- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Tentang Claudio Ranieri, pemberi gelar Liga Inggris pertama bagi Leicester City
TS
djoepentoes
Tentang Claudio Ranieri, pemberi gelar Liga Inggris pertama bagi Leicester City
Assalamualaikum wr.wb
buat semua Agan-Sista dimana pun berada. Semoga sll dlm keadaan sehat
Selamat datang kembali di
thread ane gan. Maaf kalo msh brantakan, ini baru thread kedua ane
Bak kisah Cinderella, Leicester berhasil menjuarai Liga Inggris musim 2015-2016 setelah bangkit dari tim yang hampir terdegradasi musim sebelumnya. Ane ga mau bahas tentang tim Leicester, krn pasti sdh banyak trid2 lain yang bahas. Tapi ane akan coba bahas tentang sosok keberhasilan dari tim ini. Siapa lagi kalo bukan sang juru taktik Claudio Ranieri.
Sebelumnya......
Quote:
tak ada repost di antara kita
Quote:
Original Posted By djoepentoes
1. Biodata Singkat
Claudio Ranieri (lahir di Roma, Italia, 20 Oktober 1951; umur 64 tahun) adalah seorang mantan pemain sepak bola asal Italia yang saat ini menjadi pelatih Leicester City.
Ketika ia berkiprah sebagai pemain, Ranieri pernah bermain untuk AS Roma(1973-74), Catanzaro (1974-1982), Catania (1982-1984), dan Palermo (1984-1986). Posisinya sebagai seorang bek.
Mengawali karier kepelatihan di klub amatir Campania Puteolana, lalu berlanjut menukangi Cagliari musim 1988-91, Ranieri melanjutkan kariernya di klub-klub besar diawali di Napoli dengan berisikan pemain-pemain besar seperti Maradona selama 2 musim. Dilanjutkan dengan mengarsiteki Fiorentina dan menjuarai Serie B di musim 1993-94. Hingga akhirnya membuat Fiorentina menjadi salah satu tim yang besar dan solid di ranah Liga Italia. Berlanjut ke Spanyol, Ranieri menukangi tim Valencia, dan di sinilah dia mulai mendapatkan banyak trofi bergengsi seperti Copa del rey pada tahun 1998-99 dan piala Intertoto UEFA tahun 1998 serta UEFA Super Cup tahun 2004. Pada tahun-tahun selanjutnya Ranieri menukangi Chelsea dan berhasil membuat Chelsea dapat bersaing dengan tim tim yang notabene mendominasi Liga Inggris saat itu seperti Manchester United dan Liverpool. Sebelum akhirnya Ranieri mengarsiteki Leceister, ia sempat kembali ke Valencia lalu berlabuh ke Juventus. As Roma, Parma dan As Monaco adalah klub yang pernah merasakan sentuhan dari Ranieri. Hingga akhirnya dia berhasil menjuarai Liga Primer Inggris bersama tim kuda hitam Leceister City.
2. Filosofi Permainan
"Fans seperti tomat. Tanpa tomat, tidak akan ada pizza. Untuk topping, saya belum tahu. Saya ingin meraih 40 poin."
Ucapan itu mengalir begitu saja dari mulut Claudio Ranieri, seorang veteran di dunia kepelatihan yang berpengalaman mengelana ke Prancis, Yunani, Inggris, dan, tentu saja, negara kelahirannya sendiri, Italia. Saat mengatakannya dua pekan silam, Ranieri berada di sebuah restoran pizza. Dia berada di sana untuk menepati janji menraktir para pemain Leicester City usai mengalahkan Crystal Palace dan sekaligus mencatat clean sheet perdana musim ini.
Kemampuan Ranieri dalam mengangkat potensi pemain muda harus mendapat catatan khusus. Gianfranco Zola dan Gaizka Mendieta adalah sedikit contoh pemain muda yang diperkenalkannya semasa menangani Napoli dan Valencia. Ranieri pula yang memberikan fondasi skuat Chelsea era kepelatihan Jose Mourinho dengan memberi kepercayaan kepada John Terry dan Frank Lampard.
Leicester bukan lah klub seperti Chelsea, Juventus, Roma, atau Monaco, yang seperti dibilang Marcotti, punya sejuta beban ekspektasi sehingga memberikan Ranieri tekanan yang sangat besar. Dengan suasana yang lebih relaks dan tanpa pemain bintang, Ranieri dapat bebas mengerahkan kemampuan manajerial terbaiknya. Ranieri seperti terlahir kembali.
Keleluasaan itu dibuktikan The Tinkerman dengan mempertahankan komposisi terbaik Leicester. Sangat bertolak belakang dari kebiasaan yang dikenal publik Inggris.
"Apakah tim lawan mengubah gaya permainan mereka saat menghadapi kami atau menunjukkan sikap respek? Bisa jadi. Kami pun harus cerdik dan mengubah gaya bermain. Bukankah saya dijuluki The Tinkerman ?" bilangnya usai mengalahkan West Ham United pada pekan kedua musim ini.
"Tapi saya tidak mengubah tim untuk pertandingan ini, mungkin ini alasan di balik kejutan yang saya berikan kepada lawan."
Tidak bisa dibohongi pula Ranieri terbantu warisan skuat Pearson yang kompak dan pekerja keras. Dengan polesan filosofi pizza yang disebutkannya di awal tulisan ini, Ranieri membentuk pemain seperti Jamie Vardy dan Riyad Mahrez menjadi dikenal serta ditakuti lawan. Tak hanya Vardy dan Mahrez, pemain lain seperti Daniel Drinkwater dan N'Golo Kante turut memetik hasil positif buah kepelatihan Ranieri.
"Resep paling penting itu semangat tim. Kedua, para pemain dapat menikmati sesi latihan. Ini penting supaya mereka bisa bekerja keras sekaligus menikmatinya," ungkap Ranieri dilansirMirror .
"Setelahnya, sedikit kemujuran juga penting. Anda harus melakukan segalanya dengan benar, tapi seperti sejumput garam di dalam pizza, Anda butuh kemujuran."
3. Ranieri Sang 'Tinkerman'
Di Chelsea, Ranieri terkenal dengan julukan "The Tinkerman". Pelatih Italia ini gemar sekali gonta-ganti pemain sehingga susunan tim inti Chelsea tak pernah sama dari satu pertandingan ke pertandingan lain. Ranieri punya pembelaan.
"Kalau memang misalnya yang kita butuhkan hanya 11 pemain dan kemudian tiga atau empat pemain lagi, lalu kenapa Christopher Columbus pergi berlayar ke India dan menemukan benua Amerika?" sergahnya suatu ketika memberikan analogi.
"Pernah tiga atau empat menit sampai akhirnya dia mengatakan sesuatu," kenang Mark Bosnich, yang sempat dua tahun dilatih Ranieri di Chelsea, kepada BBC . "Sering kali dia tergantung pada penerjemah sehingga sangat sulit baginya memberikan pidato ala Churchill saat jeda."
Dia juga mendapatkan predikat Mr. Niceman karena dia dikenal sebagai sosok yang rendah hati dan hangat. Saking rendah hatinya, julukan itu lama-lama mengandung ejekan. Ranieri disebut tak mempunyai karakter kuat untuk bisa membawa sebuah klub menjadi juara. Karena karakter itu julukan untuk Ranieri bertambah. Dia kemudian lekat dengan sebutan Nearlyman.
4. Ranieri bukan lagi 'Mr Runner-up'
Selain memiliki julukan 'Tinkerman' karena sering melakukan rotasi pemain, Ranieri juga mendapat julukan 'Mr Runner-up'. Julukan itu didapat Ranieri karena prestasi terbaik pelatih 64 tahun itu di liga adalah selalu menjadi runner-up bersama Chelsea, Juventus, AS Roma, dan AS Monaco.
Ranieri untuk kali pertama menjadi runner-up liga bersama Chelsea musim 2003/2004. Meski mendapat suntikan dana hingga 120 juta poundsterling dari Roman Abramovich, Ranieri hanya mampu membawa The Blues menjadi runner-up Liga Primer setelah kalah dari Arsenal.
Selanjutnya Ranieri menjadi runner-up di Serie A bersama Juventus pada musim 2008/2009. Mantan pelatih Parma dan Valencia itu kalah dari Inter Milan besutan Jose Mourinho, pelatih yang menggantikan posisinya setelah dipecat Chelsea.
Di musim berikutnya Ranieri kembali dikalahkan Mourinho. Kali ini bersama AS Roma, Ranieri hanya mampu menjadi runner-up di Serie A dan Coppa Italia setelah kalah dari Inter Milan yang di akhir musim meraih treble.
Pada 2012, Ranieri ditunjuk sebagai pelatih tim Ligue 2 Prancis, AS Monaco. Dia mampu membawa Monaco promosi dengan status juara Ligue 2. Pada musim 2013/2014, Monaco mendapat suntikan dan segar dari pemilik baru, Dmitry Rybolovlev.
Demi menjadi penantang Paris Saint-Germain di Ligue 1, Monaco mendatangkan Radamel Falcao, Joao Moutinho, Geoffrey Kondogbia, James Rodriguez, Anthony Martial, Jeremy Toulalan, Eric Abidal, Ricardo Carvalho, dan Dimitar Berbatov.
Namun, lagi-lagi Ranieri harus menjadi runner-up. Monaco tertinggal 9 poin dari PSG di akhir yang keluar sebagai juara Ligue musim 2013/2014.
Keberhasilan Leicester City menjadi juara Liga Primer Inggris membuat manajer Claudio Ranieri sukses melepas status 'Mr Runner-up' yang sudah didapat pelatih asal Italia itu lebih dari satu dekade terakhir.
5. Ranieri dan rivalitasnya dengan Mourinho
Awal mula perseteruan tersebut ketika Mou membuat pemilik Chelsea, Roman Abramovich, rela menendang Claudio Ranieri pada 2004 silam kendati manajer Italia itu sudah empat tahun mengabdi di London Barat. “Itu adalah akhir dari sebuah siklus,” kata Mou yang kala itu juga mengklaim diri pertama kali sebagai The Special One.
Mourinho, yang tengah naik daun berkat trofi Liga Champions tak terduga bersama Porto, berhasil membuktikan omongannya. Trofi berhasil digapai dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, yakni sebuah titel liga yang mengakhiri penantian panjang klub selama setengah abad serta satu trofi Piala Liga.
Satu pertanyaan kemudian muncul, apakah keberhasilan Mou meraih double di musim pertamanya di Stamford Bridge itu murni karena tangan midasnya? Manajer Arsenal Arsene Wenger punya jawaban menarik, bahwasanya Ranieri tak kalah berjasa dalam menggiring Chelsea menuju kesuksesan baru di era Abramovich.
“Ketika Claudio meninggalkan Chelsea, dia telah berhasil membangun fondasi sebuah tim kuat. Saya ingat, mereka finis di peringkat dua bersama Ranieri. Lihat skuat Chelsea pasca ditinggal Claudio: mereka semua selamat dan mengalami perkembangan. Dia telah membangun fondasi yang kuat. Dia membeli Lampard, memiliki Terry, Gallas, Makelele yang nantinya berkontribusi besar pada kesuksesan Chelsea,” ujar Wenger pada September lalu.
Tak bisa dimungkiri, Wenger adalah seteru hebat Mourinho yang sudah terlalu sering bertukar ujaran kebencian sehingga pembiasan mungkin dilakukan oleh juru taktik Prancis itu. Namun jika dicermati, wejangan Sang Profesor itu ada benarnya.
Bentrok keduanya berpindah ke Italia, tatkala keduanya bersinggungan pertama kali di Serie A Italia pada 2008, ketika Mou, yang sedang membuka lembaran baru bersama Internazionale, meledek Ranieri yang membesut Juventus.
"Dia [Ranieri] punya sebuah mentalitas yang merasa tidak perlu untuk memenangi sesuatu. Usianya hampir 70 tahun dan dia pernah menjuarai Piala Super dan piala kecil lain. Dia terlalu uzur untuk mengubah mentalitasnya," seru Mourinho tanpa memeduilkan bahwa saat itu usia Ranieri 56 tahun.
Di musim berikutnya, Ranieri pulang kampung ke AS Roma dan membawa tim ibu kota Italia itu bersaing ketat dengan Inter hingga saat terakhir. Mourinho lagi-lagi melancarkan perang urat syaraf kepada Ranieri dengan menuduh bahwa Roma mungkin akan memberikan intensif uang kepada Siena, lawan Inter di giornata pamungkas musim 2009/10.
Ranieri pun merasa sangat tersinggung. “Ini bukanlah persaingan sepakbola yang saya sukai. Olahraga adalah sarana penting bagi masyarakat Italia. Berkelakukan seperti itu seperti menyalakan bom waktu. Apakah Mourinho adalah fenomena? Media yang memberikan aura itu. Bagi saya, dia adalah pelatih yang bagus. Itu saja,” ungkapnya.
Bagaimana pun, Mou sukses membawa Inter berturut-turut mengangkangi Juventus dan Roma yang diarsiteki Ranieri. Sembari Mou menegaskan reputasinya sebagai pelatih yang selalu lekat dengan trofi sekaligus master mind sejati , Ranieri tetap seorang pecundang yang menjadicameo dalam jagat sepakbola.
Ranieri kemudian menangani Inter, AS Monaco, dan timnas Yunani yang terbukti tidak menghasilkan sesuatu yang layak dibanggakan seperi Mou.
Sampai akhirnya The Tinkerman kembali ke tanah Inggris untuk melatih Leicester dan akhirnya mendapat pengakuan dari Mou.
"Saya ingin mengucapkan selamat kepada semua pihak yang terkait dengan Leicester. Baik para pemain, staf, pemilik hingga fans," kata Mourinho yang juga mantan manajer Chelsea itu seperti dilansir Soccerway, Rabu 4 Mei 2016
"Saya kehilangan gelar juara yang direbut Claudio Ranieri. Saya mengalami perasaan luar biasa menyaksikan momen keajaiban yang diraih Ranieri dalam kariernya saat ini," lanjut manajer asal Portugal itu.
6. Ranieri dan 3 buku yang selalu dibacanya
Claudio Ranieri adalah pecinta seni-seni ternama, terutama lukisan dari karya Claude Monet, Vincent van Gogh, dan Pablo Picasso.
Buku-buku yang dibacanya, terutama dalam kiprah pertamanya di Liga Inggris pada 2002, adalah yang berbahasa Italia. “Sebab saat itu, ketika terlalu lelah sehabis bekerja, saya juga terlalu lelah untuk belajar bahasa Inggris,” kata Ranieri.
Buku pertama yang dibaca Ranieri adalah karya wartawan asal Italia, Beppe Severgnini, berjudul Inglesi. Isi cerita buku karya Severgnini ini adalah semua hal tentang Inggris, apa yang membuat orang-orang Inggris itu tergerak melakukan sesuatu.
Buku kedua yang dibaca Ranieri adalah tentang kepemimpinan dan ditulis oleh mantan Walikota New York, Rudolph Giuliani.
Sedangkan buku ketiga yang dibaca Ranieri adalah buku kronik kehidupan seorang pendeta yang memiliki sebuah gereja di Napoli dan bekerja dengan anak-anak jalanan.
Buku yang ketiga juga bisa menggambarkan perjajalan karier Ranieri yang memang terkenal sebagai pelatih yang andal merevitalisasi sebuah klub. “Membangun kembali memang keahlian saya sejak menjadi pemain junior di Cagliari,” kata Ranieri.
Dan, tiga buku tersebut dibaca oleh Ranieri secara bergantian pada banyak kesempatan, persis seperti saat ia melakukan rotasi pemain dan membangun kembali 16 klub atau tim yang ditanganinya sebagai manajer.
7. Ranieri dan gelar bangsawan
Claudio Ranieri dijanjikan gelar kebangsawanan dari Kerajaan Inggris bila Leicester City jadi nomor satu.
Perjuangan Ranieri mendapat dukungan dari anggota parlemen Inggris. Pria berusia 64 tahun itu bisa menerima gelar kebangsawanan jika mampu membawa The Foxes memenangi Liga Inggris musim ini.
Ide itu dicetuskan anggota Cross-Party Group (CPG). CPG mendesak Perdana Menteri Inggris, David Cameron, untuk memberikan Ranieri penghargaan bila Leicester juara. Sebab, itu akan jadi pencapaian terbesar dalam sejarah Liga Inggris.
“Apa yang Claudio Ranieri lakukan, bukan hanya untuk kebaikan Leicester City. Juga untuk perkembangan sepak bola Inggris. Apa yang dikerjakannya sangat fenomenal,” ucap perwakilan Partai Buruh, Jonathan Ashworth, dilasir the sun.
Apa yang dipersembahkan Ranieri memang luar biasa. Dia membuat Leicester yang semula peluangnya cuma 5.000-1, jadi favorit juara Liga Inggris. Langkah Jamie Vardy dkk enuju singgsana hampir tidak mungkin lagi terjegal.
“Itu cerita yang benar-benar indah. Fans Leicester pasti setuju jika Ranieri mendapat pengakuan dan penghargaan berupa gelar kebangsawanan. Saya akan membujuk pihak Kerajaan Inggris untuk memberinya penghargaan,” lanjut Ashworth.
Rekan Ashworth yang juga sesama anggota Partai Buruh, Keith Vaz, menyatakan hal serupa. Dia menilai Ranieri pantas mendapatkan gelar kebangsawanan. Soalnya, dia melakukan sesuatu yang tergolong mustahil.
“Claudio Ranieri telah menyatukan negara ini. Dia telah menciptakan kebersamaan antarsesama. Dia mempersatukan semua orang dari agama dan suku berbeda,” ucap Vaz yang kini menjadi fans besar Leicester.
Leicester sudah menjadi juara. Sekarang tinggal menunggu rencana itu terlaksana. Ranieri harusnya mendapat gelar “Sir” seperti Alex Ferguson, Matt Busby atau Bobby Robson. Namun, karena Ranieri bukan orang Inggris, dia tidak bisa memakai “Sir”di depan namanya. Saat ini orang asing yang menerima gelar kebangsawanan adalah legenda Brasil, Pele, serta sutradara terkenal Hollywood, Steven Spielberg.
8. Ranieri dan kutipan-kutipan terkenalnya
Pertandingan pertama Leicester City di Liga Primer Inggris 2015-2016 dihelat di King Power Stadion melawan Sunderland. Claudio Ranieri menyiapkan kejutan dengan memutar sebuah lagu berjudul Fire dari band rock asal Leicester bernama Kasabian sebelum pertandingan. Hasilnya Leicester berhasil menundukkan Sunderland dengan skor 4-2.
“When you hear the song from Kasabian, that means they (the fans) want warriors,” ujar Ranieri di ruang ganti.
Pada pekan ke-13, Leicester City meraih kemenangan 3-0 atas Newcastle United yang membuat mereka bercokol di puncak klasmen. Namun Ranieri seolah ingin “menjaga” mental pemainnya. Ia ingin mereka hanya fokus pada setiap pertandingan yang akan dijalani.
“We’re top of league but it’s not important now,” ujar Ranieri kala itu. “What’s important for us is we have 28 fewer points to achieve our goal (40 points).”
Laga pekan ke-5 melawan Aston Villa bisa jadi merupakan salah satu pertandingan terberat bagi Leicester City. Babak pertama mereka tertinggal dua gol. Tidak hanya itu, The Foxes juga kalah dalam setiap duel perebutan bola, jumlah tekel, juga penguasaan bola. Jeda babak pertama Claudio Ranieri berujar kepada para pemainnya.
“If we fight we are very good team. If we don’t fight we are normal team.”
Riyad Mahrez sudah mencetak 2 gol pada 25 menit pertama laga melawan Sunderland. Namun Mahrez tidak memaksakan diri mencetak gol tambahan dan memilih bekerja untuk tim. Sampai pertandingan berakhir Mahrez tidak mencetak hattrick. Tapi ia tetap puas karena Leicester City menang. Salah satu filosofi Claudio Ranieri adalah menomorsatukan tim dibandingkan rekor pribadi. Sikap Mahrez itu tidak terlepas dari pesan Claudio Ranieri;
“I told Mahrez that it’s not important how many goals he scores, it’s about how he play for his team mates. If he does that, the goals will come from him.”
Kutipan lainnya ;
“I love when players give everything, that makes me very happy. Of course when you get the result it’s much better. But when you give everything, you can have everything,” Claudio Ranieri.
“We’re Leicester. We’re not a team like Manchester City or Chelsea, five points or eight points clear clear that would be finished. For us, we have to fight, every match,” Claudio Ranieri.
“Sejak awal, ketika ada yang salah saya mengatakan 'Dilly-ding, dilly-dong, wake up, wake up!' Jadi saat Natal saya membeli lonceng kecil bagi seluruh pemain dan staf. Itu cuma lelucon.” -Tentang hadiah Natal tidak biasa untuk para pemain dan stafnya.”
Quote:
1. Biodata Singkat
Claudio Ranieri (lahir di Roma, Italia, 20 Oktober 1951; umur 64 tahun) adalah seorang mantan pemain sepak bola asal Italia yang saat ini menjadi pelatih Leicester City.
Ketika ia berkiprah sebagai pemain, Ranieri pernah bermain untuk AS Roma(1973-74), Catanzaro (1974-1982), Catania (1982-1984), dan Palermo (1984-1986). Posisinya sebagai seorang bek.
Mengawali karier kepelatihan di klub amatir Campania Puteolana, lalu berlanjut menukangi Cagliari musim 1988-91, Ranieri melanjutkan kariernya di klub-klub besar diawali di Napoli dengan berisikan pemain-pemain besar seperti Maradona selama 2 musim. Dilanjutkan dengan mengarsiteki Fiorentina dan menjuarai Serie B di musim 1993-94. Hingga akhirnya membuat Fiorentina menjadi salah satu tim yang besar dan solid di ranah Liga Italia. Berlanjut ke Spanyol, Ranieri menukangi tim Valencia, dan di sinilah dia mulai mendapatkan banyak trofi bergengsi seperti Copa del rey pada tahun 1998-99 dan piala Intertoto UEFA tahun 1998 serta UEFA Super Cup tahun 2004. Pada tahun-tahun selanjutnya Ranieri menukangi Chelsea dan berhasil membuat Chelsea dapat bersaing dengan tim tim yang notabene mendominasi Liga Inggris saat itu seperti Manchester United dan Liverpool. Sebelum akhirnya Ranieri mengarsiteki Leceister, ia sempat kembali ke Valencia lalu berlabuh ke Juventus. As Roma, Parma dan As Monaco adalah klub yang pernah merasakan sentuhan dari Ranieri. Hingga akhirnya dia berhasil menjuarai Liga Primer Inggris bersama tim kuda hitam Leceister City.
Quote:
2. Filosofi Permainan
"Fans seperti tomat. Tanpa tomat, tidak akan ada pizza. Untuk topping, saya belum tahu. Saya ingin meraih 40 poin."
Ucapan itu mengalir begitu saja dari mulut Claudio Ranieri, seorang veteran di dunia kepelatihan yang berpengalaman mengelana ke Prancis, Yunani, Inggris, dan, tentu saja, negara kelahirannya sendiri, Italia. Saat mengatakannya dua pekan silam, Ranieri berada di sebuah restoran pizza. Dia berada di sana untuk menepati janji menraktir para pemain Leicester City usai mengalahkan Crystal Palace dan sekaligus mencatat clean sheet perdana musim ini.
Kemampuan Ranieri dalam mengangkat potensi pemain muda harus mendapat catatan khusus. Gianfranco Zola dan Gaizka Mendieta adalah sedikit contoh pemain muda yang diperkenalkannya semasa menangani Napoli dan Valencia. Ranieri pula yang memberikan fondasi skuat Chelsea era kepelatihan Jose Mourinho dengan memberi kepercayaan kepada John Terry dan Frank Lampard.
Leicester bukan lah klub seperti Chelsea, Juventus, Roma, atau Monaco, yang seperti dibilang Marcotti, punya sejuta beban ekspektasi sehingga memberikan Ranieri tekanan yang sangat besar. Dengan suasana yang lebih relaks dan tanpa pemain bintang, Ranieri dapat bebas mengerahkan kemampuan manajerial terbaiknya. Ranieri seperti terlahir kembali.
Keleluasaan itu dibuktikan The Tinkerman dengan mempertahankan komposisi terbaik Leicester. Sangat bertolak belakang dari kebiasaan yang dikenal publik Inggris.
"Apakah tim lawan mengubah gaya permainan mereka saat menghadapi kami atau menunjukkan sikap respek? Bisa jadi. Kami pun harus cerdik dan mengubah gaya bermain. Bukankah saya dijuluki The Tinkerman ?" bilangnya usai mengalahkan West Ham United pada pekan kedua musim ini.
"Tapi saya tidak mengubah tim untuk pertandingan ini, mungkin ini alasan di balik kejutan yang saya berikan kepada lawan."
Tidak bisa dibohongi pula Ranieri terbantu warisan skuat Pearson yang kompak dan pekerja keras. Dengan polesan filosofi pizza yang disebutkannya di awal tulisan ini, Ranieri membentuk pemain seperti Jamie Vardy dan Riyad Mahrez menjadi dikenal serta ditakuti lawan. Tak hanya Vardy dan Mahrez, pemain lain seperti Daniel Drinkwater dan N'Golo Kante turut memetik hasil positif buah kepelatihan Ranieri.
"Resep paling penting itu semangat tim. Kedua, para pemain dapat menikmati sesi latihan. Ini penting supaya mereka bisa bekerja keras sekaligus menikmatinya," ungkap Ranieri dilansirMirror .
"Setelahnya, sedikit kemujuran juga penting. Anda harus melakukan segalanya dengan benar, tapi seperti sejumput garam di dalam pizza, Anda butuh kemujuran."
Quote:
3. Ranieri Sang 'Tinkerman'
Di Chelsea, Ranieri terkenal dengan julukan "The Tinkerman". Pelatih Italia ini gemar sekali gonta-ganti pemain sehingga susunan tim inti Chelsea tak pernah sama dari satu pertandingan ke pertandingan lain. Ranieri punya pembelaan.
"Kalau memang misalnya yang kita butuhkan hanya 11 pemain dan kemudian tiga atau empat pemain lagi, lalu kenapa Christopher Columbus pergi berlayar ke India dan menemukan benua Amerika?" sergahnya suatu ketika memberikan analogi.
"Pernah tiga atau empat menit sampai akhirnya dia mengatakan sesuatu," kenang Mark Bosnich, yang sempat dua tahun dilatih Ranieri di Chelsea, kepada BBC . "Sering kali dia tergantung pada penerjemah sehingga sangat sulit baginya memberikan pidato ala Churchill saat jeda."
Dia juga mendapatkan predikat Mr. Niceman karena dia dikenal sebagai sosok yang rendah hati dan hangat. Saking rendah hatinya, julukan itu lama-lama mengandung ejekan. Ranieri disebut tak mempunyai karakter kuat untuk bisa membawa sebuah klub menjadi juara. Karena karakter itu julukan untuk Ranieri bertambah. Dia kemudian lekat dengan sebutan Nearlyman.
Quote:
4. Ranieri bukan lagi 'Mr Runner-up'
Selain memiliki julukan 'Tinkerman' karena sering melakukan rotasi pemain, Ranieri juga mendapat julukan 'Mr Runner-up'. Julukan itu didapat Ranieri karena prestasi terbaik pelatih 64 tahun itu di liga adalah selalu menjadi runner-up bersama Chelsea, Juventus, AS Roma, dan AS Monaco.
Ranieri untuk kali pertama menjadi runner-up liga bersama Chelsea musim 2003/2004. Meski mendapat suntikan dana hingga 120 juta poundsterling dari Roman Abramovich, Ranieri hanya mampu membawa The Blues menjadi runner-up Liga Primer setelah kalah dari Arsenal.
Selanjutnya Ranieri menjadi runner-up di Serie A bersama Juventus pada musim 2008/2009. Mantan pelatih Parma dan Valencia itu kalah dari Inter Milan besutan Jose Mourinho, pelatih yang menggantikan posisinya setelah dipecat Chelsea.
Di musim berikutnya Ranieri kembali dikalahkan Mourinho. Kali ini bersama AS Roma, Ranieri hanya mampu menjadi runner-up di Serie A dan Coppa Italia setelah kalah dari Inter Milan yang di akhir musim meraih treble.
Pada 2012, Ranieri ditunjuk sebagai pelatih tim Ligue 2 Prancis, AS Monaco. Dia mampu membawa Monaco promosi dengan status juara Ligue 2. Pada musim 2013/2014, Monaco mendapat suntikan dan segar dari pemilik baru, Dmitry Rybolovlev.
Demi menjadi penantang Paris Saint-Germain di Ligue 1, Monaco mendatangkan Radamel Falcao, Joao Moutinho, Geoffrey Kondogbia, James Rodriguez, Anthony Martial, Jeremy Toulalan, Eric Abidal, Ricardo Carvalho, dan Dimitar Berbatov.
Namun, lagi-lagi Ranieri harus menjadi runner-up. Monaco tertinggal 9 poin dari PSG di akhir yang keluar sebagai juara Ligue musim 2013/2014.
Keberhasilan Leicester City menjadi juara Liga Primer Inggris membuat manajer Claudio Ranieri sukses melepas status 'Mr Runner-up' yang sudah didapat pelatih asal Italia itu lebih dari satu dekade terakhir.
Quote:
5. Ranieri dan rivalitasnya dengan Mourinho
Awal mula perseteruan tersebut ketika Mou membuat pemilik Chelsea, Roman Abramovich, rela menendang Claudio Ranieri pada 2004 silam kendati manajer Italia itu sudah empat tahun mengabdi di London Barat. “Itu adalah akhir dari sebuah siklus,” kata Mou yang kala itu juga mengklaim diri pertama kali sebagai The Special One.
Mourinho, yang tengah naik daun berkat trofi Liga Champions tak terduga bersama Porto, berhasil membuktikan omongannya. Trofi berhasil digapai dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, yakni sebuah titel liga yang mengakhiri penantian panjang klub selama setengah abad serta satu trofi Piala Liga.
Satu pertanyaan kemudian muncul, apakah keberhasilan Mou meraih double di musim pertamanya di Stamford Bridge itu murni karena tangan midasnya? Manajer Arsenal Arsene Wenger punya jawaban menarik, bahwasanya Ranieri tak kalah berjasa dalam menggiring Chelsea menuju kesuksesan baru di era Abramovich.
“Ketika Claudio meninggalkan Chelsea, dia telah berhasil membangun fondasi sebuah tim kuat. Saya ingat, mereka finis di peringkat dua bersama Ranieri. Lihat skuat Chelsea pasca ditinggal Claudio: mereka semua selamat dan mengalami perkembangan. Dia telah membangun fondasi yang kuat. Dia membeli Lampard, memiliki Terry, Gallas, Makelele yang nantinya berkontribusi besar pada kesuksesan Chelsea,” ujar Wenger pada September lalu.
Tak bisa dimungkiri, Wenger adalah seteru hebat Mourinho yang sudah terlalu sering bertukar ujaran kebencian sehingga pembiasan mungkin dilakukan oleh juru taktik Prancis itu. Namun jika dicermati, wejangan Sang Profesor itu ada benarnya.
Bentrok keduanya berpindah ke Italia, tatkala keduanya bersinggungan pertama kali di Serie A Italia pada 2008, ketika Mou, yang sedang membuka lembaran baru bersama Internazionale, meledek Ranieri yang membesut Juventus.
"Dia [Ranieri] punya sebuah mentalitas yang merasa tidak perlu untuk memenangi sesuatu. Usianya hampir 70 tahun dan dia pernah menjuarai Piala Super dan piala kecil lain. Dia terlalu uzur untuk mengubah mentalitasnya," seru Mourinho tanpa memeduilkan bahwa saat itu usia Ranieri 56 tahun.
Di musim berikutnya, Ranieri pulang kampung ke AS Roma dan membawa tim ibu kota Italia itu bersaing ketat dengan Inter hingga saat terakhir. Mourinho lagi-lagi melancarkan perang urat syaraf kepada Ranieri dengan menuduh bahwa Roma mungkin akan memberikan intensif uang kepada Siena, lawan Inter di giornata pamungkas musim 2009/10.
Ranieri pun merasa sangat tersinggung. “Ini bukanlah persaingan sepakbola yang saya sukai. Olahraga adalah sarana penting bagi masyarakat Italia. Berkelakukan seperti itu seperti menyalakan bom waktu. Apakah Mourinho adalah fenomena? Media yang memberikan aura itu. Bagi saya, dia adalah pelatih yang bagus. Itu saja,” ungkapnya.
Bagaimana pun, Mou sukses membawa Inter berturut-turut mengangkangi Juventus dan Roma yang diarsiteki Ranieri. Sembari Mou menegaskan reputasinya sebagai pelatih yang selalu lekat dengan trofi sekaligus master mind sejati , Ranieri tetap seorang pecundang yang menjadicameo dalam jagat sepakbola.
Ranieri kemudian menangani Inter, AS Monaco, dan timnas Yunani yang terbukti tidak menghasilkan sesuatu yang layak dibanggakan seperi Mou.
Sampai akhirnya The Tinkerman kembali ke tanah Inggris untuk melatih Leicester dan akhirnya mendapat pengakuan dari Mou.
"Saya ingin mengucapkan selamat kepada semua pihak yang terkait dengan Leicester. Baik para pemain, staf, pemilik hingga fans," kata Mourinho yang juga mantan manajer Chelsea itu seperti dilansir Soccerway, Rabu 4 Mei 2016
"Saya kehilangan gelar juara yang direbut Claudio Ranieri. Saya mengalami perasaan luar biasa menyaksikan momen keajaiban yang diraih Ranieri dalam kariernya saat ini," lanjut manajer asal Portugal itu.
Quote:
6. Ranieri dan 3 buku yang selalu dibacanya
Claudio Ranieri adalah pecinta seni-seni ternama, terutama lukisan dari karya Claude Monet, Vincent van Gogh, dan Pablo Picasso.
Buku-buku yang dibacanya, terutama dalam kiprah pertamanya di Liga Inggris pada 2002, adalah yang berbahasa Italia. “Sebab saat itu, ketika terlalu lelah sehabis bekerja, saya juga terlalu lelah untuk belajar bahasa Inggris,” kata Ranieri.
Buku pertama yang dibaca Ranieri adalah karya wartawan asal Italia, Beppe Severgnini, berjudul Inglesi. Isi cerita buku karya Severgnini ini adalah semua hal tentang Inggris, apa yang membuat orang-orang Inggris itu tergerak melakukan sesuatu.
Buku kedua yang dibaca Ranieri adalah tentang kepemimpinan dan ditulis oleh mantan Walikota New York, Rudolph Giuliani.
Sedangkan buku ketiga yang dibaca Ranieri adalah buku kronik kehidupan seorang pendeta yang memiliki sebuah gereja di Napoli dan bekerja dengan anak-anak jalanan.
Buku yang ketiga juga bisa menggambarkan perjajalan karier Ranieri yang memang terkenal sebagai pelatih yang andal merevitalisasi sebuah klub. “Membangun kembali memang keahlian saya sejak menjadi pemain junior di Cagliari,” kata Ranieri.
Dan, tiga buku tersebut dibaca oleh Ranieri secara bergantian pada banyak kesempatan, persis seperti saat ia melakukan rotasi pemain dan membangun kembali 16 klub atau tim yang ditanganinya sebagai manajer.
Quote:
7. Ranieri dan gelar bangsawan
Claudio Ranieri dijanjikan gelar kebangsawanan dari Kerajaan Inggris bila Leicester City jadi nomor satu.
Perjuangan Ranieri mendapat dukungan dari anggota parlemen Inggris. Pria berusia 64 tahun itu bisa menerima gelar kebangsawanan jika mampu membawa The Foxes memenangi Liga Inggris musim ini.
Ide itu dicetuskan anggota Cross-Party Group (CPG). CPG mendesak Perdana Menteri Inggris, David Cameron, untuk memberikan Ranieri penghargaan bila Leicester juara. Sebab, itu akan jadi pencapaian terbesar dalam sejarah Liga Inggris.
“Apa yang Claudio Ranieri lakukan, bukan hanya untuk kebaikan Leicester City. Juga untuk perkembangan sepak bola Inggris. Apa yang dikerjakannya sangat fenomenal,” ucap perwakilan Partai Buruh, Jonathan Ashworth, dilasir the sun.
Apa yang dipersembahkan Ranieri memang luar biasa. Dia membuat Leicester yang semula peluangnya cuma 5.000-1, jadi favorit juara Liga Inggris. Langkah Jamie Vardy dkk enuju singgsana hampir tidak mungkin lagi terjegal.
“Itu cerita yang benar-benar indah. Fans Leicester pasti setuju jika Ranieri mendapat pengakuan dan penghargaan berupa gelar kebangsawanan. Saya akan membujuk pihak Kerajaan Inggris untuk memberinya penghargaan,” lanjut Ashworth.
Rekan Ashworth yang juga sesama anggota Partai Buruh, Keith Vaz, menyatakan hal serupa. Dia menilai Ranieri pantas mendapatkan gelar kebangsawanan. Soalnya, dia melakukan sesuatu yang tergolong mustahil.
“Claudio Ranieri telah menyatukan negara ini. Dia telah menciptakan kebersamaan antarsesama. Dia mempersatukan semua orang dari agama dan suku berbeda,” ucap Vaz yang kini menjadi fans besar Leicester.
Leicester sudah menjadi juara. Sekarang tinggal menunggu rencana itu terlaksana. Ranieri harusnya mendapat gelar “Sir” seperti Alex Ferguson, Matt Busby atau Bobby Robson. Namun, karena Ranieri bukan orang Inggris, dia tidak bisa memakai “Sir”di depan namanya. Saat ini orang asing yang menerima gelar kebangsawanan adalah legenda Brasil, Pele, serta sutradara terkenal Hollywood, Steven Spielberg.
Quote:
8. Ranieri dan kutipan-kutipan terkenalnya
Pertandingan pertama Leicester City di Liga Primer Inggris 2015-2016 dihelat di King Power Stadion melawan Sunderland. Claudio Ranieri menyiapkan kejutan dengan memutar sebuah lagu berjudul Fire dari band rock asal Leicester bernama Kasabian sebelum pertandingan. Hasilnya Leicester berhasil menundukkan Sunderland dengan skor 4-2.
“When you hear the song from Kasabian, that means they (the fans) want warriors,” ujar Ranieri di ruang ganti.
Pada pekan ke-13, Leicester City meraih kemenangan 3-0 atas Newcastle United yang membuat mereka bercokol di puncak klasmen. Namun Ranieri seolah ingin “menjaga” mental pemainnya. Ia ingin mereka hanya fokus pada setiap pertandingan yang akan dijalani.
“We’re top of league but it’s not important now,” ujar Ranieri kala itu. “What’s important for us is we have 28 fewer points to achieve our goal (40 points).”
Laga pekan ke-5 melawan Aston Villa bisa jadi merupakan salah satu pertandingan terberat bagi Leicester City. Babak pertama mereka tertinggal dua gol. Tidak hanya itu, The Foxes juga kalah dalam setiap duel perebutan bola, jumlah tekel, juga penguasaan bola. Jeda babak pertama Claudio Ranieri berujar kepada para pemainnya.
“If we fight we are very good team. If we don’t fight we are normal team.”
Riyad Mahrez sudah mencetak 2 gol pada 25 menit pertama laga melawan Sunderland. Namun Mahrez tidak memaksakan diri mencetak gol tambahan dan memilih bekerja untuk tim. Sampai pertandingan berakhir Mahrez tidak mencetak hattrick. Tapi ia tetap puas karena Leicester City menang. Salah satu filosofi Claudio Ranieri adalah menomorsatukan tim dibandingkan rekor pribadi. Sikap Mahrez itu tidak terlepas dari pesan Claudio Ranieri;
“I told Mahrez that it’s not important how many goals he scores, it’s about how he play for his team mates. If he does that, the goals will come from him.”
Kutipan lainnya ;
“I love when players give everything, that makes me very happy. Of course when you get the result it’s much better. But when you give everything, you can have everything,” Claudio Ranieri.
“We’re Leicester. We’re not a team like Manchester City or Chelsea, five points or eight points clear clear that would be finished. For us, we have to fight, every match,” Claudio Ranieri.
“Sejak awal, ketika ada yang salah saya mengatakan 'Dilly-ding, dilly-dong, wake up, wake up!' Jadi saat Natal saya membeli lonceng kecil bagi seluruh pemain dan staf. Itu cuma lelucon.” -Tentang hadiah Natal tidak biasa untuk para pemain dan stafnya.”
Quote:
Demikian gan thread ane kali ini semoga bisa menambah pengetahuan buat agan dan sista semuanya.
Ane berharap agan-sista mau
dan ane sangat berterima kasih kalo agan-sista mau memberikan ane
asal jangan di
sakit gan.
0
2.8K
Kutip
13
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan