act.idAvatar border
TS
act.id
Catatan dari Myanmar (1): Kisah Sebuah Kampung yang 'Dikondisikan'

Pengantar Redaksi:
Beberapa pekan menjelang tutup tahun, Aksi Cepat Tanggap (ACT) merespon panggilan kemanusiaan dari sahabat di Myanmar. Berkali-kali ia mengabarkan kondisi warga etnis Rohingya yang berada di beberapa kamp penampungan di Myanmar. Meski di negerinya sendiri, warga etnis Rohingya hidup dalam kondisi serba kekurangan dan terasing. Kala itu ia mengabarkan, mereka yang berada di kamp-kamp sedang kesulitan pangan. Indonesia tak bisa tinggal diam, ACT pun tak bisa duduk tenang. Maka mengirim Tim Response menjadi jawaban untuk menyelematkan kemanusiaan di negeri Seribu Pagoda itu. Rudi Purnomo dan Erwin Santoso mengisahkan persuaan mereka dengan saudara-saudara dari etnis Rohingya secara berseri.


ACTNews, SITTWE – Seperti biasa, tiap kali menjalani sebuah misi kemanusiaan pastilah ada seribu tanya berkelebatan di benak. Di Tanah Air, kami menerima kisah malang etnis Rohingya dari media massa dan tuturan langsung para pengugsi Rohingya yang berada di Indonesia. Namun tetap saja, hadir langsung ke tempat yang menjadi buah bibir dunia ini mengundang keingintahuan yang lebih besar lagi.

Kemelitan itu sedikit demi sedikit mendapatkan gambaran jelas, dan itu bermula di sebuah lokasi yang dulunya bernama Kampung (village) Menzi. Kini, kondisinya hanya berupa lahan kosong saja. Terletak di pesisir barat Myanmar eks-kampung Menzi ini berada di dalam wilayah penampungan Internally Displace Person (IDP) etnis Rohingya. Dulu, sampai tahun 2012, kampung ini ramai orang dan pemukiman. Penghuninya, warga yang menganut agama mayoritas negeri yang dulu bernama Burma ini.

Namun pecahnya konflik di tahun 2012 mengubah total wajah Menzi. Tahun itu, tahun dimana para etnis Rohingya menjadi ‘pusat perhatian’ seluruh warga Myanmar. Entah oleh sebab apa, etnis Rohingya mengalami perlakuan tak semestinya. Sejak itu diskriminasi, kekerasan dan penghalauan terhadap keberadaan mereka di wilayah Sittwe berlangsung sangat keras. Saking kerasnya, keadaan itu sampai mengundang telinga dan mata dunia

Sontak dunia pun berpaling ke negeri ini. Tak hanya berpaling, dunia pun mengulurkan tangan. Relawan lokal kami di sana bercerita, sejak itu bantuan datang untuk etnis Rohingya. Tak sedikit bantuan yang datang itu perantara tangan pemerintah. “Saat bantuan internasional datang, pemerintah ‘kikuk’ menjawab pertanyaan “mengapa yang mengalami kerugian warga muslimnya?”, dari masyarakat internasional yang datang," tuturnya.

Sebab kabar yang tersiar keluar justru kebalikannya; warga etnis Rohingya lah yang melakukan kekerasan pada warga penganut agama mayoritas. Namun faktanya kondisi susah dan kerusakan justru terlihat pada etnis Rohingya. Kemudian, katanya, pemerintah kebingungan menjawab pertanyaan itu. Menjawab kebingungan itu, pemerintah lokal melakukan ‘pengkondisian’ situasi. Kampung Menzi dirusak, dan memindahkan warganya ke sebuah kamp penampungan yang mendadak dibuat.

Semuanya demi mendapatkan derma internasional. Dan tentunya agar masyarakat internasional menganggap ini murni konflik horizontal antara etnis Rohingya dengan warga penganut agama mayoritas di sana. “Kebijakan pemerintah lokal yang sangat menggelitik akal saya,” kata sahabat kami itu. [] (erwin santoso)

Ayo Berpartisipasi

Express Donation


0
2.1K
22
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan