- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Warga Bukit Duri Mengaku Tak Punya Sertifikat, tetapi Bayar PBB Rp 5.000 Per Tahun
TS
kuping.najwa
Warga Bukit Duri Mengaku Tak Punya Sertifikat, tetapi Bayar PBB Rp 5.000 Per Tahun
Quote:
Warga Bukit Duri Mengaku Tak Punya Sertifikat, tetapi Bayar PBB Rp 5.000 Per Tahun
Kamis, 27 Agustus 2015 | 15:33 WIB
KOMPAS.com/Tangguh SR
Warga Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan menyaksikan penertiban sisa puing bongkaran di Kampung Pulo, Jatinegara, Jakarta Timur, Minggu (23/8/2015).
JAKARTA, KOMPAS.com — Warga Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan, yang tinggal di sekitar bantaran Sungai Ciliwung, mengaku tidak memiliki sertifikat tanah dan rumah tinggal. Mereka menyebut hanya membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tiap tahun.
"Saya cuma bayar PBB doang, saya enggak tahu inian (sertifikat) tanah, orangtua saya enggak bilang," ujar Umiyani (34) saat ditemui di rumahnya di RT 6 RW 12, Kamis (27/8/2015).
Bukan hanya Umiyani yang mengaku tidak memiliki sertifikat. Biti (45) juga mengaku tidak memiliki sertifikat. Menurut dia, adanya sertifikat pun tidak dapat menghentikan penertiban permukiman warga.
"PBB aja, enggak ada sertifikat. Ada sertifikat, enggak ada (sertifikat), juga sama aja digusur. Bedanya, ganti rugi," kata ibu empat anak itu.
Nunung (59), warga yang sudah menghuni rumah kontrakannya di Bukit Duri sejak 42 tahun lalu, pun menyebut bahwa rumah yang ia tempati tidak memiliki sertifikat. "Saya ngontrak ke saudara. Sertifikat kagak ada deh. PBB doang," ujarnya.
Sumbri (48), warga RT 05 RW 12, menyebut bahwa rumah-rumah warga di Bukit Duri memang tidak bersertifikat. "Rumah sendiri juga enggak ada sertifikat. Bayar PBB aja setiap tahun," ujar lelaki paruh baya asal Bogor, Jawa Barat, itu.
Semua warga yang diwawancara Kompas.com itu mengaku membayar kepada pemilik kontrakan. Pemilik kontrakan menyebut bahwa mereka menyerahkan hal itu kepada Kelurahan Bukit Duri. Awalnya, mereka membayar Rp 75.000 per tahun.
"Tetapi sekarang jadi cuma Rp 5.000 setahun. Mungkin karena mau digusur," kata dia.
Ketika dikonfirmasi, pihak Kelurahan Bukit Duri yang tak mau disebutkan namanya menyatakan, Pajak Bumi Bangunan diurus oleh Unit Pelayanan Pajak Daerah Kecamatan Tebet.
"Kelurahan hanya mendistribusikan, wajib pajak-wajib pajak ke RT setempat dan pembayaran langsung melalui bank," kata petugas di Kelurahan Bukit Duri.
Wilayah Kelurahan Bukit Duri merupakan salah satu kawasan yang menjadi sasaran normalisasi Sungai Ciliwung. Permukiman yang menjadi target normalisasi di sana dihuni sekitar 8.000 jiwa.
Pemerintah memastikan tidak akan memberikan ganti rugi bagi warga yang terkena penggusuran. Namun, bila warga memiliki sertifikat tempat tinggal, pemerintah akan membelinya dengan harga appraisal atau sesuai taksiran.
Belum ada sosialisasi
Terkait penggusuran yang akan dilakukan, warga Bukit Duri mengaku belum menerima sosialisasi apa pun dari pemerintah. Mereka masih merasa tenang hidup di permukiman itu.
"Belum ada. Makanya orang di sini mah tenang-tenang aja, enggak tahu-menahu," kata Nunung.
Ketua RW 12 Bukit Duri, Mumu, menyebutkan bahwa dia belum mendapatkan sosialisasi terkait penggusuran di wilayahnya. "Belum ada sosialisasi dari pemerintah. Kami juga jadinya takut salah ngomong sama warga," ucapnya.
Meski belum mendapatkan sosialisasi, salah satu warga, Umiyani, mengaku mengetahui soal penggusuran yang akan dilakukan di kelurahan tempat tinggalnya. Menurut dia, hal itu sudah sejak lama dikatakan, tetapi belum juga dilaksanakan hingga saat ini.
"Dari zaman ibu saya muda juga katanya mau digusur, tetapi sampai sekarang belum juga," ujarnya.
Jika rumahnya dalam waktu dekat akan digusur, Umiyani mengaku pasrah dan akan mengikuti aturan pemerintah, asalkan pemerintah dapat mempermudah semua urusan warga, terutama soal sekolah anak-anak mereka dan kehidupan ekonomi warga. Sebab, kebanyakan warga memang menggantungkan penghasilan dengan berjualan di depan rumah mereka. (Nursita Sari)
Kamis, 27 Agustus 2015 | 15:33 WIB
KOMPAS.com/Tangguh SR
Warga Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan menyaksikan penertiban sisa puing bongkaran di Kampung Pulo, Jatinegara, Jakarta Timur, Minggu (23/8/2015).
JAKARTA, KOMPAS.com — Warga Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan, yang tinggal di sekitar bantaran Sungai Ciliwung, mengaku tidak memiliki sertifikat tanah dan rumah tinggal. Mereka menyebut hanya membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tiap tahun.
"Saya cuma bayar PBB doang, saya enggak tahu inian (sertifikat) tanah, orangtua saya enggak bilang," ujar Umiyani (34) saat ditemui di rumahnya di RT 6 RW 12, Kamis (27/8/2015).
Bukan hanya Umiyani yang mengaku tidak memiliki sertifikat. Biti (45) juga mengaku tidak memiliki sertifikat. Menurut dia, adanya sertifikat pun tidak dapat menghentikan penertiban permukiman warga.
"PBB aja, enggak ada sertifikat. Ada sertifikat, enggak ada (sertifikat), juga sama aja digusur. Bedanya, ganti rugi," kata ibu empat anak itu.
Nunung (59), warga yang sudah menghuni rumah kontrakannya di Bukit Duri sejak 42 tahun lalu, pun menyebut bahwa rumah yang ia tempati tidak memiliki sertifikat. "Saya ngontrak ke saudara. Sertifikat kagak ada deh. PBB doang," ujarnya.
Sumbri (48), warga RT 05 RW 12, menyebut bahwa rumah-rumah warga di Bukit Duri memang tidak bersertifikat. "Rumah sendiri juga enggak ada sertifikat. Bayar PBB aja setiap tahun," ujar lelaki paruh baya asal Bogor, Jawa Barat, itu.
Semua warga yang diwawancara Kompas.com itu mengaku membayar kepada pemilik kontrakan. Pemilik kontrakan menyebut bahwa mereka menyerahkan hal itu kepada Kelurahan Bukit Duri. Awalnya, mereka membayar Rp 75.000 per tahun.
"Tetapi sekarang jadi cuma Rp 5.000 setahun. Mungkin karena mau digusur," kata dia.
Ketika dikonfirmasi, pihak Kelurahan Bukit Duri yang tak mau disebutkan namanya menyatakan, Pajak Bumi Bangunan diurus oleh Unit Pelayanan Pajak Daerah Kecamatan Tebet.
"Kelurahan hanya mendistribusikan, wajib pajak-wajib pajak ke RT setempat dan pembayaran langsung melalui bank," kata petugas di Kelurahan Bukit Duri.
Wilayah Kelurahan Bukit Duri merupakan salah satu kawasan yang menjadi sasaran normalisasi Sungai Ciliwung. Permukiman yang menjadi target normalisasi di sana dihuni sekitar 8.000 jiwa.
Pemerintah memastikan tidak akan memberikan ganti rugi bagi warga yang terkena penggusuran. Namun, bila warga memiliki sertifikat tempat tinggal, pemerintah akan membelinya dengan harga appraisal atau sesuai taksiran.
Belum ada sosialisasi
Terkait penggusuran yang akan dilakukan, warga Bukit Duri mengaku belum menerima sosialisasi apa pun dari pemerintah. Mereka masih merasa tenang hidup di permukiman itu.
"Belum ada. Makanya orang di sini mah tenang-tenang aja, enggak tahu-menahu," kata Nunung.
Ketua RW 12 Bukit Duri, Mumu, menyebutkan bahwa dia belum mendapatkan sosialisasi terkait penggusuran di wilayahnya. "Belum ada sosialisasi dari pemerintah. Kami juga jadinya takut salah ngomong sama warga," ucapnya.
Meski belum mendapatkan sosialisasi, salah satu warga, Umiyani, mengaku mengetahui soal penggusuran yang akan dilakukan di kelurahan tempat tinggalnya. Menurut dia, hal itu sudah sejak lama dikatakan, tetapi belum juga dilaksanakan hingga saat ini.
"Dari zaman ibu saya muda juga katanya mau digusur, tetapi sampai sekarang belum juga," ujarnya.
Jika rumahnya dalam waktu dekat akan digusur, Umiyani mengaku pasrah dan akan mengikuti aturan pemerintah, asalkan pemerintah dapat mempermudah semua urusan warga, terutama soal sekolah anak-anak mereka dan kehidupan ekonomi warga. Sebab, kebanyakan warga memang menggantungkan penghasilan dengan berjualan di depan rumah mereka. (Nursita Sari)
http://megapolitan.kompas.com/read/2....000.Per.Tahun
Quote:
Mengaku Bayar PBB, Warga Bukit Duri Diminta Tunjukan SPPT
Jumat, 28 Agustus 2015 | 13:20 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta Agus Bambang Setyowidodo mengatakan setiap transaksi pembayaran pajak bumi dan bangunan (PBB) ditandai dengan adanya surat penagihan pajak terutang (SPPT).
Karena itu, Agus menyarankan agar warga bantaran Kali Ciliwung di Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan, menunjukan bukti tersebut.
Agus menyampaikan hal tersebut menanggapi klaim warga Bukit Duri yang mengaku rutin membayar pajak setiap tahunnya. "SPPT-nya ada atau tidak," kata dia kepada Kompas.com, Jumat (28/8/2015).
Menurut Agus, bila warga tidak dapat menunjukan SPPT karena tidak menerimanya, maka kemungkinan besar uang yang mereka bayarkan selama ini bukan tergolong sebagai PBB.
"Kemungkinan besar ya itu pungli (pungutan liar)," ujar Agus.
Sebelumnya, warga Bukit Duri mengakui tidak memiliki sertifikat tanah dan rumah tinggal di atas lahan yang mereka tempati. Meski demikian, mereka mengaku rutin membayar pajak setiap tahunnya. [Baca: Warga Bukit Duri Mengaku Tak Punya Sertifikat, tetapi Bayar PBB Rp 5.000 Per Tahun]
Mereka mengaku membayar kepada pemilik kontrakan. Pemilik kontrakan menyebut bahwa mereka menyerahkan hal itu kepada Kantor Kelurahan Bukit Duri. Awalnya, mereka membayar Rp 75.000 per tahun. Namun, belakangan, hanya sebesar Rp 5.000.
Jumat, 28 Agustus 2015 | 13:20 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta Agus Bambang Setyowidodo mengatakan setiap transaksi pembayaran pajak bumi dan bangunan (PBB) ditandai dengan adanya surat penagihan pajak terutang (SPPT).
Karena itu, Agus menyarankan agar warga bantaran Kali Ciliwung di Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan, menunjukan bukti tersebut.
Agus menyampaikan hal tersebut menanggapi klaim warga Bukit Duri yang mengaku rutin membayar pajak setiap tahunnya. "SPPT-nya ada atau tidak," kata dia kepada Kompas.com, Jumat (28/8/2015).
Menurut Agus, bila warga tidak dapat menunjukan SPPT karena tidak menerimanya, maka kemungkinan besar uang yang mereka bayarkan selama ini bukan tergolong sebagai PBB.
"Kemungkinan besar ya itu pungli (pungutan liar)," ujar Agus.
Sebelumnya, warga Bukit Duri mengakui tidak memiliki sertifikat tanah dan rumah tinggal di atas lahan yang mereka tempati. Meski demikian, mereka mengaku rutin membayar pajak setiap tahunnya. [Baca: Warga Bukit Duri Mengaku Tak Punya Sertifikat, tetapi Bayar PBB Rp 5.000 Per Tahun]
Mereka mengaku membayar kepada pemilik kontrakan. Pemilik kontrakan menyebut bahwa mereka menyerahkan hal itu kepada Kantor Kelurahan Bukit Duri. Awalnya, mereka membayar Rp 75.000 per tahun. Namun, belakangan, hanya sebesar Rp 5.000.
PBB Rp 5000 setahun wah jangan jangan bayar pada pemda tandingan bikinan bang ozy
Diubah oleh kuping.najwa 28-08-2015 07:55
0
4.4K
Kutip
49
Balasan
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan