Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

kabutpekatAvatar border
TS
kabutpekat
Bocoran Isi Kontrak BOT Hotel Indonesia dan Grand Indonesia (Part 2)
Halo agan, ane bikin thread lagi nih ngelanjutin thread ane sebelumnya soal kejanggalan-kejanggalan isu soal kontrak BOT antara PT Hotel Indonesia Natour (persero) dengan PT Grand Indonesia (investor).

Ini ane kasih link thread Part 1. Silakan dibaca gan supaya gak ngertiin sepotong-sepotong dan gak asal komeng.. hehehhe ....Bocoran Isi Kontrak BOT Hotel Indonesia dan Grand Indonesia (Part 1)

Nah, agan dah baca kan? Ini ane kasih apdet terbaru gan. Ini pengacara mantan Dirut HIN malah membantah kalo pembangunan menara BCA dan apartemen itu ilegal.

Quote:


PT HIN mengaku gak dapet biaya kompensasi dari pembangunan Apertemen Kempinski dan kantor Menara BCA

Quote:


Gini gan. Sebelum ngeributin soal potensi kerugian negara, agan perlu tau dulu kenapa PT HIN gak menerima pendapatan operasional dari pemanfaatan gedung Menara BCA dan Apartemen Kempinski. Catet gan, ini bukan perjanjian sewa menyewa dan juga bukan joint venture. Selevel Jaksa Agung Muda kok gak paham klausul-klausul perjanjian BOT sih. Aneh. Wartawannya juga kagak paham. Dodol semua itu gan! Lah it bahasa Indonesia-nya berapa sih nilainya gak bisa mengartikan kontrak.
emoticon-Cape d...emoticon-Cape d... emoticon-Cape d...

Emang sih, kalo sewa menyewa, pihak pemberi sewa berhak menarik uang sewa atau keuntungan dari pemanfaatan bangunan. Joint venture juga gitu. Keuntungan dan kerugian ditanggung bersama antara kedua belah pihak. Sementara, kerjasama HIN – GI itu adalah kerjasama Bangun, Guna, Serah (BOT) gan!

Adalah HIN selaku pemilik lahan yang memberikan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) kepada GI. Sekali lagi ane ulangi gan, ini adalah BOT bukan menyewa atau joint venture dengan sistem bagi hasil. Dalam kontrak BOT dinyatakan bahwa seluruh keuntungan selama masa pengelolaan adalah hak PT GI. Sebagai penerima hak BOT, GI berhak mendirikan dan mengelola gedung dan fasilitas penunjang secara komersial. Pada akhir masa BOT, GI wajib menyerahkan kembali seluruh bangunan dan fasilitas penunjang yang sudah dibangunnya kepada HIN.

Ini ane capture isi perjanjian yang udah diteken kedua belah pihak di hadapan notaris gan:
Spoiler for Pasal yang mengatur pendapatan GI:

Menurut narasumber terpercaya ane, dalam kontrak udah diatur kalo PT GI berkewajiban mengalokasikan 4% total pendapatan untuk pemeliharaan objek BOT. Pengeluaran ini juga udah diaudit oleh auditor independen dan dilaporkan kepada HIN setiap tahun. Jadi, ada dana 4% dari keuntungan buat pemeliharaan objek BOT, termasuk dua gedung yang dipermasalahkan itu gan. Agan-agan ini ada yang berpengalaman handle biaya maintenance/operasional? Coba itu tolong dicek, pastinya biayanya lebih dari 4% tuh!

Terus kenapa PT HIN ribut, ini yang janggal. Kan dalam kontrak perjanjian udah tercantum kalau PT HIN berhak mendapatkan kompensasi pembayaran tahunan yang jumlahnya terus naik per lima tahun. Bahkan beberapa kali mempercepat pembayaran tunai dari jadwal yang tercantum dalam perjanjian BOT. Percepatan itu atas permintaan PT HIN sendiri karena pada 2005, 2006, 2007, 2014, dan 2015, PT HIN mengalami kesulitan cashflow. Jadi gan, ane dapet info kalo beberapa kali direksi HIN selalu kirim memo minta percepatan pembayaran, dan selalui dipenuhi oleh GI. BU kali tuh gaan.. #eh
Spoiler for Kompensasi tahunan yang wajib disetor GI:

Nah gan, dalam model perjanjian kek gini, gimana gak enak cobak. Duduk diem, gak ngapa-ngapain, gak ngelola, gak ngurus biaya pemeliharaan, tapi dapet transferan duit tiap tahun. Ane sih juga mau gan, nge-BOT-in tanah ane di kampung buat dibangun kandang ayam sama pak haji tetangga. Ane tinggal ongkang-ongkang kaki, dia yang bangun ama ngurusin, tapi ane dapet kompensasi pembayaran tahunan. Ntar kan kandang ayamnya jadi hak milik ane kalok kontraknya dah selesai. Enak kan gan?

Apalagi kalok biaya pembangunannya jauh lebih tinggi dari nilai kesepakatan kontrak. Tau gak gan, PT GI sebetulnya ngeluarin biaya 4,5 kali lipat atau Rp5,5 triliun. Padahal kontraknya cuma Rp1,26 triliun. Itu selisihnya kan sampe Rp4,3 T tuh. Coba bayangin kalo duit segede gitu dibeliin cendol, seberapa banyak tuh?! Wakakaka ... Jadi investasinya berkali-kali lipat, itupun belum tentu untung. Menurut sumber lain, realisasi investasi tersebut sangat besar akibatnya buat GI. Ini kan investasi jangka panjang. Gak ada namanya investasi triliunan bisa cepet balik modal kan? Boleh dibilang pihak investor masih merugi, kata dia.

Ini kan posisinya HIN justru diuntungkan secara komersial. Dengan modal Rp5,5 T itu, tentu nilainya akan mengalami kenaikan berkali lipat usai masa kontrak 12 Oktober 2055. Jadi janggal bila PT HIN mengaku dirugikan. Tentu HIN akan mendapat aset dengan nilai yang jauh lebih besar di akhir masa BOT.

Belakangan ada tudingan kalo PT GI menjual aset negara karena apartemen dijual secara strata title. Nah ini lucu gan. Soalnya di dalam perjanjian udah tertera kalo, HIN memberikan Hak untuk Melakukan Pengelolaan (HMP) untuk ... “antara lain memiliki, menguasai, mengelola, menempati, menggunakan, menjaminkan, serta menjual dan/atau menyewakan HGB di atas HPL dan/atau gedung dan fasilitas penunjang dan mengalihkan atau menyewakan ruangan atau unit bangunan.”
Spoiler for Hak Melakukan Pengelolaan :

Ane coba cari konfirmasi soal ini gan, apakah benar pihak GI menyalahi aturan. Ternyata, sumber ane bilang, meski punya hak itu, GI tidak pernah menjual unit apartemen secara strata tittle. Kata narasumber ane, yang dilakukan oleh GI adalah menyewakan secara jangka panjang selama 30 tahun pada penyewa. Dan itu udah dituangkan dalam perjanjian sewa menyewa jangka panjang dengan penyewa apartemen. Duit sewanya kemana? Ya tentu masuk ke kas GI bukan HIN dong gan, karena keuntungannya bukan haknya HIN.

Jadi kalo menurut pendapat ane, pernyataan Jaksa Agung Muda dan komisaris HIN itu gak masuk akal gan. Pertama karena ini perjanjian BOT, kedua karena seluruh tudingan dari pihak HIN semua udah terbantah dalam klausul-klausul kontrak yang udah diteken sama pihak HIN sendiri. Lah, kalo belakangan klausul itu dibantah sendiri, kan aneh gan? Ada apa dengan HIN kok malah menyangkal perjanjian yang udah disepakati mereka? Ane kagak tau dah gan, coba aja tanya komisarisnya yang baru ditunjuk. Kabarnya, doi mantan relawan yang baru dapet jatah kursi komisaris tuh gan. Uhuuuyyy… caper nih yeeee… *nyengir

Pengagunan sertifikat kepada pihak ketiga

Dalam pasal 9.5 dalam perjanjian BOT sudah dinyatakan “Untuk menghindari keraguan, Penerima Hak BOT berhak untuk menjaminkan hak atas tanah sebagaimana diuraikan dalam sertifikat HGB di atas HPL maupun HMASRS berikut Gedung dan Fasilitas Penunjang yang terdaftar atas nama Penerima Hak BOT untuk mendapatkan pendanaan dari pihak ketiga ...”

Dari pasal itupun sudah jelas kalau yang dapat dijaminkan GI HANYA HGB atas nama GI. Sementara sertifikat HPL tanah atas nama HIN tidak pernah dijaminkan karena dipegang oleh HIN.
Spoiler for :


Benarkah pengalihan dari CKBI ke GI sebagai pemegang BOT hanya sepihak?

Komisaris PT Hotel Indonesia Natour Michael Umbas menuding bahwa pengalihan hak BOT dari PT CKBI ke PT GI dilakukan sepihak. Padahal, berdasarkan pada persetujuan dari Menteri BUMN sesuai surat No. S-247/MBU/2004 tanggal 11 Mei 2004 sudah tercantum bahwa PT CKBI menunjuk Grand Indonesia selaku pihak yang menerima dan melaksanakan hak CKBI tersebut serta bertindak selaku Penerima Hak BOT dan bertanggungjawab penuh kepada CKBI dalam melaksanakan BOT terhadap objek BOT. Bahkan HIN sudah menyetujui bahwa CKBI menunjuk Grand Indoensia selaku pihak yang menerima dan melaksanakan hak CKBI. (Dijelaskan dalam pasal 2.2 dan pasal 2.3). Ini dia bukti capture kontraknya gaaaaaan....
Spoiler for Pasal yang mengatur pengalihan hak dari CKBI ke GI:

Jeng!! Jeng!!!
emoticon-Wkwkwkemoticon-Wkwkwk emoticon-Wkwkwk

Sekian dulu info ane kali ini. Ane masih punya bocoran lain yang lebih seru gan. Tunggu thread ane berikutnya yaaaaa… Ane mau bongkar soal tudingan korupsi itu. Ini motifnya apa, mau cari kerugian negara, meres orang apa kriminalisasi?

Btw, sebelum ada tudingan ane berpihak, mending agan tau dulu kenapa ane bocorin kasus kek gini. Soalnya banyak banget perjanjian-perjanjian BOT yang dibikin antara swasta dan pemerintah, ujung-ujungnya dikasusin belakangan. Catet gan, dikasusin. Coba cek ribut-ribut Sumber Waras itu. Padahal KPK udah bilang tidak ada unsur korupsi, tapi masih aja tetep digoreng di media. Ada apa? Padahal perjanjian itu kan adalah undang-undang bagi kedua belah pihak yang tandatangan (cek KUHPerdata kalo gak percaya).

Ane sempet dapet info dari salah satu lawyer ternama dan juga kredibel (konsultan hukum ini independen bukan dari pihak HIN atau GI). Beliau kebetulan udah mempelajari seluruh berkas perjanjian bahkan sampe risalah rapat kedua belah pihak. Hasil pendapat hukumnya, berdasarkan jiwa dan akta BOT serta azas itikad baik yang mendasari setiap perjanjian, tidak perlu dilakukan intepretasi lagi. Itu udah diatur di pasal 1342 KUHPerdata loh. Isinya "jika kata-kata suatu perjanjian jelas, tidaklah diperkenankan untuk menyimpang dengan jalan penafsiran."

NAH LOH!

emoticon-Wow

Jangan lupa cendolnya ya gaaaaaannnn...
Diubah oleh kabutpekat 25-03-2016 12:49
azhuramasda
azhuramasda memberi reputasi
1
16.6K
128
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan