdk berdosa (lihat Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyyah, 24/185).
Perlu dicatat bahwa rincian ini berlaku dalam keadaan tempat shalat yg ramai org berlalu-lalang & banyak org melakukan shalat semisal Masjidil Haram. Adapun di tempat biasa yg tdk terlalu banyak org lalu-lalang, maka tdk ada alasan untuk melewati org yg shalat walaupun kamuikan tdk ada celah & ia ada keperluan untuk melewatinya. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin mengatakan: “Tidak ada perbedaan antara org yg punya keperluan untuk lewat atau pun tdk punya keperluan. krn ia tdk punya hak untuk lewat di depan org yg shalat. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda
لَوْ يَعْلَمُ الْمَار بَيْنَ يَدَيِ الْمُصَلي مَاذَا عَلَيْهِ مِنَ الإثْمِ لَكَانَ أَنْ يَقِفَ أَرْبَعِينَ خَيْرًا لَهُ مِنْ أَنْ يَمُر بَيْنَ يَدَيْهِ
“kamuikan seseorang yg lewat di depan org yg shalat itu mengetahui dosanya perbuatan itu, niscaya diam berdiri selama 40 tahun itu lebih baik baginya dari pada lewat”
arba’in di sini artinya 40 tahun (Syarhul Mumthi’, 3/247). Maka yg patut dilakukan adlh menunggu org yg shalat selesai. Ibnu Rajab mengomentari hadits ini: “ini adlh dalil bahwa berdirinya seseorang selama 40 tahun untuk menunggu adanya jalan agar bisa lewat, itu lebih baik daripada lewat di depan org yg shalat jika ia tdk menemukan jalan lain” (Fathul Baari Libni Rajab, 4/80).
Apakah Shalat Menjadi Batal dgn Adanya Sesuatu yg Lewat?
Shalat bisa menjadi batal jika ia dilewati oleh wanita, atau keledai, atau anjing. Adapun jika yg lewat adlh selain tiga hal ini, maka tdk batal. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
يَقْطَعُ الصلَاةَ، الْمَرْأَةُ، وَالْحِمَارُ، وَالْكَلْبُ، وَيَقِي ذَلِكَ مِثْلُ مُؤْخِرَةِ الرحْلِ
“Lewatnya wanita, keledai & anjing membatalkan shalat. Itu dapat dicegah dgn menghadap pada benda yg setinggi mu’khiratur rahl” (HR. Muslim 511)
anjing yg dimaksud adlh anjing hitam sebagaimana disebutkan dalam riwayat lain:
إذا صلى الرجلُ وليسَ بينَ يدَيهِ كآخرةِ الرحلِ أو كواسطةِ الرحلِ قطعَ صلاتَه الكلبُ الأسودُ والمرأةُ والحمارُ
“Jika salah seorang dari kalian shalat, & ia tdk menghadap sesuatu yg tingginya setinggi ujung pelana atau bagian tengah pelana, maka shalatnya bisa dibatalkan oleh anjing hitam, wanita, & keledai” (HR. Tirmidzi).
Batalnya shalat dalam hal ini berlaku baik jika yg shalat memakai sutrah, lalu wanita, atau keledai, atau anjing lewat di antara ia & sutrahnya, maupun tanpa sutrah namun mereka lewat di daerah sujud org yg shalat. Namun tdk berlaku untuk makmum shalat jama’ah krn sutrah imam adlh sutrah bagi makmum, & makmum tdk disyari’atkan untuk menahan org yg lewat di depannya. Sehingga jika wanita, atau keledai, atau anjing lewat diantara shaf shalat jama’ah maka tdk membatalkan shalat.
Sebagian ulama berpendapat bahwa secara mutlak shalat tdk bisa dibatalkan dgn lewatnya sesuatu, sedangkan hadits di atas maksudnya batal pahala atau kesempurnaan shalatnya. Tentu saja ini merupakan ta’wil yg tdk memiliki dasar. & petunjuk Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam adlh sebaik-baik petunjuk.
Al Lajnah Ad Daimah menyatakan: “ yg shahih, lewatnya hal-hal yg disebutkan itu di depan org yg shalat atau antara ia & sutrahnya itu membatalkan shalatnya. krn terdapat hadits shahih bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: ‘Lewatnya wanita, keledai & anjing membatalkan shalat. Itu dapat dicegah dgn menghadap pada benda yg setinggi mu’khiratur rahl‘. Riwayat Imam Muslim. Sebagian ulama berpendapat bahwa shalat tdk bisa batal dgn hal-hal trsbt. Namun pahalanya berkurang krn berkurangnya seluruh kekhusyukannya atau sebagian kekhusyukannya. Namun yg nampaknya lebih tepat adlh apa yg terdapat dalam hadits, sedangkan pendapat yg kedua tadi merupakan ta’wil yg tdk didasari oleh dalil” (Fatawa Lajnah Daimah, no. 6990 juz 7 hal 82).
Tapi, jika wanita, anjing hitam atau keledai lewat di depan org yg shalat, sedangkan org yg shalat ini sudah mencari tempat yg aman dari org yg lewat, sudah menghadap sutrah, atau ia pun sudah berusaha menghadang & menahan yg lewat tadi dgn sungguh-sungguh namun tetap saja bisa lolos, maka shalat tdk batal. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin menyatakan: “(jika wanita lewat) secara zhahir shalatnya batal, & wajib diulang. Namun menurut saya, ada sesuatu yg kurang tepat dalam pendapat ini. krn seorang yg melakukan shalat, ketika ia sudah melakukan apa saja yg diperintahkan oleh syari’at, lalu datang perkara yg bukan atas kehendaknya, & ini pun bukan krn tafrith (lalai) ataupun tahawun (menyepelekan), bagaimana mungkin kita mengatakan ibadahnya batal krn sebab perbuatan pihak lain? krn yg berdosa adlh yg lewat. Adapun jika hal itu terjadi krn menyepelekan atau lalai sebagaimana dilakukan kebanyakan orang, maka shalatnya batal tanpa keraguan” (Syarhul Mumthi’, 3/239). Inilah pendapat yg kami anggap sebagai pendapat yg lebih pertengahan dalam hal ini.
Mungkin ada yg bertanya, “bagaimana dgn wanita? apakah shalat seorang wanita batal jika dilewati wanita lain?”. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin pernah ditanya pertanyaan serupa, beliau menjawab: “iya, batal. krn tdk ada perbedaan hukum antara lelaki & wanita kecuali ada dalil yg menyatakan berbeda hukumnya. Namun jika wanita trsbt lewat di luar sutrah jika ada sutrah, atau di luar sajadah jika shalatnya pakai sajadah, atau di luar area sujud jika tdk pakai sutrah & sajadah, maka ini tdk mengapa & tdk membatalkan” (Majmu’ Fatawa war Rasail Syaikh Ibnu Al ‘Utsaimin, 13/318).
Hukum Menghalangi org Lewat
Disyariatkan bagi org yg shalat untuk menahan atau menghalangi org yg lewat di depannya. Baik ia memakai sutrah maupun tidak. Dalilnya hadits Abu Sa’id Al Khudri radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
إذا صلى أحدُكُم إلى شيءٍ يستُرُهُ من الناسِ،فأرادَ أحَدٌ أنْ يَجتازَ بين يديْهِ، فليدفَعْهُ، فإنْ أبى فَليُقاتِلهُ، فإنما هو شيطانٌ
“Jika salah seorang dari kalian shalat menghadap sesuatu yg ia jadikan sutrah thdp org lain, kemudian ada seseorang yg mencoba lewat di antara ia dgn sutrah, maka cegahlah. jika ia enggan dicegah maka perangilah ia, krn sesungguhnya ia adlh setan” (HR. Al Bukhari 509)
Sebagian ulama berdalil dgn mafhum hadits ini, bahwa yg disyariatkan untuk menahan org yg lewat adlh jika shalatnya memakai sutrah. Pendapat ini tdk tepat krn dalam riwayat yg lain Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam memerintahkan untuk menghalangi org yg lewat secara mutlak.
إذا كان أحدُكم يصلى فلا يدعُ أحدًا يمر بين يدَيه . وليدرَأْه ما استَطاع . فإن أبى فلْيقاتِلْه . فإنما هو شيطانٌ
“Jika seorang di antara kalian shalat, jangan biarkan seseorang lewat di depannya. Tahanlah ia sebisa mungkin. Jika ia enggan ditahan maka perangilah ia, krn sesungguhnya itu setan” (HR. Muslim 505. 506).
Namun para ulama berbeda pendapat mengenai hukum menahan org yg lewat ketika sdg shalat, apakah wajib atau tidak? krn lafadz-lafadz hadits mengenai hal ini menggunakan lafadz perintah, yaitu فليدفَعْهُ (cegahlah) & وليدرَأْه (tahanlah) atau semacamnya, maka pada asalnya menghasilkan hukum wajib. Ini adlh salah satu riwayat dari pendapat Imam Ahmad. Lebih diperkuat lagi wajibnya krn diperintahkan untuk memerangi org yg enggan dicegah untuk lewat (lihat Syarhul Mumthi’, 3/244).
Sedangkan jumhur ulama berpendapat hukumnya sunnah krn sibuk menahan org yg lewat dapat menghilangkan tujuan dari shalat yaitu khusyuk & tadabbur. Selain itu juga adanya perbedaan hukum melewati org yg shalat, sebagaimana telah dijelaskan, mengisyaratkan tdk wajibnya menahan org yg lewat. Ini adlh pendapat Syafi’iyyah, Malikiyyah, Hanafiyyah (Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyyah, 24/187) & serta pendapat mu’tamad madzhab Hambali (Syarhul Mumthi’, 3/243).
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin memaparkan kompromi yg bagus antara yg mewajibkan secara mutlak dgn yg mensunnahkan secara mutlak: “Dapat kita bawa kpd kompromi berikut: perlu dibedakan antara lewat yg membatalkan shalat dgn yg tdk sampai membatalkan shalat. Jika lewatnya trsbt membuat shalat batal, maka wajib ditahan. Namun jika tdk sampai membatalkan shalat, maka tdk wajib (sunnah) untuk ditahan. krn dalam kondisi ini, adanya yg lewat trsbt maksimal hanya membuat shalat kurang sempurna, tdk sampai membatalkan. Berbeda halnya jika adanya yg lewat tadi dapat membatalkan shalat. Lebih lagi jika shalatnya adlh shalat fardhu, jika kamu membiarkan sesuatu lewat hingga membatalkan shalat kamu sama saja kamu sengaja membatalkan shalat. & hukum asal membatalkan shalat fardhu adlh haram” (Syarhul Mumthi’, 3/245).
Cara Menahan org yg Lewat
Sebagaimana hadits yg telah disebutkan, disebutkan cara menahan org yg lewat adlh
وليدرَأْه ما استَطاع . فإن أبى فلْيقاتِلْه
“Tahanlah ia sebisa mungkin. Jika ia enggan ditahan maka perangilah ia”
Maksudnya ketika lewat pertama kali, maka tahanlah dgn cara yg ringan namun cukup untuk menahannya. Jika ia berusaha untuk lewat kedua kalinya, maka tahanlah dgn lebih bersungguh-sungguh. Sebagaimana perbuatan seorang sahabat Nabi, Abu Sa’id Al Khudri radhiallahu’anhu:
بينما أنا مع أبي سعيدٍ يصلي يومَ الجمعةِ إلى شيءٍ يَستُرُه من الناسِ, إذ جاء رجلٌ شابٌ من بني أبي مُعْيطٍ, أراد أن يجتازَ بين يديه , فدَفَعَ في نحرِه , فنظر فلم يجد مساغًا إلا بين يديْ أبي سعيدٍ, فعاد فدَفَعَ في نحرِه أشد من الدفعةِ الأولى , فمثلَ قائمًا, فنال من أبي سعيدٍ , ثم زاحم الناسَ ، فخرج فدخل على مرْوانَ , فشكا إليه ما لقي قال ودخل أبو سعيدٍ على مرْوانَ , فقال له مرْوانُ: ما لك ولابنِ أخيك ؟ جاء يشكوك , فقال أبو سعيدٍ: سمعتُ رسولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يقولُ : إذا صلى أحدُكم إلى شيءٍ يَستُرُه من الناسِ، فأراد أحدٌ أن يجتازَ بين يديه, فلْيدْفعْ في نحرِه, فإن أبى فليقاتِلْه , فإنما هو شيطانٌ
“aku (Abu Shalih; perawi hadits) ketika itu bersama yg Abu Sa’id sdg shalat pada hari Jum’at dgn menghadap sutrah. Kemudian datang seorang pemuda dari Bani Abi Mu’yath hendak lewat di depan beliau. Kemudian beliau pun menahannya di lehernya. Lalu pemuda itu melihat-lihat sekeliling, namun ia tdk melihat celah lain selain melewati Abu Sa’id. Sehingga pemuda itu pun berusaha lewat lagi untuk kedua kalinya. Abu Sa’id lalu menahannya lagi pada lehernya namun lebih sungguh-sungguh dari yg pertama. Akhirnya pemuda itu berdiri sambil mencela Abu Said. Setelah itu dia memilih untuk membelah kerumunan manusia. Pemuda tadi pergi ke rumah Marwan (gubernur Madinah saat itu). Ia menyampaikan keluhannya kpd Marwan. Lalu Abu Sa’id pun datang kpd Marwan. Lalu Abu Sa’id pun datang kpd Marwan. Marwan bertanya kpdnya: ‘Apa yg telah kau lakukan kpd anak saudaramu sampai ia datang mengeluh padaku?’ Lalu Abu Sa’id berkata, aku mendengar Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Jika salah seorang dari kalian shalat menghadap sesuatu yg ia jadikan sutrah thdp org lain, kemudian ada seseorang yg mencoba lewat di antara ia dgn sutrah, maka cegahlah di lehernya. Jika ia enggan dicegah maka perangilah ia, krn sesungguhnya ia adlh setan’” (HR. Muslim 505)
[SPOILER=Sumber]http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/sutrah-shalat-4-hukum-lewat-di-depan-orang-yang-sedang-shalat.html]
Diubah oleh bukanpanastak 17-10-2014 06:15
0
4.7K
Kutip
15
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan