Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

pakdejoyAvatar border
TS
pakdejoy
Setahun yang sia-sia? Ambisi Sia-Sia Pemerintahan Jokowi
Ambisi Sia-Sia Pemerintahan Jokowi (1)
2/28/2016

NBCIndonesia.com - Sulit dipercaya pemerintahan Jokowi-JK seolah menerima kutukan. Bayangkan ketika pemerintahan ini tepat dimulai, peperekonomian global berada pada titik terburuk nya. Harga komoditas menurun, padahal merupakan andalan ekspor Indonesia.

Harga minyak diramalkan oleh International Monetary Fund (IMF) akan menuju US $ 20/barel. Dengan demikian pemerintah terancam kehilangan seluruh penerimaan dari migas.

Sementara secara internal ekonomi Indonesia menghadapidua anomaly yang ekstrim sebagaimana dikatakan Bank Dunia yakni daya beli masyarakat yang menurun dan inflasi (kenaikan harga-harga) yang tinggi. Dua keadaan ini akan berimplikasi langsung kepada industry yang terpaksa harus membiayai bahan baku yang mahal sementara penjualan mreka jatuh. Kondisi ini merupakan sebab dari kaburnya beberapa perusahaan ke luar negeri dalam beberapa waktu terakhir. Jika in berlanjut maka pemerintah berpotensi kehilangan penerimaan pajak dalam jumlah besar.

Parahnya lagi langkah pemerintah menjawab persoalan dengan menaikkan harga energi primer yakni BBM dan listrik, menakkkan target pajak dan cukai. Kebijakan yang justru memukul industri nasional dan ekonomi rakyat sekaligus. Jika dampak pelemahan ini berlanjut maka dapat dipastikan bahwa target pajak pemerintah pada tahun 2016 tidak akan tercapai sebaimana yang terjadi pada tahun 2015 lalu.

Satu-satunya yang menjadi andalan pemerintah adalah utang, baik utang luar negeri maupun utang dalam negeri untuk menutup defisit dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pilihan utang juga ditujukan untuk membiayai mega proyek infrastruktur yang menjadi ambisi utama pemerintahan ini. Strategi yang menyandarkan pada utang dan investasi asing akan menimbulkan masalah di masa depan yakni meningkatnya beban eksternal.

Tekanan Eksternal Meningkat

Sepanjang tahun 2015 hingga 2016 hingga kwartal 3 Indonesia mengalami defisit transaksi berjalan senilai US $ - 12, 438 miliar. Defisit inj terutama bersumber dari defisit pendapatan primer yang mencapai US $ - 12, 316 miliar dikarenakan aliran keuntungan investasi asing yang masih besar dan cicilan utang serta bunga yang tinggi.

Cadangan devisa terus merosot karena digunakan untuk melakukan intervensi pasar dalam menjaga stabilitas rupiah. Meskipun itu tidak tercapai namun cadangan devisa jauh berkurang. Dalam satu tahun terakhir cadangan devisa berkurang dari US $ 111, 861 miliar menjadi US $ 100, 240 miliar pada Desember 2015 atau berkurang senilai US $ 10, 142 atau sekitar Rp 162 triliun hilang dengan sia-sia.

Tidak hanya itu, untuk mengumpulkan uang dalam merealisasikan berbagai mega proyek , pemerintah telah memangkas habis subsidi. Bulan November 2014 menaikkan harga BBM bersubsidi sebesar rata-rata 34 persen. Akibatnya, ekonomi Indonesia langsung lesu, bagai tubuh yang kehilangan darah. Kebijakan ini langsung menyebabkan kenaikkan harga barang-barang ( inflasi) yang tinggi dan langsung memukul daya beli masyarakat. Padahal konsumsi masyarakat menyumbangkan 57 persen PDB Indonesia.

Utang luar negeri swasta terus membengkak, melebihi utang pemerintah. Bank Indonesia melaporkan posisi jumlah utang luar negeri per November 2015 tumbuh 3, 2 persen secara year on year (yoy) atau tercatat senilai US $ 304,6 miliar. Peningkatan pertumbuhan utang didorong oleh pertumbuhan utang luar negeri berjangka panjang sebesar 6, 1 persen (yoy), sementara pada Oktober 2015 tercatat sebesar 5, 5 persen. Sebelumnya, BI melaporkan posisi utang luar negeri pada akhir kwartal III/2015 tercatat sebesar US $ 302, 4 miliar. Utang luar negeri swasta yang melebihi utang luar negeri pemerintah mengikuti pola krisis 1998. (FinancialBisnis.com, Senin, 18/02/2016).

Baru-baru ini Moody's mengeluarkan penilaian tentang utang Indonesia. Lembaga pemeringkat utang ini menyatakan bahwa Indonesia's growth to stabilize, but external vulnerabilities remain, dalam laporannya Moody's menyatakan bahwa utang luar negeri Indonesia secara keseluruhan sekitar 35 persen dari PDB pada tahun 2015, tapi depresiasi rupiah adalah menekan utang sektor swsta (Moody's, Februari 11, 2016). Penyebab utamanya adalah menurunnya harga komoditas yang selama ini menjadi andalan Indonesia.

Sementara pemerintah terus menumpuk utang untuk menambal fiskal, Data Bank Dunia (Desember 2015) menyebutkan utang pemerintah berdenominasi valuta asing mengalami peningkatan sebesar 80 persen. Disebutkan tanggal 2 Desember, pemerintah telah menerima Rp 510, 4 triliun dari penerbitan sekuritas dan US $ 3, 89 miliar (sekitar Rp 53 trilliun) dari pinjaman resmi luar negeri.

Sebelumnya Kementerian Keuangan melaporkan posisi utang pemerintah baik dari dalam negeri maupun luar negeri sampai dengan 31 Oktober 2015senilai Rp 3.021 triliun meningkat dari Rp 2.608 triliun dari 2014. Pemerintah telah menambah utang senilai Rp 412, 52 triliun sepanjang 2015. Terbesar tambahan dari penerbitan sekuritas yakni Rp 1.931 triliun menjadi Rp 2.291 trilliun atau senilai Rp 360, 57 triliun.

Kementerian Keuangan terus menggenjot utang dari penerbitan sekuritas dan akan menjadi pilihan utama pembiayaan APBN dalam tahun mendatang. Menteri Keuangan Bambanb S Brodjonegoro mengatakan bahwa 2016 pemerintah berencana akan menciptakan utang senilai Rp 600 triliun. Dalam rencana Kementerian Keuangan komposisi utang sekuritas tahun 2016 sebesar 71 persen dari utang pemerintah. Pada tahun 2015 utang sekuritas 41 persen dari utang pemerintah.
http://www.nbcindonesia.com/2016/02/...-jokowi-1.html


Pemerintah Jokowi-JK Dinilai Lamban
Oct 20, 2015 0 161



Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cirebon melakukan aksi demonstrasi untuk refleksi satu tahun pemerintahan Jokowi-JK tersebut, Senin (19/10/2015). Mereka melakukan aksi mulai dari depan kampus IAIN Syekh Nurjati, lampu merah Pemuda-By Pass, balai kota, dan depan gedung Badan Koordinasi Pembangunan dan Pemerintahan.

PMII menilai satu tahun pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla dianggap masih jauh dari harapan. Sebaliknya, justru pemerintahan ini masih melakukan banyak pengkhianatan terhadap amanah rakyat. Ini dibuktikan ketika Jokowi-JK justru banyak memilih korporasi asing seperti Tiongkok.

Korlap aksi Jamil Mulyana mengatakan, beberapa proyek seperti tanggul laut, tol Sumatera, dan PLTU merupakan mega proyek korporasi asing.

“Indikasinya dengan meminjam utang ke luar negeri untuk pembangunan proyek-proyek tersebut dengan ‘menggadaikan’ beberapa BUMN,” kata Jamil.

Sementara, tambah Jamil, perekonomian negara justru semakin terpuruk. Hal ini diindikasikan dengan daya beli masyarakat yang terus menurun di tengah nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang terus melemah hingga Rp 13.400-14 ribu/dollar AS.

“Penyerapan anggaran di pos kementerian pun masih rendah, tidak efektif dan tidak tepat sasaran. Ini menandakan pemerintahan Jokowi-JK sangat lamban dalam menjalankan persoalan anggaran yang berdampak pada perekonomian masyarakat,” jelasnya.

Tinjau ulang

Pengurus Cabang PMII Cirebon, Ayub Al Anshari mengatakan, satu tahun reflekasi Jokowi-JK ,PMII menuntut delapan poin penting yang harus segera diselesaikan pemerintahan ini.
“Kami menuntut pemerintah untuk meninjau ulang proyek infrastruktur yang berasal dari pinjaman luar negeri serta meminta untuk menstabilkan nilai tukar rupiah,” kata Ayub.

Selain itu, percepatan serapan anggaran, mencabut izin perusahaan pembakar hutan, serta tolak impor pangan dan mewujudkan kedaulatan pangan. “Juga menjadi poin tuntutan kasus atas nama agama, khususnya di Tolikara Papua dan Singkil Aceh,” tutur Ayub
http://www.kabar-cirebon.com/read/20...inilai-lamban/


1 Tahun Pemerintahan Jokowi
Hary Tanoe Kritik Pemerintahan Jokowi-JK yang Lamban di Bidang Ekonomi
Senin, 19 Oktober 2015 17:43 WIB


Ketua Umum Partai Perindo yang juga Ketua Asosiasi Futsal Indonesia (AFI) Hary Tanoesoedibjo dan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra,

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kinerja pemerintahan Joko Widodo di hampir semua bidang masih tergolong lamban.
Pelambatan yang paling utama, terjadi di bidang ekonomi.

"Bagaimana saya memandangnya perkembangan ekonomi selama setahun pemerintahan Jokowi- JK, terbilang kurang cepat," kata Ketua Umum Perindo Hary Tanoesoedibjo kepada wartawan, usai menemui Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla (JK), di kantor Wapres, Jakarta Pusat, Senin (19/10/2015).

Hary Tanoe menilai pelambatan tersebut dikarenakan kebijakan yang kurang patut. Kebijakan pemerintah yang hanya fokus pada proyek-proyek besar, menurutnya tidak bisa menjawab permasalahan-permasalahan yang ada.

Salah satu permasalahan yang ada adalah kesenjangan sosial. Dengan fokus di proyek-proyek besar, hanya masyarakat menengah keatas yang dapat menikmati.

Padahal masyarakat kelas bawah juga harus didorong, untuk memperkuat perekonomian Indonesia.

"Indonesia kalau mau maju, artinya pertumbuhan masyarakat menegah ke bawah harus dipercepat," ujarnya.
Pemerintah harus fokus pada program-program yang bisa menyentuh rakyat.

Hal itu bisa direalisasikan dengan program pemberian pinjaman khusus masyarakat menengah kebawah, maupun pelatihan pelatihan kewirausahawan.
"Mereka diproteksi dan dilindungi, jangan diadu di pasar bebas yang pasti kegiles," ujar Hary Tanoe
http://www.tribunnews.com/nasional/2...bidang-ekonomi

-----------------------------------------

Katakanlah setahun ini kinerjanya pemerintahan Jokowi adalah sia-sia ... tapi kan baru setahun, masih ada waktu 4 tahun untuk memperbaiki kinerja pemerinatahan ini. Coba bandingkan dengan 32 tahun dan 10 tahun yang sia-sia daripada Soehrto dan SBY, prestasi Jokowi masih lumayanlah!


emoticon-Angkat Beer
0
1.7K
12
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan