Foto Ilustrasi: Suntik Kebiri Bagi Penjahat Seksual

Peraturan pemberatan hukuman untuk pelaku pemerkosa telah disahkan. Hukuman kebiri kimia telah disepakati. Namun, dalam Perppu Nomor 1/2016 tentang perubahan kedua Undang-undang Nomor 23/2002 tentang Perlindungan Anak tersebut tidak dirincikan siapa yang akan mengeksekusi pelaku.

Siapa yang akan mengeksekusi? Apakah dokter? Ketua Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) Pusat Dr dr Prijo Sidipratomo SpRad(K) terang-terangan menolak. ‘’Kalau menggunakan tenaga dokter untuk melakukannya, sangat bertentangan dengan kode etik,’’ katanya.

Bukan tanpa alasan, dalam Kode Etik Kedokteran Pasal 11, setiap dokter wajib senantiasa mengingat kewajiban dirinya dalam melindungi hidup insani. Dalam penjelasanya, seorang dokter harus mengerahkan segala kemampuannya untuk memelihara kehidupan alamiah pasiennya dan tidak untuk mengakhirinya.

Dilansir Riau pos, Bagi Prijo, bukannya dia tidak mendukung adanya hukuman untuk pelaku kekerasan seksual pada anak-anak. Namun yang dia inginkan adalah bagaimana keputusan tersebut tidak melanggar kode etik lembaganya. ‘’Saya malah setuju kalau ada hukuman mati atau yang lainnya. Tapi kalau kebiri dan melibatkan dokter, saya menolak,’’ ungkapnya.

Hal senada juga diutarakan oleh Seksolog Indonesia, dr Boyke Dian Nugraha. “Walau dibayar mahal sekali pun, saya tidak akan mungkin melakukan kebiri atau mengeksekusi pelaku,”katanya.

“Kebiri itu memberikan banyak dampak. Insulin akan naik, payudara akan tumbuh seperti wanita, belum lagi kalau ia depresi, tentu ada peluang untuk melakukan bunuh diri,” lanjut Boyke.


sumber

http://pojoksatu.id/news/kesehatan/2...adi-eksekutor/