Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

budimansiaAvatar border
TS
budimansia
Defisit Triliunan, BPJS alasan Naikkan Iuran? Cara Baru Kapitalisasi Kesehatan?
Iuran BPJS Kesehatan Naik, Masyarakat Mulai Mempersoalkan
Senin, 14 Maret 2016 | 07:37 WIB


Ilustrasi: Winarno dan Hendrik, warga binaan Panti Sosial Bina Insani, Cipayung, Jakarta Timur, menunjukkan kartu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, beberapa waktu lalu.

JAKARTA, KOMPAS.com - Kenaikan iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bagi peserta bukan penerima upah (PBPU) alias pekerja mandiri, termasuk pengusaha kecil menengah, mulai disoal.

Sebab, kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan itu belum disertai dengan perbaikan pelayanan.

Salah satu yang keberatan dengan kenaikan iuran tersebut adalah Ricky K. Margono. Pria yang berprofesi sebagai pengacara ini mengaku keberatan dengan tarif tersebut. "Terasa juga kalo kenaikannya hampir dua kali lipat," ungkap dia saat dihubungi Kontan, Minggu (13/3/2016).

Selama ini Ricky membayar iuran JKN per bulan sebesar Rp 59.500 sebagai peserta kelas I, namun per 1 April naik jadi Rp 80.000 per bulan. Menurut Ricky, sah-sah saja jika iuran dinaikkan asal dibarengi dengan perbaikan fasilitas kesehatan.

Jika tidak, ia khawatir kenaikan di golongan ini hanya ditujukan menambal kekurangan anggaran BPJS Kesehatan.

Pekerja mandiri lainnya, Asep Saefudin, meminta kenaikan iuran ini dibarengi dengan kemudahan layanan bagi peserta.

Editor dan video maker lepas, itu mengusulkan, pasien yang telah memiliki riwayat penyakit tertentu dan akan mengobati penyakit yang sama tak perlu melalui puskesmas, melainkan langsung ke rumah sakit untuk mendapatkan pelayanan.

Kerjasama dengan rumah sakit juga harus diperbanyak untuk mengurangi antrean. "Sekarang antreannya panjang sekali jika ingin rawat inap," kata Asep, kemarin.

Sebagai catatan, selain menaikkan iuran pekerja mandiri, ada sejumlah perubahan lainnya.

Pertama, pemerintah menamakan kartu BPJS Kesehatan menjadi Kartu Indonesia Sehat (KIS), kartu kesehatan ala Presiden Joko Widodo saat kampanye dulu. Ini diatur di Peraturan Presiden Nomor 19/2016 pasal 12 ayat 2.

Kedua, pemerintah mengubah batasan gaji maksimal yang jadi dasar hitungan iuran dari 2 x Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) menjadi berdasarkan gaji bulanan dengan angka maksimal Rp 8 juta per bulan.

Timboel Siregar, Koordinator BPJS Watch menilai, penetapan iuran peserta BPJS Kesehatan tak adil dan tidak memenuhi semangat gotong royong. Cara ini juga tak efektif menutupi defisit BPJS Kesehatan.

Menurut Timboel, perubahan penghitungan batasan gaji dari semula berdasarkan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) jadi berdasarkan gaji ini kurang adil. "Ketika pekerja penerima upah gajinya lebih dari Rp 10 juta hingga Rp 20 juta, tapi iurannya dihitung hanya Rp 8 juta," ujarnya.

Toh, pengusaha setuju dengan kenaikan ini. Sekretaris Jenderal Apindo Sanny Iskandar menilai tepat kenaikan iuran peserta mandiri.
http://bisniskeuangan.kompas.com/rea....Mempersoalkan


Jokowi Restui Iuran BPJS Naik Per 1 April 2016
Senin, 14/03/2016 09:50 WIB

Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah menaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) bagi peserta mandiri atau pekerja bukan penerima upah (PBPU) per 1 April 2016.

Hal itu tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan yang ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada 29 Februari 2016 dan diundangkan pada 1 Maret lalu.

“Bahwa beberapa ketentuan dalam Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013 perlu disesuaikan dengan kebutuhan penyelenggaraan jaminan kesehatan nasional,” tutur Presiden Jokowi dalam beleid tersebut, dikutip Senin (14/3).

Perpres revisi itu mengatur besaran iuran peserta dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I naik dari Rp 59.500 menjadi Rp 80 ribu dan iuran peserta dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II yang semula Rp 42.500 naik menjadi Rp 51 ribu. Sementara, iuran bagi peserta dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III naik menjadi Rp30 ribu dari sebelumnya Rp 25.500.

Tak hanya itu, per 1 Januari lalu, pemerintah juga menaikan besaran iuran peserta penerima bantuan iuran (PBI) serta penduduk yang didaftarkan pemerintah dari sebelumnya Rp 19.225 menjadi Rp 23 ribu.

Selain besaran iuran, beleid tersebut juga mengatur perubahan prosedur yang berhubungan dengan pelayanan kepada peserta Jaminan Kesehatan Nasional.

Penghujung tahun lalu, Direktur Perencanaan Pengembangan dan Manajemen Risiko BPJS Kesehatan Tono Rustiano mengatakan dana yang selama ini masuk dari peserta penerima bantuan iuran (PBI) tidak mampu membayar pelayanan kesehatan secara maksimal.

“Kami akui, iuran yang kami terima tidak cukup untuk membayar layanan kesehatan. Terlihat di 2015 iuran yg kami terima rata-rata hanya Rp 27 ribu, sementara pelayanan yang kami harus bayarkan adalah Rp 32 ribu, ada selisih di sini," ujar Tono di Jakarta, Selasa (29/12).

Akibat selisih biaya tersebut, defisit anggaran BPJS Kesehatan makin melebar. Bahkan, Tono memperkirakan harus menalangi dana sebesar Rp 5,85 triliun tahun lalu, akibat tingginya klaim yang harus dibayarkan tidak bisa ditutupi oleh iuran peserta
http://www.cnnindonesia.com/ekonomi/...-1-april-2016/


Aturan baru, Jokowi naikkan iuran BPJS Kesehatan jadi Rp 80.000
Senin, 14 Maret 2016 14:13


Jokowi. setneg.go.id

Merdeka.com - Pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) nomor 19 tahun 2016 mengenai kenaikan iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) per 1 April 2016. Kenaikan iuran tertera antara 19 persen hingga 24 persen, sesuai kebijakan baru tersebut.

Dengan terbitnya Perpres, besaran iuran kelas I yang semula Rp 59.500 menjadi Rp 80 ribu, Iuran kelas II yang semula Rp 42.500 naik menjadi Rp 51 ribu, sedangkan iuran kelas III yang semula Rp 25.500 menjadi Rp 30 ribu.

Koordinator Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Watch Jatim, Jamaludin menolak kenaikan iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) ini.

"Kami jelas menolak kenaikan iuran JKN yang berkisar antara 19 persen hingga 34 persen karena dinilai tidak pro rakyat. Selama ini pelaksanaan JKN belum berjalan baik terlihat dari aspek pelayanan di beberapa rumah sakit," katanya seperti ditulis Antara Surabaya, Senin (14/3).

Menurut Jamaludin, pelayanan di beberapa rumah sakit masih ditemukan banyaknya pasien yang ditolak dan diminta untuk membayar sejumlah administrasi maupun biaya pengobatan lainnya. Selain itu kepesertaan warga miskin yang belum tepat sasaran dan minimnya kepesertaan pekerja atau buruh.

"Adanya permasalahan kebocoran dalam pembayaran klaim rumah sakit maupun kapitasi yang didistribusikan, kepada puskesmas atau klinik yang tidak digunakan sepenuhnya untuk program promotif dan preventif kesehatan, menjadi beberapa penyebab bahwa kenaikan iuran JKN harus dikaji lebih lanjut agar tidak semakin membebani masyarakat," jelasnya.

Kenaikan iuran ini, dinilai bukanlah solusi dan akan semakin membebani dan merugikan rakyat.

"Terkait Perpres nomor 19 tahun 2016, maka kami menyatakan sikap menolak kenaikan iuran JKN, mendesak pemerintah dan BPJS memperbaiki sistem pelayanan kesehatan yang lebih akses terhadap rakyat, mendesak pemerintah memperbanyak fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan agar mutu dan kualitas layanan kesehatan semakin meningkat," paparnya.

Selain itu, dia mendesak realisasi pembiayaan kesehatan yang tidak dibebankan kepada rakyat, tetapi ditanggung negara sebagaimana amanat undang kesehatan nomor 36 tahun 2009, bahwa anggaran kesehatan minimal 5 persen dari APBN dan 10 persen dari APBD.

"Dalam UU kesehatan 36 tahun 2009, anggaran kesehatan minimal 5 persen dari APBN dan 10 persen dari APBD dengan skala prioritas memberikan pembiayaan pengobatan gratis kepada semua warga yang berobat di kelas III, baik melalui skema Penerima Bantuan Iuran (PBI) pusat maupun Penerima Bantuan Iuran (PBI) Daerah," terangnya.

BPJS Watch juga mendesak pemerintah dan BPJS Kesehatan untuk segera memperbaiki data warga miskin dan tidak mampu, karena selama ini masih ada beberapa data yang rancu sehingga terkadang data tersebut tidak bisa dipertanggungjawabkan.

"Berkenaan dengan kenaikan iuran JKN kami meminta Gubernur Jatim, Soekarwo agar menyampaikan keberatan kepada Presiden," tandasnya.
http://www.merdeka.com/uang/aturan-b...-rp-80000.html


BPJS Rugi 5,85 Triliun Akankah BPJS Bankrut ?



BPJS Kesehatan Bakal Rugi Rp 7 Triliun di Akhir 2015
07 Sep 2015 at 16:21 WIB

Liputan6.com, Nusa Dua - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan diperkirakan pada tahun 2015 masih mengalami kerugian, layaknya tahun lalu. Kerugian tersebut diakibatnya tidak seimbangnya antara pembayaran premi peserta dengan klaim yang dibayarkan.

Kepala Grup Penelitian dan Pengembangan BPJS Kesehatan Pusat‎ Togar Siallagan memprediksi kerugian yang dialami BPJS Kesehatan‎ tahun ini bisa mencapai dua kali lipat dibanding tahun lalu yang mencapai Rp 3 triliun.

‎"Kalau kita sih demi mengantisipasinya tahun ini ada sekitar Rp 6 triliun-Rp 7 triliun ketidak seimbangan, untuk tahun 2016 bisa mencapai Rp 9-11 triliun," kata Togar di Nusa Dua, Bali, Senin (7/9/2015).

Dijelaskan Togar, untuk menutup kurang seimbangnya pembayaran premi dengan biaya klaim tersebut pemerintah telah menyatakan komitmennya untuk menanggung resiko tersebut.

Togar menambahkan, dirinya meyakini bahwa tidak seharusnya BPJS Kesehatan mengandalkan pemerintah terus menerus hanya untuk menutupi selisih itu. Untuk itu dirinya mengusulkan untuk adanya kenaikan iuran kepesertaan.

Sementara sebelumnya, Kepala Humas BPJS Kesehatan Irfan Humaidi‎‎ dijelaskannya, ada dua hal yang menjadi kendala potensi adanya selisih biaya manfaat dengan iuran tersebut. Pertama, tingkat iuran yang disepakati sebesar Rp 19.225 per jiwa dianggap terlalu kecil.

Sesuai dengan yang diusulkan oleh ‎Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), idealnya iuran peserta BPJS Kesehatan sebesar Rp 27.500 per jiwa. Jumlah itu bisa mencegah adanya selisih tersebut.

Tidak hanya itu, pola pendaftaran yang instan pada saat beroperasinya BPJS Kesehatan juga menjadi penyebab kedua.

"Dulu masyarakat itu yang mendaftar kebanyakan sudah sakit, mau masuk rumah sakit langsung pada daftar," tegas dia.

Dari laporan tahun 2014, BPJS Kesehatan mencatat jumlah peserta sebesar 142,4 juta jiwa. Untuk tahun 2015, dikatakan Irfan akan meningkat menjadi 168 juta jiwa dengan sasaran para pekerja penerima upah‎. (
http://bisnis.liputan6.com/read/2311...-di-akhir-2015


Iuran BPJS Naik, Netizen: Rawat Inap Tetap Susah
Senin, 14 Maret 2016 20:45

Program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) memang menjadi sangat penting bagi warga, terlebih karena tak hanya bisa digunakan PNS. Namun, belakangan ini masyarakat kecewa dengan keputusan untuk menaikkan iuran yang akan segera diterapkan pemerintah.

Peraturan tersebut merupakan Peraturan Presiden (Perpres) nomor 19 tahun 2016 yang merupakan perubahan ke-2 atas Perpres nomor 12 tahun 2013 yang berlaku pada semua golongan.

Golongan I yang awalnya membayar Rp 59.500 akan menjadi Rp 80.000 per bulan. Golongan II yang sebelumnya Rp 42.500 menjadi Rp 51.000. Dan Golongan III yang sebelumnya Rp 25.500 menjadi Rp 30.000.

Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KPSI), Iqbal Said mengatakan, "Kenaikan iuran tersebut memberatkan buruh."

"Kalau menutup defisit dengan menaikkan iuran semua bisa, pemerintah harus bisa mengelola BPJS. Ini tidak fair, selama ini mandiri (Non PBI) tidak pernah tahu, apakah yang dicover PBI itu benar-benar ada," tambah wakil ketua pengurus harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Sudaryatmo.

Keputusan kenaikan iuran BPJS ini juga mendapat sorotan dari netizen yang kebanyakan kecewa. "Makin kejepit kelas menengah kayak gue, iuran BPJS naik, bentar lagi pajak naik juga," tulis salah seorang netizen.

"Sip, nanti mau urus turun kelas juga. Udah bayar kelas 1, rawat inap tetap susah mau yang kelas 1 haha," ujar netizen. "Pelayanannya biasa, iurannya luar biasa," sahut lainnya.

Perubahan peraturan ini sudah disepakati oleh Kementeriran Kesehatan, Kementerian Keuangan, dan BPJS Kesehatan itu sendiri. Seperti yang tertera dalam pasal 16F ayat 2, peraturan tersebut akan berlaku mulai 1 April 2016 nanti.
http://m.infospesial.net/64371/iuran...p-tetap-susah/


Begini Cara BPJS Kesehatan Antisipasi Defisit di 2016
29 Des 2015 at 21:58 WIB

Liputan6.com, Jakarta - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan telah menyiapkan strategi untuk mengatasi defisit antara dana iuran dengan klaim yang diajukan pesertanya pada 2016.

Direktur Perencanaan dan Pengembangan BPJS Kesehatan Tono Rustiano mengatakan, agar lebih banyak iuran yang masuk, maka pihaknya akan memaksa para pekerja formal atau pekerja penerima upah (PPU) seperti pegawai negeri sipil (PNS) dan pegawai swasta untuk menjadi peserta.

Dia menjelaskan, bentuk pemaksaan kepada para PPU ini dilakukan melalui penegakan hukum dan kepatuhan. Kemudian, para PPU yang telah terdaftar akan diminta untuk melaporkan upah sesungguhnya kepada BPJS Kesehatan.

"Kemudian kita harapkan ada kenaikan batas upah supaya lebih mudah. Kita harapkan Pemda memberi peran besar untuk memasukkan PPU yang ada di daerah menjadi PBI (Penerima Bantuan Iuran)," ujarnya di Jakarta, Selasa (29/12/2015).

Selain itu, Tono mengatakan pihaknya akan mendorong peningkatan kapasitas internal dari BPJS Kesehatan melalui kantor cabang yang ada diseluruh daerah. Dengan demikian, masyarakat akan semakin mudah membayarkan iurannya.

"Yang kita dorong adalah bagaimana internal kapasitas kita tingkatkan dengan kantor cabang, kemudian KLOK (kantor layanan operasional di kabupaten/kota), begitu juga BPJS center di rumah sakit. Juga dengan layanan untuk pembayaran dengan bekerjasama dengan organisasi yang paling banyak adalah organisasi ritel seperti Alfamart, Indomaret," jelasnya.

Jika upaya ini dianggap masih kurang untuk penutupi defisit, maka BPJS Kesehatan akan melakukan penyesuaian ulang pelayanan. Termasuk menyesuaikan standar terhadap tipe rumah sakit untuk pelayanan BPJS Kesehatan, dari rumah sakit besar menjadi rumah sakit kecil.

"Segmen yang kita harapkan betul itu dari PPU itu yang kita dorong (peerja) BUMN terlebih dulu. Kemudian perusahaan-perusahaan multinasional besar sampai perusahaan-perusahaan mikro," kata dia.

Menurut Tono, jika langkah-langkah tersebut dilaksanakan secara konsisten pada tahun depan, maka akan mendorong penerimaan BPJS Kesehatan. Dengan demikian diharapkan akan menutupi kemungkinan desifit penerimaan BPJS Kesehatan yang pada tahun ini diperkirakan mencapai Rp 5,8 triliun.

"Posisi sekarang itu dia (PPU) pada posisi 57 juta. Kurang memang jika melihat roadmap 2015. Maka itu perlu dorongan agar penerimaan meningkat," tandasnya.
http://bisnis.liputan6.com/read/2400...efisit-di-2016


BPJS dan "Agen" Kapitalis
Jumat, 22/07/2011

Adalah hal yang wajar kita curiga kepada asing, karena hampir semua asset-aset negara sudah dikuasai asing, termasuk pembahasan RUU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang ditunda pembahasanya. Apalagi diketahui sejak 2002 Asian Development Bank (ADB) diduga ikut membiayai pinjaman sebesar 250 juta dollar untuk mendukung program reformasi jaminan sosial di Indonesia.

Dana tersebutlah yang digunakan untuk membuat UU No 40/2004 Tentang Sistim Jaminan Sosial Nasional (SJSN), dimana RUU BJPS ada upaya untuk menarik iuran dari masyarakat, buruh dan prajurit. Ini berarti ada pergeseran dari RUU tersebut, dimana rakyat harus membayar premi jaminan social. Sehinga ini mengubah kewajiban negara membiayai jaminan sosial menjadi kewajiban rakyat membayar premi jaminan social

Untuk menstabilkan sistim ekonomi dunia, pemerintah Indonesia diminta melanjutkan reformasi sektor keuangan yang luas dengan cara mengembangkan jaminan sosial yang juga merupakan bagian dari rencana ADB. Ujungnya adalah mengambil alih pasar asuransi Indonesia

Selain itu ADB juga dicurigai menyediakan 1 juta dollar untuk technnical assistance dalam studi fisibilitas untuk reformasi sistim jaminan sosial dalam rangka restrukturisasi sistim asuransi lewat undang-undang SJSN dan BPJS.

Semua perusahaan BUMN asuransi akan direstrukturisasi dengan cara ditransformasikan dalam BPJS untuk mengurus jaminan sosial yang sesungguhnya adalah bisnis asuransi. Disatu sisi, pasar yang ditinggalkan diserahkan pada swasta yang akan dikuasai oleh perusahaan asuransi asing

Penggabungan 4 BUMN asuransi tersebut untuk memudahkan akuisisi perusahaan asuransi internasional terhadap wali amanah yang mewarisi aset-aset perusahaan BUMN. Di satu sisi, pasar asuransi yang sesungguhnya melekat pada 50 juta kelas menengah atas Indonesia diserahkan pada perusahaan-perusahaan asuransi internasional. Selain itu transformasi BUMN asuransi ini merupakan “ladang duit” baru bagi partai-partai politik di parlemen.

Ada indikasi pula BPJS adalah upaya rezim kapitalisme global untuk menguasai pasar keuangan Indonesia. Kalau RUU ini disahkan, maka warga negara menjadi punya kewajiban bayar premi yang angkanya bisa capai Rp60 ribu perorang

Yang jelas merger empat BUMN tersebut membuat pertanggungjawaban kelembagaan itu menjadi tidak jelas. Maka, kalau jadi disahkan RUU BPJS ini, bisa jadi DPR telah menghianati rakyat. Karena bicara hak kesehatan rakyat itu, mutlak jadi hak rakyat, tidak ada toleransi..

UU SJSN dan RUU BPJS tidak lain memanipulasi jaminan sosial menjadi asuransi wajib. Filosofi jaminan sosial dicampuradukkan dengan prinsip-prinsip asuransi. Bahkan kedua UU ini tidak bertujuan menyelenggarakan jaminan sosial, tapi memobilisasi dana masyarakat untuk program stabilitas sektor keuangan global melalui trust fund.
http://www.neraca.co.id/article/3704...pitalis#!/auth

-------------------------------

Apa sih yang gratis di Endonesah saat ini? bahkan kencing sekalipun, nggak gratis ditempat-tempat umum sekalipun. Parkir mobil sudah berkisar 5-10 rebu, dan sepeda motor pun, minimal 2.000 rupiah sekali parkir saat ini. Semuanya serba mekanisme pasar yang berjalan untuk hampir meliputi 99% barang dan jasa yang bisa didapat rakyat. Hanya harga premium, listrik PLN dibawa 900 KW, dan air minum PDAM yang dikelola Pemda yang katanya sih masih di subsidi sampai harga pokoknya (harga keekonomiannya) pada saat ini. Lainnya? Semua serba mekanisme pasar. Artinya: semua barang dan jasa yang hendak di konsumsi rakyat, harus dibeli sesuai dengan harga keekonomiannya, bahkan diatasnya, yang disebut harga pasar itu! Termasuk jasa pelayanan kesehatan, pendidikan, transportasi, dan jasa sosial lainnya.




0
12.2K
88
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan