BeritagarIDAvatar border
TS
MOD
BeritagarID
Rencana pemasangan mikrocip terhadap pemerkosa anak

Seorang aktivis mengangkat poster berisi pernyataan solidaritas untuk YY di Bundaran HI, Jakarta, Minggu (8/5).
Pemerintah tengah mematangkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang kekerasan seksual terhadap anak. Rancangan Perppu itu, antara lain memuat hukuman kebiri, dan ancaman penjara maksimal hingga 20 tahuh.

Selain itu, ada juga hukuman tambahan berupa pemberian gelang mikrochip (mikrocip), dan publikasi identitas. Gelang mikrocip itu diklaim akan memantau gerak-gerik pemerkosa anak.

"Mikrocip akan dipasang sebelum pelaku dibebaskan dari penjara, dan diperlukan untuk memantau serta menemukan mereka setelah mereka dibebaskan," kata Asrorun Niam Sholeh, Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak, yang turut terlibat dalam diskusi penyusunan rancangan Perppu itu, seperti dilansir AFP (via The Star).

Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, menjelaskan bahwa hukuman tambahan --mikrocip dan publikasi identitas-- itu tidak wajib. Kelak, pemberian hukuman itu tetap merujuk pada pertimbangan hakim.

"Hakimlah yang melihat perlukah hukuman tambahan ini, tidak wajib. Tapi kalau hakim melihat, orang ini paedofil atau potensial paedofil, ya sudah hukuman tambahan" kata Yasona, dilansir Portal KBR, Rabu (11/5/2016).

Hal senada juga disampaikan Kepala Polri, Jenderal Badrodin Haiti. "Hanya orang-orang tertentu yang dipasangi, yang bisa membahayakan anak-anak," kata Badrodin, dikutip Tempo.co.

Menurut Badrodin, mikrocip itu akan dipasang sebagai gelang kaki dan bisa dipantau dari kantor polisi. "Dia pergi ke mana saja bisa dipantau. Kalau sudah mendekat di tempat anak-anak, seperti sekolah, polisi sudah ada di sekitar itu," ujar Badrodin.

Di sisi lain, wacana pemasangan mikrocip dan publikasi identitas pelaku itu dianggap "reaktif dan bombastis." Hal itu disampaikan Clara Siagian, peneliti Pusat Kajian Perlindungan Anak Universitas Indonesia.

Dalam wawancara dengan BBC Indonesia, Clara berargumen bahwa publikasi pemasangan mikrocip --seiring dengan publikasi identitas-- akan membuat pelaku kesulitan berintegrasi ke masyarakat setelah menjalani hukuman. Menurut Clara, hal itu justru membuat pelaku dikucilkan, kesulitan mencari pekerjaan. Walhasil, pelaku bisa terdorong melakukan kejahatan lain untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

"Kita harus melihat bukti-bukti di negara lain, apakah sistem pelacakan pelaku kejahatan seksual efektif, apakah kebiri efektif? Saya rasa kita hanya mencoba membereskan produk-produk dari struktur yang salah, tanpa mencoba memperbaiki struktur yang memproduksi hal-hal yang salah tersebut," ujar Clara.

Wacana soal penambahan hukuman atas pelaku kekerasan seksual terhadap anak, mengemuka lagi sejak April silam. Hal itu menyusul peristiwa pemerkosaan sadis di Bengkulu. YY, gadis 14 tahun dirudapaksa dan dibunuh oleh 14 orang pemuda di Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu.

Sekadar informasi, di Amerika Serikat, kebijakan penempatan gelang GPS untuk melacak pelaku kekerasan seksual, juga kerap menadapat kritik.

Situs Reform Sex Offender Laws --advokasi reformasi hukum untuk pelaku pelecehan seksual di AS-- menempatkan pemasangan pelacak GPS dalam bentuk gelang kaki atau tangan, sebagai salah satu mitos dalam hukuman terhadap pelaku kekerasan seksual.

"Ketika pelaku dipakaikan gelang GPS, pada pergelangan kaki dan tangan, benda itu besar, mencolok, dan sulit disembunyikan. Bagi siapa saja yang memakainya, benda itu menjadi semacam surat merah, stigma yang menumpuk malu," demikian salah satu argumen di situs tersebut.

Pemasangan gelang itu pun disebut "lebih menyerupai aksi balas dendam daripada bantuan untuk membendung kejahatan." Mereka pun menyarankan pemasangan mikrocip melalui perangkat ponsel. Pemasangan itu dianggap tidak mencolok, dan menjauhkan cap negatif terhadap pelaku.

Special Broadcasting Service (SBS) --lembaga penyiaran Australia-- turut memberi catatan ihwal rencana Indonesia memberlakukan pemasangan mikrocip bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak.

"Pemasangan mikrocip, bagaimanapun, adalah kebijakan yang jarang diadopsi. Sebagian besar negara, termasuk kita (Australia), memantau pelaku kejahatan seksual terhadap anak dengan menempatkan nama dan sidik jari pada database resmi," tulis SBS.


Sumber : https://beritagar.id/artikel/berita/...pemerkosa-anak

---

anasabila
anasabila memberi reputasi
1
6.8K
34
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan