Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

pakdejoyAvatar border
TS
pakdejoy
ISTANA cuci tangan ttg revisi UU KPK: Inisiatornya & yg bisa STOP selamanya, yaa DPR!
Johan Budi: Presiden Tak Bisa Minta DPR Hentikan Revisi UU KPK dari Prolegnas
Selasa 23 Feb 2016, 19:18 WIB

Jakarta - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mendorong agar revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK dikeluarkan dari program legislasi nasional (prolegnas). Desakan serupa juga mulai disuarakan agar pemerintah mengambil sikap tegas menolak revisi.

Pemerintah sebagai mitra DPR dalam menyusun atau merevisi undang-undang rupanya tidak bisa serta merta meminta menarik revisi UU dari prolegnas. Presiden yang merupakan kepala pemerintahan memiliki kedudukan yang sama dengan DPR.

"Itu kan inisiatif DPR, Presiden bisa enggak nyuruh DPR? Enggak bisa. DPR sama Presiden kan selevel," kata Jubir Presiden Johan Budi di Istana Negara, Jl Veteran, Jakarta Pusat, Selasa (23/2/2016).

"Sekarang ini UU inisiatif siapa? DPR. Bisa enggak Presiden menghentikan itu? Kan tidak bisa. Harusnya pertanyaan ini Anda sampaikan ke DPR," lanjut dia.

Menurutnya, DPR memiliki kewenangan untuk melakukan revisi terhadap undang-undang. Tetapi Presiden Jokowi ditegaskan Johan mendengarkan suara publik yang menolak revisi UU KPK.

"Karena Presiden mendengar suara publik yang menolak revisi itu maka Presiden enggak mau revisi dibahas saat ini," kata Johan.

Penundaan revisi UU KPK disepakati pemerintah dan DPR dalam rapat konsultasi di Istana kemarin (22/2). Menurut Johan, fraksi di DPR pun ada bermacam pendapat soal penundaan itu.

"Nah, di dalam pertemuan itu, fraksi ada yang bilang sebaiknya tahun 2019. Itu yang berkembang, ada juga yang ngomong jangan tahun ini, tahun depan dibahasnya. Pertemuan itu yang berkembang seperti itu. Kalau Presiden kan jelas bahwa revisi UU KPK tidak diakukan saat ini," tutur Johan.
https://news.detik.com/berita/314939...dari-prolegnas


Menkumham: Draf Revisi UU KPK Berasal dari DPR
Rabu, 14 Oktober 2015 | 14:31 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly menegaskan bahwa draf awal revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi berasal dari DPR. Yasonna memastikan pemerintah tidak pernah menyusun, apalagi mengusulkan draf yang dinilai banyak pihak dapat melemahkan, bahkan membunuh KPK itu.

"Kan sudah dibilang itu dari DPR," kata Yasonna di Jakarta, Rabu (14/10/2015).

Yasonna bahkan mengaku baru melihat draf revisi UU KPK itu setelah diedarkan dalam rapat di Badan Legislasi DPR pada Selasa (6/10/2015) lalu. Dia menilai, nantinya pembahasan revisi UU KPK tidak harus mengikuti draf itu. Misalnya, pasal yang membatasi masa kerja KPK hanya 12 tahun bisa dihilangkan.

"Tidak harus berdasarkan konsep yang pertama itu," ujarnya.

Kop Presiden

Yasonna pun mempertanyakan kenapa bisa sampai ada kop Presiden di halaman depan draf itu. Menurut dia, draf yang disusun oleh DPR seharusnya tidak memuat kop Presiden.

"Tapi, kop itu kan bisa dibuat oleh siapa saja," ujarnya.

Pernyataan Yasonna ini berbanding terbalik dengan pengakuan sejumlah anggota Fraksi PDI-P yang mengusulkan revisi UU KPK. Anggota Fraksi PDI-P, Masinton Pasaribu, mengatakan, draf revisi itu adalah usulan pemerintah yang kemudian diambil alih menjadi inisiatif DPR. (Baca: Masinton: Kalau Presiden Tolak RUU KPK Harus Pakai Surat, Bukan "Statement")

Selain membatasi usia KPK, draf awal ini juga mengatur batasan bahwa KPK hanya bisa menangani kasus dengan kerugian negara minimal Rp 50 miliar. Kewenangan penyadapan KPK juga harus dilakukan melalui izin pengadilan. Kemudian, KPK diusulkan tak lagi menyelidik dan menyidik perkara korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum.

KPK juga nantinya akan memiliki kewenangan menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3). Terakhir, akan dibentuk juga lembaga pengawas untuk mengawasi kinerja KPK.
http://nasional.kompas.com/read/2015...rasal.dari.DPR


Ngotot Revisi UU KPK, DPR Sekedar Selamatkan Diri



Konflik kepentingan menjadi faktor utama kenapa akhirnya DPR tegas dan sepakat untuk merevisi UU KPK. Data KPK menyatakan, sejak 2004 hingga kini ada 76 kader parpol yang telah terjerat kasus korupsi oleh KPK. Selain itu, tuduhan DPR atas adanya abuse of power pada KPK sebagai justifikasi menjadi landasan DPR untuk merevisi UU KPK tanpa bukti yang kuat. Masuknya revisi UU KPK pada prolegnas 2015 tidak didasari oleh landasan yang cukup, sehingga jelas tidak tidak diperlukan nya revisi UU KPK maka Presiden Jokowi harus bertindak cepat dan tegas.

Menurut catatan ICW, ada beberapa anggota DPR dan DPRD yang terseret kasus korupsi dan terungkap oleh KPK melalui proses penyadapan. Sebenarnya dalam mengungkap kasus korupsi, proses penyadapan hanya merupakan salah cara yang digunakan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Meskipun cara penyadapan cukup efektif untuk mengungkap kasus korupsi.

Upaya merevisi UU KPK bukan hanya dilakukan saat ini. Tahun 2012, ada usulan merevisi dengan substansi yang sama. Namun seluruh fraksi di DPR menolak merevisi UU KPK, namun keadaannya terbalik saat ini karena hampir semua anggota dewan sepakat untuk merevisi.

Selain pembatasan kewenangan penyadapan, isu krusial lainnya ialah pembentukan dewan pengawas KPK, penghapusan kewenangan penuntutan, pengetatan rumusan 'kolektif-kolegial’, dan pengaturan terkait Plt pimpinan jika berhalangan hadir.

Sebelumnya sikap penolakan pemerintah telah diutarakan oleh Menteri Sekretaris Negara Pratikno. Dia menyatakan Presiden tidak ada niatan untuk merevisi Undang-Undang KPK. Presiden menghendaki fokus untuk merevisi undang-undang tentang KUHP dan KUHAP yang memang itu sudah menjadi agenda lama yang harus diprioritaskan. Partikno juga menjelaskan telah Presiden sudah mengutus Menteri Hukum dan HAM (MenkumHAM) Yasonna Laolly untuk menyurati DPR.

"Saya mendengar Menkumham itu telah mengirimkan surat pada pimpinan DPR. Mungkin surat yang disampaikan Menkumham berkaitan dengan itu (penolakan)," kata Menteri Sekretaris Negara Pratikno di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (25/6/2015).

Oleh karena itu, dengan kewenangan yang dimiliki Presiden dapat menarik diri dalam pembahasan revisi RUU KPK dengan DPR. hal tersebut diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Pada Pasal 49 ayat (2) UU Nomor 12 Tahun 2011 menyatakan “terhadap RUU Inisiatif DPR maka Presiden menugasi menteri yang mewakili untuk membahas Rancangan Undang-Undang bersama DPR dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak surat pimpinan DPR diterima”.

Dengan jangka waktu yang telah ditentukan dalam UU, presiden dapat untuk tidak mengutus MenkumHAM dalam membahas revisi UU KPK dengan DPR. Jika DPR tetap membahas maka hal tersebut tidaklah sah.
http://www.antikorupsi.org/id/conten...elamatkan-diri


Presiden menunda, tapi revisi UU KPK akan jalan terus
23 Februari 2016

KPK menilai revisi UU KPK justru akan memperlemah badan antirasuah itu.

Pemerintah tetap meyakini bahwa revisi dilakukan demi memperkuat KPK, karenanya revisi UU KPK hanya ditunda, bukan dihapus dari Prolegnas, dan Menkopolhukam menyatakan negara tak boleh 'diatur suara dari jalanan.'

Sementara Komisi Pemberantasan Korupsi KPK justru memandang revisi itu memperlemah mereka.

Kepada BBC Indonesia, juru bicara KPK, Yuyuk Andriati, merujuk draf revisi UU KPK yang muncul dalam tahapan awal pembahasan revisi UU KPK di badan legislasi DPR, 1 Februari lalu.

“Itu semuanya, yang empat hal itu, posisinya adalah melemahkan KPK. Pimpinan KPK dalam beberapa kesempatan juga menyatakan bahwa sampai saat ini undang-undang yang berlaku masih cukup mendukung operasional kerja KPK,” kata Yuyuk.

Empat hal yang dimaksud Yuyuk ialah empat poin utama yang digagas untuk dimasukkan dalam revisi.

Keempat poin itu meliputi pembentukan dewan pengawas KPK, penambahan kewenangan surat perintah penghentian penyidikan (SP3), pengaturan tentang penyadapan, dan kewenangan bagi KPK untuk mengangkat penyidik sendiri.

Khusus mengenai dewan pengawas, Yuyuk mengacu draf revisi yang menyebut dewan pengawas bertugas mengawasi pelaksaan tugas dan wewenang KPK serta memeriksa adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh pimpinan KPK.

Padahal, kata Yuyuk, KPK sudah punya penasihat yang ada sejak beberapa periode kepemimpinan KPK. Penasihat tersebut membentuk komite etik guna mengawasi pelanggaran etika pimpinan dan pegawai KPK.

“Kehadiran dewan pengawas ini justru akan membuat kerja KPK terhambat,” kata Yuyuk.

Ketimbang merevisi UU KPK, Yuyuk menyarankan pemerintah dan DPR merevisi atau membuat undang-undang yang memperkuat kerja KPK, seperti Undang-Undang Perampasan Aset.
http://www.bbc.com/indonesia/berita_..._kpk_revisi_uu


Istana Sebut DPR Yang Bisa Batalkan Revisi UU KPK, Bukan Presiden
2/23/2016


Jubir Istana yang mantan boss KPK, Johan Budi

NBCIndonesia.com - Pemerintah dan DPR telah sepakat menunda pembahasan revisi UU KPK. Meski ditunda, revisi UU KPK tetap tak akan dihapus dari daftar prioritas Program Legislasi Nasional (Prolegnas).

Dengan artian, suatu saat pembahasan revisi UU KPK akan dilanjutkan.

Juru Bicara Kepresidenan Johan Budi menyatakan Presiden Joko Widodo tak bisa meminta DPR untuk membatalkan revisi UU KPK maupun mencabutnya dari Prolegnas. Sebab, pemerintah dan DPR yang merupakan mitra dalam pembahasan revisi UU, memiliki kedudukan yang sama.

"Jokowi meminta DPR untuk tidak merevisi, itu tidak bisa. DPR punya hak untuk merevisi sebuah undang-undang, DPR dan pemerintah itu kedudukannya sama," kata Johan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (23/2).


Johan menyatakan revisi UU KPK merupakan inisiatif DPR, sehingga tidak mungkin Presiden Jokowi meminta pembatalan revisi UU KPK yang merupakan inisiatif DPR.

"Revisi UU KPK itu inisiatif DPR. Apa Presiden bisa menghentikan itu? Kan tidak bisa. Harusnya pertanyaan ini disampaikan ke DPR," ujarnya.

Seperti diketahui, kesepakatan penundaan pembahasan revisi UU KPK tersebut diambil setelah Presiden Joko Widodo menggelar rapat konsultasi dengan pimpinan DPR dan pimpinan maupun perwakilan dari seluruh Fraksi yang ada di DPR.

"Mengenai rencana revisi UU KPK kita sepakat bahwa revisi ini sebaiknya tidak dibahas saat ini," kata Jokowi saat konferensi pers di Istana Negara, Jakarta, Senin (22/2).

Jokowi menyatakan penundaan pembahasan revisi UU KPK tersebut setidaknya memiliki dua alasan. Pertama, perlu adanya waktu tambahan untuk mematangkan draf revisi UU KPK. Kedua, perlunya ada sosialisasi bagi masyarakat untuk mengetahui ihwal revisi UU KPK.

"Saya memandang perlu adanya waktu yang cukup untuk mematangkan revisi UU KPK dan sosialisasinya kepada masyarakat," kata Jokow
http://www.nbcindonesia.com/2016/02/...-batalkan.html

-------------------------------

Jadi rupanya ceritanya itu selama ini, pihak DPR sedang memainkan "play victim' dalam proyek pengkebiran KPK itu via revisi UU KPK yak? ... tetapi rupanya kemudian terjerumus masuk dalam "jebakan BATMAN" orang-orang Jokowi yang lebih 'smart'? Disamping tentunya akibat kuatnya tekanan masyarakat dan opini publik di medsos. Alamak! Kasihan deh eloe!


emoticon-Ngakak:
Diubah oleh pakdejoy 24-02-2016 00:08
0
4.2K
41
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan