Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

papan.cuci.cinaAvatar border
TS
papan.cuci.cina
[NO B@T@K DREAM] (Mimpi) Bebas Juru Parkir Liar di Medan


Oleh: Sagita Purnomo.

Keberadaan Juru Parkir (Jukir) liar di Kota Medan semakin memprihatinkan, ibarat jamur di musim penghujan, oknum jukir berseragam ini terus tumbuh dan bertambah memenuhi ruas jalanan kota. Mungkin hal inilah yang melatarbelakangi Polresta Medan, melakukan penyisiran dan razia di sejumlah lokasi untuk mengamankan jukir liar yang kerap meresahkan warga kota.

Pada awal tahun 2015 lalu, Polresta Medan setidaknya berhasil mengamankan sebanyak 545 Jukir liar yang kerap memeras masyarakat dengan memungut retribusi parkir tidak pada tempatnya dan tidak sesuai ketentuan Peraturan Daerah (Perda).

Berdasarkan informasi yang penulis himpun dari sejumlah media online, dari ke-545 jukir liar tersebut, 11 diantaranya diproses secara pidana lantaran turut terlibat dalam aksi premanisme dan tindak pidana. Sementara sisanya hanya dilakukan pembinaan dan pendataan selanjutnya dipulangkan dengan membuat surat pernyataan untuk tidak mengulangi aksinya sebagai jukir liar lagi.

Masyarakat Kota Medan sendiri sudah sangat geram dan resah dengan aksi arogansi dan pemalakan secara tidak langsung oleh jukir ini. Celakanya, meski menjadi sorotan publik beserta pejabat, keberadaan jukir liar ini sangat sulit untuk diberantas. Berulang kali pihak kepolisian dan Dinas Perhubungan melakukan razia dan penertiban, namun tetap saja jukir yang diamankan tersebut kembali beraksi dengan membuka lapak baru.

Para pemilik kendaraan di Kota Medan seakan menjadi sapi perah yang terus dipalak tanpa henti. Ekosistem jukir liar semakin tersusun rapi dan sistematis, mereka tidak pernah takut dalam menjalankan aksi baik secara sembunyi-sembunyi maupun yang terang terangan. Seakan-akan para jukir ini dibekingi oleh oknum apparat sehingga mereka dapat terus menjalankan aksi.

Tak Konsisten

Kinerja kepolisian di Kota Medan dalam mengamankan dan menindak jukir liar memang patut di apresiasi. Namun dibalik gencarnya Polresta Medan menindak jukir, terdapat sebuah ironi yang sangat mengiris hati. Pasalnya, Polresta Medan justru tidak dapat mengatasi keberadaan Jukir liar di lingkungan sekitar kantornya sendiri. Publik yang sering berkunjung ke kantor Polresta atau Satlantas Polresta Medan pastinya sudah tidak asing dengan keberadaan jukir liar di depan kantor aparatur penegak hukum ini. Yang membuat penulis heran ialah mengapa oknum jukir ini dengan berani dan tenangnya melakukan perbuatan melawan hukum di lingkungan aparatur penegak hukum itu sendiri?

Di sepanjang kawasan-kawasan Polresta dan Satlantas Polresta Medan sangat banyak oknum yang memanfaatkan lahan kosong dan bahu pinggir jalan sebagai lokasi parkir liar. Bahkan mereka juga membuka dan memungut retribusi parkir di lahan pribadi (milik warga). Mayoritas dari mereka mengaku sebagai jukir resmi Pemko dengan menggunakan rompi orange, peluit kuning namun tidak memiliki bet nama dan karcis sebagai bukti parkir. Celakanya lagi, mereka mematok tarif parkir sebesar Rp. 3.000 untuk sepeda motor, tarif ini sangat jauh dari tarif resmi yang ditentukan dalam Perda Kota Medan Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Retribusi Parkir. Dalam perda ini, untuk lokasi parkir kelas satu (sepeda motor) dikenakan sebesar Rp. 2.000 dan Rp. 1.000 untuk kelas II.

Selain itu, berdasarkan Perda ini, Pemko hanya memungut retribusi parkir di bahu atau jalan umum saja. Itu artinya, pemungutan parkir di luar bahu atau jalan umum, apalagi dilahan pribadi milik perorangan, masih sangat diragukan untuk dipungut retribusi jika kita mengacu pada Perda tersebut. Harusnya, dilahan pribadi apalagi yang berstatus hak milik, maka kewenangan untuk memanfaatkan dan mengelola penuh lahan tersebut, ada dalam kendali si pemilik lahan.

Kesimpulanya, jika ada Jukir yang mengatasnamakan Pemko dan memungut retribusi parkir di luar bahu jalan umum yang ditetapkan dalam Perda, apalagi dilahan pribadi milik perorangan, maka dapat dipastikan sebagai Jukir liar.

Modus serupa bukan hanya terjadi di kawasan sekitar kantor Polresta Medan dan Satlantas Polresta Medan, namun juga sudah meluas kesejumlah wilayah lainnya, salah satunya ialah kawasan Kampung Lalang dan Sunggal. Belum lama ini, Sabhara Polresta Medan mengadakan razia dan berhasil mengamankan setidaknya 22 orang preman yang berkedok jukir liar.

Kepala Satuan (Kasat) Sabhara Polresta Kompol Siswandi mengatakan, penjaringan puluhan preman itu atas laporan dari masyarakat yang resah dengan aksi premanisme di kawasan Sunggal. “Ada 22 orang preman berkedok jukir kami amankan. Ini adalah laporan dari warga yang kian resah dengan aktivitas di kawasan Sunggal. Nantinya, puluhan orang ini kami pulangkan lagi, namun sebelumnya kami data dan bina,” katanya. (Harian88.com)

Regulasi

Jika kita mengacu pada Perda Kota Medan Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Pajak Parkir, disebutkan bahwa selain Pemko Medan, perorangan ataupun badan tidak diperkenankan untuk menyelenggarakan pemungutan retribusi parkir di bahu jalan. Jika seseorang ingin memungut retribusi parkir di lahan yang dimilikinya atau yang lainnya, maka terlebih dahulu ia harus memenuhi persyaratan sebagai Objek Pajak Parkir dengan mendaftarkan diri sesuai ketentuan Perda.

Pemungutan retribus parkir baru dapat dilakukan apabila perorangan atau badan sudah menjadi objek pajak parkir dan atau bekerjasama dengan pihak ketiga dengan memenuhi dasar pengenaan, tarif dan cara penghitungan yang telah ditentukan dalam Perda. Jika ada orang yang menyelenggarakan parkir di lahan milik pribadi, itu bukan disebut sebagai parkir, melainkan sebagai jasa penitipan atau sewa tempat sementara.

Itu artinya untuk menyelanggaraan sebuah sistem dan mekanisme pengelolaan parkir yang sehat serta terbebas dari modus jukir liar, harus ada sinergi dan keseriusan dari Pemko Medan dan para pihak lainnya. Jika dikaji dari aspek keperdataan, maka sah-sah saja jika seseorang memanfaatkan lahan pribadi yang dimilikinya secara sah untuk dijadikan tempat parkir dengan cara penitipan barang. Para pengendara dapat menitipkan kendaraannya dilahan itu dan membayar sesuai tarif yang ditetapkan oleh si pemilik lahan. Namun yang menjadi permasalahan selama ini ialah dibawa atau disalahgunakannya nama Pemko Medan oleh setiap jukir dalam menjalankan aksi di lahan pribadi tersebut.

Hal inilah yang membuat sebagai masyarakat kita bertanda tanya besar mengenai keabsahan utusan Pemko Medan (Jukir) yang memungut retribusi parkir dilahan pribadi milik warga. Padahal, Pemko Medan hanya dapat memungut retribusi parkir di bahu jalan serta lokasi-lokasi parkir yang sudah ditetapkan dalam Perda. Realita jukir di lahan tak semeskinya ini menjadi sebuah kesalahan yang selalu saja dianggap benar dan diabsahkan, sehingga semakin banyak masyarakat yang dirugikan dan berkurangnya potensi penerimaan retribusi parkir bagi pendapatan daerah.

Berkaca

Meski Medan sudah menjadi Kota Metropolitan, dalam bidang perencanaan dan penyelenggaraan parkir, kota ini masih tertinggal jauh dibandingkan kota Binjai dan Tebing Tinggi. Di kota-kota penyanggah tersebut, selain penataannya yang lebih matang dan terencana, jumlah parkir liar dan estetika jukir itu sendiri lebih diperhatikan dan terjaga. Sehingga di Kota ini nyaris tidak terdapat masyarakat yang dirugikan oleh oknum jukir yang memungut retribusi parkir di luar ketentuan Perda.

Berdasarkan pengamatan penulis di Kota Binjai dan Tebing Tinggi, tarif parkir untuk kendaraan roda dua hanya berkisar Rp. 500 dan Rp. 1.000 untuk roda empat. Selain itu, Jukir hanya memungut parkir di lokasi-lokasi yang ditetapkan oleh Pemda setempat. Disejumlah pusat keramaian seperti lapangan umum, tempat ibadah dan atau warung makan, nyaris tidak ada jukir yang memungut retribusi. Bukan hanya itu, khususnya di Kota Binjai, Jukirnya juga sangat memperhatikan penampilan dan estetika saat bertugas.

Biasanya mereka memakai seragam setelan (kemeja dan celana panjang) berwarna orange lengkap beserta peluit dan bet nama resmi dari Pemda setempat. Hal ini sangat berbanding terbalik dengan jukir Medan yang kebanyakan tidak memiliki seragam resmi dan terkadang bermodalkan bet nama jadi-jadian.

Sudah tiba saatnya bagi Pemko Medan dan anggota DPRD untuk duduk bersama mencari solusi terbaik dalam menata perparkiran di Kota ini. Jangan sampai potensi perparkiran yang seharusnya dapat menyumbang PAD bagi Pemko justru dinikmati oleh oknum yang tak bertanggungjawab hanya karena ketidak seriusan dalam pengelolaan dan pengawasan parkir.***

Penulis adalah Alumni FH UMSU 2014, Pengamat Kebijakan Pemko Medan.

DREAM FREE FROM BATAKS

=======================================================================================================

"Imagine the world where no bataks, imagine the world where no evil"
"You may say, I'm a dreamer"
"But I'm not the only one"
"I hope someday, you join us"
"And the world will be free at last"


emoticon-Kaskus Radio emoticon-Kaskus Radio
0
3K
5
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan