- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Jangan Berlebihan, Tak Ada Krisis di China & Amerika


TS
xonet
Jangan Berlebihan, Tak Ada Krisis di China & Amerika
Quote:
Jangan Berlebihan, Tak Ada Krisis di China & Amerika
Kamis, 27/08/2015 08:51

Jakarta -Guncangan pasar modal China dan indikasi pelemahan ekonomi negara tirai bambu ini menjadi pemicu bergejolaknya pasar keuangan global, termasuk Indonesia.
Semua investor pasar saham dan keuangan dunia ketakutan, pelemahan ekonomi China bakal membuat perekonomian dunia melambat. Tak usah panik, karena tidak ada krisis di China.
Memang, indeks saham Shanghai Composite di bursa saham China terjun 40% dari puncaknya di pertengahan Juni 2015. Pemerintah China berusaha keras agar bursa sahamnya berhenti jatuh, meski belum berhasil.
Namun faktanya, dalam setahun terakhir sejak Agustus 2104, indeks Shanghai Composite masih naik 35%. Investor asing memiliki 1,5% dari dana di pasar modal. Sementara mayoritas warga China banyak berinvestasi di properti dan menyimpan tunai.
Jadi, dampak bursa saham ke ekonomi China sangat kecil.
"Investor bereaksi berlebihan soal risiko ekonomi di China. Kejatuhan pasar saham China tidak menginformasikan akan berdampak apapun ke ekonomi China," tutur Kepala Ekonom dari Capital Economics, Mark Wiliams, dilansir dari CNN, Kamis (27/8/2015).
Hampir setiap cerita soal kejatuhan pasar saham di sejumlah negara dunia saat ini, karena kekhawatiran perlambatan ekonomi China Jadi hanya karena panik
Ini karena dua data, yaitu perlambatan ekspor China, dan melambatnya kegiatan manufaktur negara ini sepanjang Agustus 2015.
Namun indikator lainnya malah membaik. Pertumbuhan gaji menguat, demikian juga konsumsi.
Harusnya tak ada yang membuat panik, China memprediksi ekonominya tumbuh 6,8% di tahun ini. Perbaikan penjualan properti mengurangi risiko jatuhnya perekonomian.
Ekonomi China melemah, karena pemerintahnya mengubah basis kekuatan ekonomi, dari awalnya berbasis infrastruktur menjadi berbasis konsumsi.
Belum lagi, Beijing punya tenaga untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Negara ini bisa menggenjot pembangunan infrastruktur atau memberikan stimulus fiskal.
Saat krisis ekonomi dunia di 2008 lalu, Partai Komunis China memberikan paket stimulus senilai US$ 600 miliar. Jadi, pemerintah China memang tidak segan-segan memberikan stimulus untuk perekonomiannya.
link
Quote:
Intip kondisi Amerika saat Rupiah anjlok & pasar saham global ambruk
Kamis, 27 Agustus 2015 07:34

Merdeka.com - Ekonomi global belakangan ini diselimuti awan mendung karena melemahnya pertumbuhan ekonomi China. Selain itu, kebijakan China mendevaluasi Yuan menghantam ekonomi banyak negara, termasuk Indonesia, Malaysia dan lain sebagainya. Nilai tukar Rupiah dan Ringgit keok melawan dolar Amerika (USD).
Tidak hanya itu, pasar saham juga bergerak liar belakangan ini. China misalnya, Shanghai Composite Index anjlok parah dan diikuti pelemahan Shenzen Composite Index. Bursa saham dalam negeri juga sempat turun beberapa waktu lalu.
Banyak analis menyebut anjloknya pasar saham karena aksi jual para investor yang khawatir dengan kondisi ekonomi China. Namun, tidak satupun yang menyebut aksi jual terjadi karena kondisi ekonomi Amerika Serikat.
Lalu, bagaimana sebenarnya kondisi ekonomi Amerika Serikat saat ini?
Dilansir dari Business Insider, kondisi ekonomi Amerika Serikat saat ini amat baik. Angka pengangguran terus turun, pasar perumahan terus tumbuh. Kepercayaan konsumen Amerika sangat sehat dan PDB Negara Paman Sam masih terus tumbuh.
"Tidak ada tanda apapun atau penurunan besar dalam ekonomi AS. Volatilitas tidak mencerminkan kemerosotan ekonomi," ucap Paul Ashworth dari Capital Economics seperti dikutip dari Business Insider di Jakarta, Kamis (27/8).
Tidak hanya itu, Michael Gapen dan Rob Martin dari Barclays mengatakan pergerakan pasar saat ini tidak dipengaruhi ekonomi Amerika ataupun rencana The Fed menaikkan suku bunga.
"Kami terus memperhatikan kegiatan ekonomi Amerika Serikat dan rencana kenaikan suku bunga. Kami percaya, bank sentral Amerika tidak mungkin akan memulai suatu siklus yang menyulitkan ekonomi global karena takut langkah tersebut akan menggoyahkan pasar," ucap analis Barclays tersebut.
Selanjutnya, Jonathan Golub dari RBC Capital Markets juga menyoroti penurunan pasar saham bukan karena pelemahan ekonomi global maupun membaiknya Amerika. "Apa yang terjadi minggu lalu dan saham anjlok 6 persen karena tidak adanya katalis," katanya.
Menurut Jonathan, turunnya pasar saham beberapa waktu lalu karena capaian perusahaan pada kuartal II-2015 mengejutkan investor. Keuangan tidak mencapai target dan banyak yang beralasan ini terjadi karena kesulitan keuangan global.
"Akibatnya, berita difokuskan pada pasar keuangan global itu sendiri, bukan peristiwa yang mendasarinya (merosotnya kinerja perusahaan)," tutupnya.
link
Quote:
'
Kamis, 27/08/2015 10:35 WIB

Jakarta -Banyak yang berpikir kondisi ekonomi Indonesia sekarang sama dengan krisis 1998 lalu, karena dolar yang menyentuh Rp 14.000. Pemerintah menolak pemikiran tersebut.
Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro mengatakan, kondisi perbankan saat ini relatif aman. Beda dengan krisis 1998 yang bermula dari hancurnya sektor perbankan.
"Saya bisa katakan yang paling jelas membedakan dengan 1998 adalah kondisi fundamental. Kita saat itu (1998) terlalu terbuai dengan sisi pertumbuhan, pertahanan tidak dijaga, akhirnya kolaps," kata Bambang dalam acara Bloomberg Businessweek Breakfast Meeting 'Waspada Ekonomi Indonesia', di Nusantara Room, Dharmawangsa Hotel, Jakarta Selatan, Kamis (27/8/2015).
Soal perbankan, Bambang mengatakan, rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) rata-rata bank di Indonesia mencapai 20%. Rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) juga masih terjaga di 2,5%. Sementara Loan to Deposit Ratio (LDR) bank menurut Bambang masih aman.
"Likuditas ada, yang belum terjadi adalah investasi dari dunia industri ke perbankan," jelas Bambang.
"Pengusaha harus bisa melihat celah-celah di tengah sulitnya kondisi saat ini yang bisa menjadi daya saing di kemudian hari," imbuh Bambang.
LINK
Jangan Samakan RI Sekarang dengan Kondisi 1998
Kamis, 27/08/2015 10:35 WIB

Jakarta -Banyak yang berpikir kondisi ekonomi Indonesia sekarang sama dengan krisis 1998 lalu, karena dolar yang menyentuh Rp 14.000. Pemerintah menolak pemikiran tersebut.
Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro mengatakan, kondisi perbankan saat ini relatif aman. Beda dengan krisis 1998 yang bermula dari hancurnya sektor perbankan.
"Saya bisa katakan yang paling jelas membedakan dengan 1998 adalah kondisi fundamental. Kita saat itu (1998) terlalu terbuai dengan sisi pertumbuhan, pertahanan tidak dijaga, akhirnya kolaps," kata Bambang dalam acara Bloomberg Businessweek Breakfast Meeting 'Waspada Ekonomi Indonesia', di Nusantara Room, Dharmawangsa Hotel, Jakarta Selatan, Kamis (27/8/2015).
Soal perbankan, Bambang mengatakan, rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) rata-rata bank di Indonesia mencapai 20%. Rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) juga masih terjaga di 2,5%. Sementara Loan to Deposit Ratio (LDR) bank menurut Bambang masih aman.
"Likuditas ada, yang belum terjadi adalah investasi dari dunia industri ke perbankan," jelas Bambang.
"Pengusaha harus bisa melihat celah-celah di tengah sulitnya kondisi saat ini yang bisa menjadi daya saing di kemudian hari," imbuh Bambang.
LINK
MOTTO MEDIA MASSA : BAD NEWS IS GOOD NEWS
berita biasa di bikin heboh, berita jelek di blow up habis-habisan supaya bombastis, bikin panik masyarakat.selalu ada agenda tersembunyi di balik pemberitaan media.apalagi pemilik medianya lawan politik pemerintah/presiden.di jaman serba online skg susah cari berita murni.tinggal copy paste , di edit, tambahin kurangin sesuai keinginan, foto bisa di crop .banyak2 cari sumber valid n independen bukan anti pemerintah.
jangan mau di hasut media
Diubah oleh xonet 27-08-2015 07:02
0
3K
Kutip
19
Balasan
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan