Feriawan Agung Nugroho menambahkan 3 foto baru.
18 jam ·
Minggu ini dapat dua surat dari luar Indonesia. Satu dari Jerman, seseorang nun jauh disana tertarik untuk jadi klien karena "terprovokasi" tulisan saya, satu lagi ucapan terima kasih dari Jepang karena kala itu tinjauan mereka ke sini memperoleh sambutan yang hangat dan memuaskan.
Saudara-saudara, Panti Lansia ini sepertinya adalah satu destinasi favorit orang-orang luar indonesia. Bukan sekali saya menjamu tamu yang datang dari Belanda, Jerman, UK, USA, Malaysia, Thailand, Jepang, Australia. Canada dan entah mana lagi yang saya lupa (Tentu saja dengan Bahasa Inggris yang ala kadarnya). Rata-rata adalah akademisi, perwakilan CSR, ataupun tujuan pribadi.
Membawa nama Bangsa dan Negara Indonesia dalam menjamu orang-orang yang datang laksana mata dunia yang tertuju langsung ke negara ini, tentunya bukan hal yang mudah. Ada rasa was-was ataupun khawatir bahwa nantinya mereka akan pulang membawa sesuatu yang tidak berkenan. Iya kalau cuma dibatin, lha kalau dipolitisasi, dipublikasi dan akhirnya malah bikin geger hubungan antara dua negara, apa nggak kojur (maaf Bahasa Jawa, kalau indonesianya apa ya?)! Alhamdulillah sejauh ini, ada rasa kebanggaan tersendiri sebagai bangsa Indonesia bahwa mereka sebagian besar memuji pelayanan yang ada di Panti ini, setidaknya itulah hasil dari testimoni mereka langsung dengan klien kami. Semoga tetap begitu.
Apa sih pelajaran yang bisa dipetik dari mereka? Pertama, mereka jarang sekali selfie-selfie. Karena tahu persis bahwa waktu begitu berharga, maka pertanyaan mereka sangat efektif dan tidak sekedar ceng-ceng-po. Harus mikir banget ketika memberikan jawaban. Begitu menjawab, nah itu, raut mereka juga sangat serius mendengarkan. Pertanyaan yang paling sulit adalah pertanyaan yang diperoleh dari fakta-fakta lapangan yang mereka temukan dari klien lansia. Nah saking sibuknya tanya jawab, maka mereka minim ceprat-cepret ini itu, kalaupun mau ceprat-cepret juga ijin. Nah ini berbeda dengan pengunjung dalam negeri yang beberapa diantaranya sangat senang selfi.
Kedua, mereka sering kaget ketika meminum minuman yang kami hidangkan: teh manis. (
) entah kemanisan atau entah minuman aneh. Begitu minum, rautnya berubah dan diamati minumannya. Mungkin dipikirnya: wedang opo iki? Diombe salah, ra diombe tambah salah....
Ketiga: mereka tidak malu-malu dan tidak sungkan-sungkan, kethikrah-kethikrih, canggung, ataupun berjarak dengan lansia klien kami, bagaimanapun keadaan klien. Ini berbeda dengan pengunjung lokal yang beraneka ragam reaksinya ketika bersentuhan dengan klien.
Keempat: jarang bawa sumbangan. Ini bukan berarti saya mengemis ataupun meminta sumbangan lho, tetapi mungkin di mata mereka hal itu tabu, atau menyalahi aturan, atau mungkin tahu bahwa ini Panti yang dibiayai pemerintah. Beda dengan tradisi pengunjung lokal yang sangat baik membawa donasi baik itu uang, makanan, kebutuhan lansia dll.
Kelima: selalu meninggalkan kartu nama. Mungkin itu SOP di luar negeri yaa...sementara PNS biasanya tidak dilengkapi dengan fasilitas kartu nama.
Keenam: tentu saja transfer of knowledge. Mereka berbagi cerita tentang pengasuhan lansia di negara mereka, rumah lansia, rumah perawatan lansia dll.
Dari kesimpulan kunjungan mereka, banyak hal yang di panti ini perlu dibenahi, seperti: fasilitas, tenaga kerja, kondisi topografi, pengurangan risiko cedera lansia, dll. Tetapi pada sisi lain, mereka banyak mengapresiasi positif atas kenyamanan lingkungan, kebahagiaan lansia, serta pemenuhan kebutuhan yang memadai. (*)