Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

pakdejoyAvatar border
TS
pakdejoy
Dizolimi BPJS? Dokter-Spesialis: demo ke Istana nekad bergantungan di Metromini
Demi Unjuk Rasa di Istana, Para Dokter Bergantungan di Metromini
Senin, 29 Februari 2016 , 12:13:00




Unjuk rasa para dokter depan Istana Merdeka. Foto: Mesya Mohammad/JPNN.com

JAKARTA—Pemandangan aksi mahasiswa bergelantungan di pintu metromini untuk berunjuk rasa sudah biasa kita saksikan. Tapi kali ini aksi itu dilakukan puluhan dokter spesialis. Mereka menyewa metromini untuk melaksanakan aksi damai hari ini di depan Istana Merdeka, Senin (29/2). Mereka adalah kumpulan dokter dari seluruh Indonesia.

Pantauan JPNN, sekitar lima metromini disewa dokter spesialis menuju lokasi aksi yaitu Mahkamah Konstitusi. Saking penuhnya metromini, sebagian dokter rela berdiri hingga di pintu seperti kernet bus.

Salah satu dokter spesialis dari Flores, NTT mengaku untuk ke Jakarta, ia harus berganti empat pesawat. Tiba di Jakarta, dia pun rela ?naik metromini untuk gabung bersama dokter spesialis lainnya.

"Ini sebagai bentuk kepedulian kami terhadap kesehatan masyarakat. Kami rela melakukan ini karena keprihatinan terhadap sektor kesehatan Indonesia yang terbengkalai dan tidak menjadi prioritas pemerintah," ujarnya.

Hal sama diungkapkan Yuniarti Saragih, dokter spesialis penyakit dalam di Sumatera Utara. "Perjuangan kami untuk menuntut janji-janji pemerintah menaikkan anggaran pendidikan secara merata. Indonesia bukan hanya Jawa. Kami undang Presiden Jokowi blusukan ke rumah sakit kami, agar tahu bagaimana rumah sakit kami. Banyak pasien tidak bisa tertangani dengan baik karena fasilitasnya minim," serunya
http://www.jpnn.com/read/2016/02/29/...-di-Metromini-


Nasib Dokter di Indonesia (umum dan spesialis) memang Ngenes, apalagi semenjak ada BPJS?
Quote:



Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Cara Lain Memalak Rakyat
3 Januari 2014 M

Meski ada protes dan keraguan pemberi pelayanan kesehatan untuk berpartisipasi pada Jaminan Kesehatan Nasional yang akan diterapkan 1 Januari 2014, cukup banyak klinik, puskesmas atau rumah sakit yang bergabung.

Menurut Wamenkes, Ali Ghufron Mukti, sejauh ini ada sekitar 15.800 dokter praktek mandiri, klinik dan puskesmas yang akan memberi pelayanan kesehatan dasar. Pelayanan tingkat lanjutan akan dilakukan sekitar 1.700 rumah sakit pemerintah dan swasta yang tersebar di Indonesia. (Kompas, 30/12/2013).

Bukan Jaminan, Tapi Asuransi Kesehatan Nasional

Katanya jika program JKN sempurna, seluruh rakyat akan mendapat jaminan kesehatan. Katanya, jika JKN sudah jalan, rakyat akan mendapat pelayanan kesehatan gratis.

Itu hanya propaganda. Realitanya justru sebaliknya. Yang ada bukanlah jaminan kesehatan nasional, akan tetapi asuransi kesehatan nasional. Dua hal yang sangat berbeda bahkan berkebalikan.

Pelaksanaan JKN per 1 Januari 2014 ini adalah amanat dari UU No. 40 th. 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan UU No. 24 th. 2011 tentang Badan Pelaksana Jaminan Sosial (BPJS).

UU SJSN Pasal 19 ayat 1 menegaskan: Jaminan kesehatan diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas. Prinsip asuransi sosial adalah mekanisme pengumpulan dana bersifat wajib yang berasal dari iuran guna memberikan perlindungan atas risiko sosial ekonomi yang menimpa peserta dan/atau anggota keluarganya (Pasal 1 ayat 3). Prinsip ekuitas artinya tiap peserta yang membayar iuran akan mendapat pelayanan kesehatan sebanding dengan iuran yang dibayarkan.

UU ini secara fundamental telah mengubah kewajiban negara dalam memberikan jaminan kesehatan menjadi kewajiban rakyat. Hak rakyat justru diubah menjadi kewajiban rakyat. Konsekuensinya, rakyat kehilangan haknya untuk mendapat jaminan kesehatan yang seharusnya wajib dipenuhi oleh negara.

UU ini “menghilangkan” kewajiban dari negara dan memindahkannya ke pundak rakyat. Rakyat wajib menanggung pelayanan kesehatannya sendiri dan sesama rakyat. Itulah prinsip kegotong-royongan SJSN yaitu prinsip kebersamaan antar peserta dalam menanggung beban biaya jaminan sosial, yang diwujudkan dengan kewajiban setiap peserta membayar iuran sesuai dengan tingkat gaji, upah, atau penghasilannya (penjelasan pasal 4).

Bukan Gratis, Tapi Wajib Bayar

Dalam sistem JKN ini tidak ada yang gratis. Justru seluruh rakyat wajib membayar dahulu, tiap bulan. JKN adalah asuransi sosial. Hanya peserta yang membayar premi yang akan dapat layanan kesehatan JKN. Itu wajib bagi seluruh rakyat sesuai prinsip kepesertaan wajib UU SJSN. Yakni seluruh penduduk wajib jadi peserta asuransi sosial kesehatan (JKN), dan tentu wajib membayar premi/iuran tiap bulan.

Pasal 17: “(1) Setiap peserta wajib membayar iuran yang besarnya ditetapkan berdasarkan persentase dari upah atau suatu jumlah nominal tertentu. (2) Setiap pemberi kerja wajib memungut iuran dari pekerjanya, menambahkan iuran yang menjadi kewajibannya dan membayarkan iuran tersebut kepada BPJS secara berkala.”

Iuran untuk orang miskin dibayar oleh pemerintah (ayat 4) dan mereka disebut Penerima Bantuan Iuran (PBI), atas nama hak sosial rakyat. Tapi hak itu tidak langsung diberikan kepada rakyat, tetapi dibayarkan kepada pihak ketiga (BPJS) dari uang rakyat yang dipungut melalui pajak. Jadi realitanya, rakyat diwajibkan membiayai layanan kesehatan diri mereka dan sesama rakyat lainnya.

Jadi tidak ada yang gratis untuk rakyat. Justru rakyat wajib bayar iuran, baik layanan itu ia pakai atau tidak. JKN lebih tepat disebut layanan kesehatan prabayar, persis seperti layanan telepon prabayar. Sebab setiap rakyat wajib bayar premi (iuran) tiap bulan, baik layanan itu dimanfaatkan bulan itu atau tidak. Jika tidak bayar maka tidak akan mendapat manfaat layanan kesehatan JKN.

Perpres tentang JKN, menetapkan prosedur layanan JKN, bahwa peserta harus mendapat pelayanan kesehatan di Fasilitas Kesehatan tingkat pertama tempat peserta terdaftar. Di fasilitas lain hanya boleh jika di luar wilayah atau kegawatdaruratan medis. Itu artinya, meski masih di kota yang sama, jika bukan di tempat peserta terdaftar, tidak akan dikover oleh JKN, artinya harus bayar sendiri.

“Memalak” Rakyat, Himpun Dana

JKN (Jaminan Sosial Nasional) merupakan cara lain memungut dana secara wajib – “memalak”- seluruh rakyat. Tiap orang akan terkena pungutan. Pemberi kerja akan terkena pungutan sangat besar. Makin banyak pekerjanya, makin besar pungutan yang harus dibayarnya. Biaya itu bisa saja dimasukkan harga jual produk/jasa. Maka beban seluruhnya kembali kepada rakyat pada umumnya.

Lebih menyesakkan lagi, jika telat bayar, tidak diberi layanan, bisa didenda, bahkan tidak diberi pelayanan administratif publik seperti ngurus KTP, akte, sertifikat, IMB, dsb. Pemberi kerja atau kepala keluarga yang tidak mendaftarkan pekerja atau anggota keluarganya, bisa dikenai sanksi bahkan sampai sanksi pidana. Inilah kezaliman luar biasa. Sudah dipalak, jika telat dijatuhi sanksi, jika menghindar bisa dipidana.

Itulah “pemalakan” rakyat untuk menghimpun dana besar. Kompas (26/12) menyebutkan, penyelenggara jaminan kesehatan diperkirakan akan mengumpulkan dana iuran peserta sedikitnya Rp. 80 triliun per tahun. Akumulasi dana ini akan bertambah besar saat BPJS ketenagakerjaan beroperasi penuh pada 1 Juli 2015 dan menyelenggarakan jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan kematian dan jaminan pensiun.
Dana Jaminan Sosial itu wajib disimpan dan diadministrasikan di bank kustodian yang merupakan BUMN (Pasl 40 UU BPJS). Artinya Bank BUMN bisa mendapat sumber dana baru. Sesuai amanat Pasal 11 UU BPJS, dana itu diinvestasikan. Tentu dalam bentuk surat berharga, termasuk Surat Utang Negara dan surat berharga swasta.

Dengan itu, negara dapat sumber dana baru. Selain negara, swasta dan para kapitalis juga akan menikmati dana itu yang diinvestasikan melalui instrumen investasi mereka. Mungkin karena itulah Barat (khususnya melalui Bank Dunia, IMF, ADB, USAID) sangat getol bahkan mendekte agar SJSN dalam bentuk asuransi sosial itu segera eksis dan berjalan.
source

-----------------------------------

Swastanisasi layanan kesehatan untuk rakyat, yang seharusnya itu bagian dari tanggung-jawab utama Pemerintah sesuai amanah konstitusi, yaitu kewajiban Negara memberikan layanan untuk kesejahteraan rakyatnya. Pemerintah kemudian berhasil memindahkan tanggung-jawabnya itu ke swasta melalui asuransi, yang kini dikenal BPJS itu. Yaa namanya juga assuransi, pastilah mereka juga berhitung untung-rugi dari bisnis assuransi itu, antara lain memutar uang itu di deposito Bank dan bisnis saham yang "high risk" (seharusnyya itu nggak boleh. Diperbolehkan hanya main obligasi Negara saja). Belum lagi gaji pejabat BPJS yang diatas rata-rata BUMN sektor Perbankan dan Keuangan itu, Seharusnya pengawasan BPK dan KPK serta BPKB plus Kejaksaan bisa sangat intensif untuk lembaga ini, untuk mencegah penyalah-gunaan uang nasabah BPJS itu, yang adalah rakyat kita sendiri.
Diubah oleh pakdejoy 29-02-2016 22:46
0
9.7K
60
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan