(ASK) Apakah pantas Restoran membebani konsumen dengan "Tax and Service Charge"?
TS
rizqbryant
(ASK) Apakah pantas Restoran membebani konsumen dengan "Tax and Service Charge"?
Agan- agan sekalian, ane disini mau ngebahas suatu hal yang amat sangat mengganggu dan ane mau nanya sama agan2 yang mungkin pakar dalam hal ini.
Memang sih selama ini ane sudah sering kali ngalemin hal ini cuma ya gak bisa berbuat apa2 cuma bisa nerima aja.
Sampai kemarin malam ane baru aja makan di suatu restoran di sebuah Mall di Jakarta, pas bayar Bill ( Tagihan ) setelah makan ane tumben2an merenung sambil perhatiin tuh tagihan *biasanya main bayar aja*, di situ tercantum Tax 10% dan Service Charge Resto 5%.
Nah yang ngeselin adalah apa sih itu Service charge???? apa sih itu TAx????
Secara harafiah ya kita tau Service charge adalah biaya atas servis dan pelayanan yang kita dapatkan, Tax itu Pajak untuk dibayarkan ke pemerintah.
Tapi menurut ane sih kurang pantas aja kalo 2 hal tersebut dibebankan kepada konsumen.
1. SERVICE CHARGE
- Apakah si empunya restoran menggunakan hal ini untuk menggaji karyawan?? kayaknya gak pantas deh karyawan digaji sama konsumen. bukankah sebaiknya hal ini dihilangkan dan dimasukkan ke harga jual makanan yang ditawarkan itu lebih baik?
- Apakah sebagai tips pelayan waitres, koki dsb? saya rasa juga tidak pantas dikenakan kepada konsumen, bagaimana apabila kita sebagai konsumen tidak merasa puas dengan pelayanan dan makanan yang diberikan oleh resto tsb? apakah kita juga harus dipaksa memberikan tips dengan dalih Service Charge? dan apabila kita bayar service charge nantinya uang tersebut dikembalikan betul2 ke bonus karyawan resto tersebut? Who knows!!
- Saya pernah membaca suatu artikel mengenai Kapan Service Charge itu dikenakan dan kapan tidak boleh dikenakan.
1. The Restaurant should be Air Conditioned. Apabila resto tersebut ber AC maka bisa mengenakan service charge.
2. The Restaurant should have License for Serving Alcohol. Apabila resto tersebut bisa dan dapat menjual minuman beralkohol, maka Service Charge bisa dilakukan.
2. TAX
Kalau TAX yang ane masih bisa nerima lah karena pendapatan negara ya harus bayar pajak kita sebagai warga negara.
tapi pertanyaannya, apakah tax itu sepantasnya dibebankan kepada konsumen? bukannya pemilik resto sebagai penerima keuntungan dan pemilik usaha yang harus membayar TAX?? mengapa dibebankan kepada pembeli?
Dan kalau memang harus dibebankan bukannya lebih fair kalau 10% itu dibagi 2 yakni 5% masing2 pihak?
Apakah pemilik bisnis resto tidak mau membayar pajak atas penghasilan yang diperolehnya sehingga membebankan pelanggan untuk membayar pajak?
Kira2 begitulah keluh kesah ane sebagai konsumen, butuh pencerahan dari agan2 diluar sana buat memberi pengertian ke ane yang notabene konsumen pada umumnya yang merasa terbodohi dengan aturan TAX and Service kalo makan di restoran. hehehehe..
Atau kalian juga malah setuju kalo TAx and service itu tidak pantas jika dibebankan kepada konsumen..
Monggo dijawab...
Berikut contoh billing dengan beban tax and service:
Spoiler for BILL 1:
Spoiler for BILL 2:
Karena ane belom bisa ngasi cendol, jadi Komentar terbaik bakal ane tongolin Quotes disini...!!!
Quote:
Original Posted By AgenDunia►ane juga sempat ngalamin pas bayar tagihan di resto telaga sampir*un bintaro.. Pajaknya bertingkat2,, pas ditanyain ke kasir jawabnya ngelantur, makanan sudah ditelan mau ga mau harus bayar..
Tapi dulu bukannya pajak yg 10% sudah ditiadakan ya? kok ada lagi sekarang.. bikin bingung.
Tanggapan salah 1 Agan Kaskus
Quote:
Original Posted By javaju►setahu saya memang seperti itu gan, kalau kita makan di restoran atau nginap di hotel pasti kita akan di kenakan goverment tax & service charge.
mungkin keterangan dari menteri dibawah ini lebih jelasnya Gan.
Spoiler for UU Service Charge:
PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR: PER.02/MEN/1999
TENTANG
PEMBAGIAN UANG SERVICE PADA USAHA HOTEL, RESTORAN DAN USAHA PARIWISATA LAINNYA.
MENTERI TENAGA KERJA R.I.
Menimbang:
a. Bahwa uang service pada usaha hotel, restoran dan usaha pariwisata lainnya diperlukan bagi pekerja sebagaimana tercantum dalam Surat Keputusan Menteri Perekonomian No. 706 tahun 1956
b. Bahwa belum ada keseragaman di dalam pelaksanaan pembagian uang service sehingga menimbulkan permasalahan dalam bentuk berbagai tuntutan dan perselisihan hubungan industrial.
c. Bahwa untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi para pekerja dan pengusaha maka perlu ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
Mengingat:
Undang-undang Nomor 3 tahun 1951 tentang Pernyataan Belakunya Undang-undang Pengawasan Perburuhan tahun 1948 No 23 dari Republik Indonesia untuk Seluruh Indonesia (Lembaran Negara tahun 1951 No. 4)
Undang-undang No. 14 tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok mengenai Tenaga Kerja (Lembaran Negara No. 2912)
Undang-undang No 9 tahun 1990 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara tahun 1969 No 78 Tambahan Lembaran Negara No. 5472)
Peraturan Pemerintah No. 8 tahun 1981 tentang Perlindungan Upah
Keputusan Presiden Republik Indonesia No 122/-M/1998 tentang Pembentukan Kabinet Reformasi
Keputusan Menteri Perekonomian No 706 tahun 1956 tentang Perusahaan Yang Menyediakan Tempat Penginapan Termasuk Makanan
Keputusan Menteri Pariwisata dan Telekomunikasi No. KM.95/HK. 103/MPPT-87 tahun 1987 tentang Ketentuan Usaha dan Penggolongan Restoran
Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 05/Men/1998 tentang Pendaftaran Organisasi Pekerja.
Menetapkan:
PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBAGIAN UANG SERVICE PADA USAHA HOTEL, RESTORAN DAN USAHA PARIWISATA LAINNYA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :
(1) Usaha hotel, retoran dan usaha pariwisata lainnya adalah setiap bentuk uaha baik milik swasta maupun milik negara yang mempergunakan sebagian atau seluruh bangunan untuk menyediakan jasa pelayanan akomodasi, makanan minuman, dan atau jasa lainnya dengan pembayaran berdasarkan tarif yang telah ditetapkan.
(2) Pengusaha adalah :
a. Badan hukum yang menjalankan suatu usaha hotel, restoran dan uaha pariwisata lainnya miliknya sendiri.
b. Orang, persekutuan atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan usaha hotel, restoran dan usaha pariwisata lainnya bukan miliknya.
c. Orang, persekutuan atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili usaha hotel, restoran dan usaha pariwisata lainnya sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan angka 2, yang berkedudukan di luar Indonesia.
(3) Pekerja adalah tenaga kerja yang bekerja pada pengusaha dengan menerima upah.
(4) Serikat Pekerja adalah organisasi pekerja yang bersifat mandiri, demokratis, bebas dan bertanggung jawab yang dibentuk dari, oleh dan untuk pekerja guna memperjuangkan hak dan kepentingan kaum pekerja dan keluarganya.
(5) Uang Service adalah tambahan dari tarif yang sudah ditetapkan sebelumnya dalam rangka jasa pelayanan pada usaha hotel, restoran dan usaha pariwisata lainnya.
(6) Resiko kehilangan dan kerusakan adalah bagian uang service yang disisihkan sebelum uang service dibagikan kepada para pekerja dan diperuntukkan bagi pengusaha untuk menanggung kerugian atau kerusakan alat perlengkapan hotel, retoran dan usaha pariwisata lainnya yang berhubungan dengan tamu.
Pasal 2
(1) Uang service merupakan milik dan menjadi bagian pendapatan bagi pekerja yang tidak termasuk sebagai komponen upah.
(2) Pajak penghasilan atas uang service yang diterima masing-masing pekerja ditanggung sepenuhnya oleh pekerja yang bersangkutan.
(3) Pemotongan pajak penghasilan atas uang service dilakukan bersamaan pada saat pembagian uang service oleh pengusaha dan bukti setoran pembayaran pajak ke Kas Negara disampaikan kepada pekerja sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku.
BAB II
PENGUMPULAN DAN PENGELOLAAN ADMINITRASI, PEMBAGIAN DAN PENGAWASAN INTERN UANG SERVICE
Pasal 3
Pengumpulan dan pengelolaan administrasi uang service sebelum dibagi, dilakukan sepenuhnya oleh pengusaha.
Pasal 4
Pengelolaan administrasi uang service sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 wajib dilakukan terpisah dari adminitrasi operasional perusahaan.
Pasal 5
Setiap bulan menjelang uang service dibagikan, pengusaha wajib mengumumkan secara tertulis hasil perolehan uang service.
Pasal 6
(1) Hasil perolehan uang service selama 1 (satu) bulan kalender setelah dikurangi untuk resiko kehilangan atau kerusakan dan pendayagunaan peningkatan kualitas sumber daya manusia wajib dibagi habis kepada pekerja yang berhak, paling lambat selama 30 (tiga puluh) hari bulan berkutnya.
(2) Pembagian uang service dilakukan sesuai dengan kesepakatan antara pengusaha dan pekerja yang ditetapkan sebelumnya.
Pasal 7
Pengawasan intern atas pengumpulan, pengelolaan administrasi dan pembagian uang service dilakukan oleh Lembaga Kerjasama Bipartit yang terdiri dari unsur pengusaha dan serikat pekerja atau wakil pekerja.
Pasal 8
(1) Uang service yang dikumpulkan dapat dipotong oleh pengusaha yang besarnya ditentukan sebagai berikut :
a. Untuk hotel berbintang 3 ke atas :
1) 5 (lima) persen untuk resiko khilangan atau kerusakan;
2) 2 (dua) persen untuk pendayagunaan peningkatan kualitas sumber daya manusia;
3) 93 (sembilan puluh tiga) peren dibagi habis untuk para pekerja.
b. Untuk hotel berbintang 2 ke bawah, restoran dan usaha pariwisata lainnya::
1) 8 (delapan) persen untuk resiko kehilangan atau kerusakan;
2) 2 (dua) persen untuk pendayagunaan peningkatan kualitas sumber daya manusia;
3) 90 (sembilan puluh) persen dibagi habi untuk para pekerja.
(2) Bagi usaha hotel, restoran dan usaha pariwisata lainnya yang telah melakukan pemotongan kehilangan dan kerusakan sebesar persentase lebih kecil dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan huruf b tetap belaku dan dilarang menyesuaikan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan huruf b.
(3) Bagi usaha hotel, restoran dan usaha pariwisata lainnya yang telah melakukan pemotongan kehilangan dan kerusakan sebesar persentase lebih besar dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan b wajib menyesuaikan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan huruf b.
Pasal 9
(1) Cara pembagian uang service yang tersedia untuk dibagikan kepada pekerja diserahkan pelaksanaannya kepada pengusaha dan dengan mempertimbangkan asas pemerataan dan asas senioritas pekerja, yaitu separuh dibagi sama besar dan sisanya dibagi berdasarkan senioritas atau point.
(2) Uang service sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah uang service yang sudah terkumpul
BAB III
DANA PENDAYAGUNAAN PENINGKATAN
KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA
Pasal 10
(1) Pengelolaan dana sebesar 2 (dua) persen untuk pendayagunaan peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (1) huruf a angka (2) dan huruf b angka (2) diserahkan kepada Lembaga Kerjasama Bipartit perusahaan yang bersangkutan.
(2) Pengawasan intern terhadap pengelolaan dana yang dilaksanakan Lembaga Kerjasama Bipartit dilakukan oleh wakil pengusaha dan wakil pekerja yang ditunjuk oleh Lembaga Kejasama Bipartit perusahaan yang bersangkutan.
(3) Bagi perusahaan yang belum terbentuk Lembaga Kerjasama Bipartit, pengelolaan dan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diserahkan kepada wakil pekerja.
BAB IV
PEKERJA YANG BERHAK MENDAPAT UANG SERVICE
Pasal 11
(1) Pekerja yang berhak mendapat uang service adalah :
a. Pekerja yang telah melewati masa percobaan.
b. Pekerja yang terikat pada Kesepakatan Kerja Waktu Tertentu.
c. Pekerja yang sedang menjalani cuti tahunan, cuti melahirkan atau gugur kandungan.
d. Pekerja dengan ijin pengusaha sedang menjalankan tugas negara, kepramukaan, organisasi pekerja dan atau ibadah keagamaan.
e. Pekerja lainnya sesuai kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja.
(2) Pekerja yang putus hubungan kerjanya sebelum saat pembagian uang service berhak mendapat uang service terakhir secara prorata.
Pasal 12
(1) Pekerja yang oleh sesuatu alasan apapun dipekerjakan kembali berhak mendapat uang service sejak yang bersangkutan mulai bekerja kembali.
(2) Pekerja tidak berhak atas ganti rugi uang service yang sempat dihentikan pembayarannya selama pekerja tidak bekerja.
Pasal 13
(1) Usaha hotel dengan klasifikasi Hotel Bintang selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sejak berlakunya peraturan ini wajib menyesuaikan dan melaksanakan ketentuan Peraturan Menteri ini.
(2) Usaha hotel dengan klasifikasi Hotel Non Bintang (Melati), restoran dan usaha pariwisata lainnya selambat-lambatnya 12 (dua belas) bulan sejak berlakunya peraturan ini wajib menyesuaikan dan melaksanakan ketentuan Peraturan Menteri ini.
BAB V
S A N K S I
Pasal 14
Pengusaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimakud dalam pasal 4, pasal 5, pasal 6 ayat (1), pasal 8 ayat (1) dan ayat (2) dan pasal 13 Peraturan Menteri ini diancam dengan hukuman seuai dengan ketentuan pasal 17 Undang-Undang No. 14 tahun 1969.
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 15
Pengawasan terhadap ditaatinya Peraturan Menteri ini dilakukan oleh Pegawai Pengawasan Ketenagakerjaan.
Pasal 16
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di: Jakarta
Pada tanggal : 11 Maret 1999
MENTERI TENAGA KERJA
Spoiler for selamat:
Selamat Agan telah membaca isi spoiler sampai selesai