idposrondaAvatar border
TS
idposronda
[SATIRE] Bayar atau Game Over: Review Film “National Standard: Ghost Protocol”


Bayar atau Game Over: Review Film “National Standard: Ghost Protocol”
Rabu, November 04, 2015

  • Judul: National Standard: Ghost Protocol
  • Tahun rilis: 2015
  • Sutradara: Buran Birgov
  • Penulis Naskah: Buran Birgov
  • Pemeran: Tom Krusev, Simon Petri, Filip Holman, Vilmar Kordrup, Coriana Rusev
  • Produksi: Studio Dragunov-22
  • Distributor: Mount Paragon Pictures


JAKARTA, POS RONDA– Akhir tahun ini, publik tanah air akan disuguhi tontonan yang menegangkan. National Standard: Ghost Protocol merupakan live-action movie bergenre political thriller dengan bumbu action. Film ini bercerita mengenai persilangan takdir seorang pengusaha kecil dan agen pelarian yang diburu oleh pemerintah dari negara fiktif di wilayah Balkan bernama Amnosia karena skandal komoditas tak berizin standar.

Film ini dianggap sebagai sekuel dari film sebelumnya, National Standard: Helmet of Doom, meski memiliki karakter utama dan plot yang berbeda, yang direncanakan akan bertemu pada suatu titik di sekuel selanjutnya, melengkapi sebuah trilogi.

Dalam film ini, negara Amnosia digambarkan sebagai negara yang tampak demokratis. Namun, ternyata para pejabat pemerintahan ini memiliki rahasia kelam dan berusaha menjadikan Amnosia sebagai negara oligarki di bawah pimpinan para pejabat partai politik dan pengusaha konglomerasi terpilih yang ingin menciptakan sistem ekonomi oligopoli yang dikuasai oleh kelompoknya sendiri.

Di mata masyarakatnya sendiri, pemerintahan presiden Djokovic yang awalnya digadang-gadang sebagai harapan anyar untuk masa keemasan Amnosia ternyata sama mengecewakannya dengan rezim sebelumnya dan justru menciptakan masalah-masalah baru dalam waktu singkat. Naskah dalam film ini sering menyebutkan kabinet yang awalnya disebut “The New Hope” kini lebih sering dilabeli sebagai rezim “The New Hopeless”.

Plot dari film ini dimulai saat pemerintahan Djokovic mengeluarkan kebijakan untuk meningkatkan pendapatan negara sebesar-besarnya untuk pembiayaan pekerjaan infrastruktur skala besar. Ini termasuk dari pajak dan biaya pengurusan perizinan. Kebijakan standar nasional untuk produk-produk dagang hasil industri sudah ada sebelumnya, namun kini digunakan sebagai salah satu instrumen utama untuk menarik biaya pengurusan sertifikasi standar demi pendapatan negara.

Standar nasional ini, meski dibungkus propaganda bertujuan melindungi konsumen, justru merugikan bagi para pengusaha lokal Amnosia sendiri. Bagi produsen lokal yang bermodal kecil, keharusan memperoleh standar nasional merupakan momok akibat biaya tinggi yang harus dikeluarkan baik untuk keperluan birokrasi maupun uang pelicin. Bagi para pedagang yang menjual produk impor, mereka yang terkena razia meskipun tugas memperoleh standar nasional itu merupakan tanggung jawab para importir.

Para importir yang berjaya pun akhirnya merupakan pemain lama, mereka yang tergabung dalam konglomerasi terpilih. Standar Nasional menjadi senjata ampuh untuk meredam para pengusaha kecil dan pemula untuk mempertahankan pangsa pasar anggota konglomerasi.

Benjamin Dunov, salah satu karakter utama dalam film ini, menjadi korban saat toko kecil miliknya digerebek oleh tim agen razia pemerintah yang dipimpin oleh Evan Huntic. Razia ini merupakan perintah dari atasan Huntic, yaitu Kapten Vidokoc yang juga ikut mengawasi secara langsung. Dalam penggerebekan itu, seluruh barang dagangan dan hartanya disita karena dianggap tidak sesuai dengan standar nasional. Padahal, bukan tanggung jawabnya untuk mengurus perizinan standar nasional, melainkan importir tempatnya membeli barang-barang tersebut.

Vidokoc memberi ultimatum. Jika tidak ingin harta bendanya disita, maka ia harus membayar uang pelicin dalam jumlah yang sangat besar. Karena Dunov tidak memiliki uang sebanyak itu, maka Vidokoc memerintahkan Huntic untuk mengosongkan isi toko dan menyegel tempat tersebut. Dunov pun bangkrut seketika.

Ternyata banyak pengusaha lain yang bernasib seperti Dunov. Alih-alih menyerah, mereka menggalang dukungan dari berbagai pihak, seperti media dan netizen, untuk menyuarakan ketidakadilan yang mereka alami. Cara ini rupanya cukup berhasil. Berita mengenai razia standar nasional yang tidak pada tempatnya menguasai tajuk media massa dan menjadi salah satu topik hangat di media sosial.

Pada saat inilah, Kementerian Industri dan Dagang yang dipimpin oleh Dom Lembon menjadi panik karena kecaman publik. Sang Menteri pun secara pribadi menghardik Vidokoc yang memberikan perintah razia, meski dirinya sendiri yang menandatangani persetujuan perintah razia tersebut.

Rupanya kedua pejabat tersebut tidak ingin disalahkan atas perintah yang mereka buat. Oleh karena itu, mereka menerapkan Ghost Protocol, sebuah protokol penyangkalan perintah. Lembon dan Wizodoc menghilangkan bukti-bukti perintah, menyangkal telah memberikan perintah tersebut, dan mengatakan kepada publik bahwa razia itu merupakan inisiatif dari para agen yang tidak bertanggung jawab. Mereka diburu dan dilenyapkan. Salah satunya adalah Huntic yang kemudian melarikan diri karena merasa dikhianati oleh atasannya sendiri dan menjadi buron kepolisian karena tuduhan palsu atas penyalahgunaan wewenang.

Singkat cerita, Huntic akhirnya bertemu kembali dengan Dunov yang juga menjadi buron karena dianggap oleh pihak Kementerian sebagai penyebar rumor bohong mengenai razia. Meski sempat diawali ketidakpercayaan, keduanya sadar telah menjadi korban dari politik oknum pemerintah yang tidak bertanggung jawab. Dunov menjadi korban ketidakadilan pemerintah, sementara Huntic menjadi korban karena melaksanakan perintah negara. Kesepakatan mereka bekerja sama untuk membersihkan nama baik masing-masing menjadi penutup dari film ini. Kisah selanjutnya kemungkinan besar akan diungkap dalam sekuel berjudul National Standard: Rogue Merchants, yang kini masih dalam proses produksi.

Dalam peredaran di Eropa, karya sineas Buran Birgov ini dianggap sebagai salah satu film yang paling menarik perhatian di tahun 2015. Para kritikus memuji pengarahan dan naskah Birgov, yang melahirkan karya apik. Birgov sendiri mengakui bahwa dirinya terinspirasi oleh negara-negara berkembang yang sedang mematangkan demokrasinya, namun masih dibayangi oleh para pemimpin dan sebagian besar pejabat negara yang masih korup. Birgov tidak mau menyebutkan nama negara yang menjadi inspirasinya.

“Sebuah negara di Asia. Kalian bisa cari tahu sendiri,” ujar Birgov saat ditanya wartawan mengenai hal tersebut.

Pujian para kritikus lebih lanjut justru ditujukan kepada Filip Holman dan Vilmar Kordrup, pemeran Kapten Vidokoc dan Dom Lembon. Holman tampil luar biasa dengan menunjukkan karakter Vidokoc yang menyebalkan dan tidak tahu malu, namun licik dan Machiavellian. Sementara itu, Kordrup benar-benar menjiwai perannya sebagai Lembon, dan menangkap karakteristik seorang pejabat yang bingung apa yang harus dilakukannya namun ingin kelihatan bekerja di mata masyarakat.

Secara keseluruhan, film ini cocok ditonton bagi para pecinta film yang menggemari genre politik dan konspirasi. National Standard: Ghost Protocol akan tayang di tanah air bulan Desember 2015, dan kemungkinan akan dijagokan untuk menjadi salah satu kandidat Film Berbahasa Asing Terbaik di Academy Awards 2016 nanti.

POS RONDA Movie Meter: 91/100 – Wajib Tonton.

(SMG)


SUMBER:
http://posronda.net/2015/11/04/bayar...host-protocol/

DISCLAIMER:
http://posronda.net/disclaimer

====

Film bagus nih, seru. Tayang Desember nanti di Bioskop. Jangan lewatkan ya, kawan-kawan! emoticon-Big Grin
0
4.3K
45
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan