ts4l4saAvatar border
TS
ts4l4sa
Rupiah rontok bukan salah Jokowi, tapi SBY 10Th Berkua " Nothing to do"
KURS RUPIAH: Selasa Sore Ditutup RP 14.049
SELASA, 25 AGUSTUS 2015 | 19:21 WIB

TEMPO.CO, Jakarta - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Selasa 25 Agustus 2015 sore bergerak menguat sebesar 25 poin menjadi Rp 14.024 dibandingkan posisi sebelumnya di posisi Rp14.049 per dolar Amerika Serikat.

Analis dari PT Platon Niaga Berjangka Lukman Leong di Jakarta, mengatakan beberapa langkah Bank Indonesia untuk menjaga stabilitas rupiah salah satunya dengan melakukan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder cukup membantu mata uang rupiah bergerak positif terhadap dolar AS. "Kebijakan BI itu menjaga volatilitas mata uang rupiah sehingga pergerakannya menjadi terbatas, cenderung positif," kata Lukman.

Menurut Lukman, meski kebijakan Bank Indonesia itu bersifat jangka pendek, namun dapat membantu mengurangi kekhawatiran pasar dan pelaku usaha di dalam negeri di tengah sifat penguatan dolar AS yang sudah mengglobal.

Lukman Leong mengatakan penguatan dolar AS bersifat global karena kondisi ekonomi Tiongkok masih melambat. Sementara di sisi lain, pelaku pasar juga mencermati pembuat kebijakan the Fed tentang kemungkinan kenaikan suku bunganya (Fed fund rate). "Tiongkok kemungkinan akan memperlogar sistem keuangannya untuk memacu pertumbuhan ekonomi, sementara Amerika Serikat akan memperketat. Kebijakan yang berbeda dari dua negara terbesar dunia itu membuat investor cenderung masuk ke mata uang yang masuk dalam kategori safe haven, salah satuya dolar AS," katanya.

Pengamat pasar uang Bank Himpunan Saudara Rully Nova menambahkan Bank Indonesia cukup disiplin menjaga fluktuasi rupiah, namun kebijakan otoritas itu juga harus diringi dengan pertumbuhan ekonomi domestik. "Pelaku pasar uang mengharapkan adanya realisasi percepatan belanja infrastruktur karena itu akan memperbaiki fundamental ekonomi Indonesia, yang akhirnya dapat menopang mata uang rupiah," katanya. Sementara itu, dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada Selasa 25 Agustus 2015 mencatat nilai tukar rupiah bergerak melemah menjadi Rp14.067 dibandingkan sebelumnya di posisi Rp13.998 per dolar AS.
http://bisnis.tempo.co/read/news/201...utup-rp-14-049


Rupiah rontok bukan salah Jokowi, tapi SBY 10Th Nothing to do
Sabtu, 14 Maret 2015 20:02 WIB



LENSAINDONESIA.COM: Nilai kurs rupiah rontok hingga melewati kisaran Rp13 ribu per US Dollar bukan disebabkan keadaan ekonomi nasional yang saat ini dipimpin Presiden Jokowi. “Tidaklah mungkin kejatuhan rupiah terjadi begitu saja tanpa sebuah hasil kerja ekonomi nasional yang terjadi dari masa lalu,” ungkap Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu, Arief Poyuono, SE kepada LICOM, Jakarta, Sabtu (14/3/15).

Menurutnya, perlu dicatat bahwa hutang luar negeri melesat hingga kisaran 2700 trilyun itu terjadi pada era SBY. Ini karena banyaknya SUN dan Obligasi pemerintah yang dijual murah murah dengan bunga tinggi karena adanya mafia fee SUN dan Obligasi di era SBY. “Hubungan antara hutang luar negeri dan nilai kurs mata uang suatu negara sangatlah kuat hubungannya untuk kejatuhan nilai kurs mata uang negara penghutang,” katanya.

Pengunaan hasil SUN dan Obligasi diera SBY tidak digunakan secara baik. Sebaliknya, kata Poyuono, hanya untuk bancaan para koruptor melalui proyek proyek infrakstrutur danmenyuburkan mafia impor minyak. “Hari ini, Jokowi telah diwarisi kehancuran ekonomi oleh SBY dengan tandai beras mahal, gas elpiji langkah dan mahal, nilai kurs rupiah jeblok dan hutang negara bertumpuk,” tandasnya, “SBY 10 Tahun Nothing to do.”

Hal ini, kata dia, makin jelas ketika laporan BPK bahwa banyak penyelewengan APBN diera SBY dan para koruptor APBN dan APBD yang tinggal tunggu dieksekusi. Harga beras mahal hari ini, Poyuono yang juga politikus Partai Gerindra ini menilai, juga akibat kegagalan SBY selama sepuluh tahun menjadikan negara yang berswasembada pangan. “Bukan karena Jokowi yang tidak bisa memenej kebutuhan pangan nasional, sehingga Indonesia yang terkenal negara agraris justru menjadi negara pengimpor pangan terbesar di Asia yang menambah beban makin terperosoknya nilai kurs rupiah,” papar Poyuono.

Lalu, lanjutnya, selama SBY berkuasa semua anggaran yang diarahkan untuk program perbaikan infrastruktur pertanian untuk menuju swasembada pangan kemana saja?

Karena itu, Poyuono pesimistis, kalau Jokowi effect akan memberikan perbaikan ekonomi dan penguatan rupiah dalam waktu singkat. “Apalagi saat Jokowi memimpin, keadaan ekonomi Amerika serikat sedang bagus-bagusnya setelah krisis tahun 2008. Tim ekonomi Jokowi masih belum kelasnya dan pengalaman cukup untuk menanggani keadaan ekonomi nasional yang hampir hancur oleh SBY,” katanya lagi.

Perimbangan itu, Jokowi harus lebih kerja keras dan mulai berani untuk melakukan kontrol yang lebih ketat terhadap semua transaksi ekpor dan impor serta hutang luar negeri swasta dan mengunci capital outflow dana asing dengan kebijakan yang tepat. “Serta memberikan kemudahan bagi industri yang berbahan baku lokal untuk lebih berkembang dengan pajak khusus dan kemudahan ekspor.” Orang nomer satu di lembaga yang klaim organisasi buruh BUMN ini, menilai, “Bahwa jatuh nilai kurs rupiah juga tidak lepas dari peran BI yang berperan sebagai pemain vallas bukan berfungsi sebagai pengendali moneter.” Artinya, BI juga ikut menanggung dosa.
http://www.lensaindonesia.com/2015/0...ing-to-do.html


Lengser, SBY bakal tinggalkan warisan utang Rp 2.532 triliun
Reporter : Juven Martua Sitompul | Senin, 29 September 2014 17:15

Merdeka.com - Direktur Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia Transparansi Anggaran (Fitra), Uchok Sky Khadafi menyatakan bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ( SBY) akan meninggalkan warisan utang sebesar Rp 2.532 triliun. Utang itu berasal dari pinjaman luar negeri selama pemerintahan SBY.

"Pada tahun 2014, utang Indonesia sebesar Rp 2.532 triliun," kata Uchok dalam acara diskusi bertajuk 'Implikasi ekonomi politik utang rezim SBY terhadap rezim Jokowi dan anak cucu bangsa', di Galery Cafe, Jakarta, Senin (29/9).

Maka, tambah dia, jika Indonesia ingin melunasi utang yang begitu besar itu setiap warga negara dapat dikenakan beban sebesar Rp 10.042.659. Tak hanya itu, Uchok juga mengatakan bahwa kenaikan utang pada pemerintahan SBY dari 2013 ke 2014 mencapai Rp 157 triliun. "Karena setiap tahun APBN selalu defisit, setiap tahun juga Indonesia harus mencari pinjaman untuk menutupi defisit," ucapnya.

Uchok pun menilai di masa pemerintahan mendatang, pemerintah harus mengurangi pengeluaran anggaran yang dinilai tidak produktif. Hal itu dilakukan guna menutup defisit APBN. "Kalau kita ingin mengetatkan ikat pinggang atau anggaran itu bisa dilakukan, seperti anggaran fasilitas untuk pejabat, perjalanan dinas, belanja operasional, makan minum untuk tamu. Itu bisa diperkecil atau dihilangkan tiap kementerian," tutupnya.
http://www.merdeka.com/peristiwa/len...2-triliun.html


Rupiah Terjun Bebas, Ini Pembelaan Darmin Nasution
41 menit lalu

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan sejak dulu nilai tukar rupiah terhadap nilai tukar mata uang asing rentan jatuh. Terutama jika ada tekanan dari pasar global maupun pasar dalam negeri.

Hal tersebut lantaran porsi dana investasi asing yang masuk ke Indonesia sangat besar. Sehingga rupiah dapat bergejolak jika ada tekanan dari dalam maupun luar negeri. "Kalau ditanya rentan, itu memang sudah menjadi persoalan dari dulu. Bukan hanya berkaitan dengan devaluasi Yuan beberapa waktu lalu. Kita memang dari dulu kalau sudah urusan kurs memang rentan. Karena porsi dana asing yang masuk ke Indonesia sangat besar,” kata Darmin seperti lansir suara, Selasa (25/8/2015).

Jumlah kepemilikan asing dalam Surat Utang Negara (SUN) Indonesia mencapai 38 persen atau sama dengan Malaysia. Lebih besar bila dibandingkan Thailand yang hanya mencatatkan 13 persen-14 persen porsi kepemilikan asing pada surat utangnya.

"Jadi kalau sebanyak itu asing, batuk sedikit atau asing keluar, kita goyah," katanya.

Dalam kondisi seperti ini, menurutnya, Indonesia sangat membutuhkan dan mengandalkan dana asing bukan hanya untuk investasi saja, melainkan untuk membeli saham atau SUN. Ini sangat membantu mendorong tekanan nilai tukar rupiah.

Selain itu, percepatan penyerapan anggaran termasuk belanja modal untuk investasi diyakini mampu membuat kondisi rupiah kembali menguat. "Kalau Cuma mengandalkan Penanaman Modal Asing (PMA), aduh itu susah, sudah sulit deh. Jadi harus ada investasi besar yang masuk, itu bisa memberikan efek positif. Kita juga perlu uang dari luar. Yang akan dilakukan mempercepat belanja dan misalnya mempercepat Perpres kereta api ringan (LRT)," ungkapnya.

Akibat perlambatan ekonomi dunia, kinerja ekspor perdagangan hampir seluruh negara mengalami pelemahan. Hal tersebut menyusul adanya kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah Cina yang mendevaluasi mata uang Yuan untuk merangsang kinerja ekspor. Kebijakan tersebut akhirnya disusul Vietnam yang sengaja mendepresiasi Dong. Hal ini membuat perekonomian global menjadi bergejolak.

Sementara nilai tukar mata uang beberapa negara hanya sedikit terpengaruh fenomena super dolar Amerika Serikat (AS) sehingga memicu kebijakan mendepresiasi mata uang agar barang ekspor lebih murah dan memiliki daya saing.
http://m.galamedianews.com/nasional/...-nasution.html


---------------------------------------------



Bedalah kecepatan ekonomi zaman SBY dan zaman Jokowi. Di zaman SBY, laju ekonomi tidak bisa meroket karena keberatan beban utang yang mencapai Rp 2.500 triliun lebih, terutama berupa SUN. Dan perekonomian dikedalikan oleh "auto pilot' doank. Sementara zaman Jokowi, perekonomian akan meroket buan September nanti. Kalo nngak percaya, yaaa sudah!


emoticon-Angkat Beer

Diubah oleh ts4l4sa 25-08-2015 14:15
0
10.5K
149
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan