abdullah2014Avatar border
TS
abdullah2014
Selfi Status Sedang Ibadah Itu Adalah Sunnah,,,Jangan Syirik Lo Pada Ya...









Bismillaah. Sambil menunggu buka puasa di hari Kamis ini saya coba menulis mengenai fenomena selfie yang menjangkiti semua orang dengan memanfaatkan media sosial seperti Facebook. Gambar diatas adalah gambar dari salah seorang teman saya yang mencoba memberikan tanggapan mengenai status facebook dari salah seorang motivator yang sedang melaksakan umroh.

Isi dari status FB sang motivator tsb adalah,"Taraweh pertama di Nabawi Madinah, Ya Allah sempurnakanlah ibadah puasa kami, jadikanlah puasa ini pelebur dosa-dosa kami dan pembersih jiwa".

Kemudian status facebook tsb ditanggapi oleh teman saya dengan menuliskan, "Hari gini apa2 di share, sampe yang urusan ibadah, mau ibadah atau mau pamer pa ? hadoooooh".

Dari dua status facebook diatas bisa ditarik benang merahnya yaitu dengan berkaitan pada yang namanya tahadduts bi ni'mat atau mengabarkan nikmat yang Allah berikan. Ketika bicara mengenai tahadduts bi ni'mat landasan dalilnya adalah ada didalam surah Ad Dhuha ayat 11 :

وَأَما بِنِعْمَةِ رَبكَ فَحَدثْ
" Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah siarkanlah"

Dengan dalil dari surah inilah yang namanya segala nikmat pemberian Allah itu hendaknya di kabarkan kepada orang-orang sebagai contoh wujudnya adalah seperti berikut :

# Alhamdulillaah anak saya yang bernama si fulan telah diterima di perguruan tinggi negeri.
# Alhamdulillaah kami sekeluarga baru pindah ke rumah yang lebih besar dari yang sebelumnya.
# Alhamdulillaah kami sekeluarga baru melaksanakan umroh.

Untuk meyakinkan , saya coba tulis tafsir dari beberapa ulama mengenai ayat tahadduts bi ni'mat.

@ Tafsir Ibnu Katsir
وَأَما بِنِعْمَةِ رَبكَ فَحَدثْ قال: ما عملت من خير، فحدث إخوانك، وقال محمد بن إسحاق: ما جاءك من الله من نعمة وكرامة من النبوة، فحدث بها، واذكرها، وادع إليها، قال: فجعل رسول الله صلى الله عليه وسلم يذكر ما أنعم الله به عليه من النبوة سراً إلى من يطمئن إليه من أهله، وافترضت عليه الصلاة فصلى. آخر تفسير سورة الضحى، ولله الحمد والمنة.

@ Tafsir At Thabari
وَأما بِنِعْمَةِ رَبكَ فَحَدثْ : يقول: فاذكره. وبنحو الذي قلنا في ذلك قال أهل التأويل. ذكر من قال ذلك:
حدثني يعقوب بن إبراهيم، قال: ثنا هشيم، عن أبي بشر، عن مجاهد، في قوله: وَأما بِنِعْمَةِ رَبكَ فَحَدثْ قال: بالنبوّة.
حدثني يعقوب، قال: ثنا ابن عُلَية، قال: ثنا سعيد بن إياس الجريريّ، عن أبي نضرة، قال: كان المسلمون يرون أن من شُكْرِ النعم أن يحدّثَ بها.

@ Tafsir Zaadul Maasir Ibnu Jauzi
: وأما بنعمة رَبك فَحَدثْ = في النعمة ثلاثة أقوال.
أحدها: النُبُوة.
والثاني: القرآن، رويا عن مجاهد.
والثالث: أنها عامة في جميع الخيرات، وهذا قول مقاتل. وقد روي عن مجاهد قال: قرأت على ابن عباس. فلما بلغت «والضحى» قال: كبر إذا ختمت كل سورة حتى تختم. وقد قرأتُ على أُبي بن كعب فأمرني بذلك. قال علي بن أحمد النيسابوري: ويقال: إن الأصل في ذلك أن الوحي لما فتر عن رسول الله صلى الله عليه وسلم، وقال المشركون: قد هجره شيطانه وَوَدَعَه، اغتم لذلك، فلما نزل «والضحى» كبر عند ذلك رسول الله صلى الله عليه وسلم فرحاً بنزول الوحي، فاتخذه الناس سُنةً.

Kalau dilihat dari sandaran dalilnya, "mensiarkan nikmat yang Allah berikan" itu adalah sesuatu yang sifatnya masyru sebagai bentuk syukur atas nikmat yang didapat. Dan ini tidaklah terbatas pada yang namanya keduniawian, namun dari segi ukhrowi yaitu berupa nikmat islam maupun iman itu bahkan disyariatkan untuk disiarkan kepada orang lain seperti didalam tafsir fii zhilalil quran karya Sayyid Qutb.

Namun kadang orang lain yang dijadikan tempat membicarakan nikmat yang didapat kadang mempunyai penyakit hati yang dinamakan hasad. Sehingga timbulah omongan yang mengatakan bahwa "si anu riya / pamer".

Disatu sisi Allah mensyari'atkan untuk mensiarkan nikmat yang didapat, namun di sisi lain sering timbul omongan riya atau pamer dari orang2 yang sedang kita ajak bicara mengenai nikmat yang didapat. Disinilah kita mesti mendudukan perkara tsb pada tempatnya :

1. Niatkanlah bahwa ketika kita akan men-siarkan kabar nikmat yang didapat itu adalah sebagai bentuk syukur kita kepada Allah dan menunjukan ke-Maha Besar-an Allah dalam hal ini.

2. Prihal omongan orang lain yang mengatakan pamer atau riya atas maka anggaplah angin lalu omongan tsb karena pada dasarnya omongan tsb timbul dari penyakit hati yaitu hasad. Hasad adalah penyakit hati yang tidak senang melihat orang lain sedang mendapatkan nikmat dari Allah. Orang yang tidak senang melihat nikmat yang diberikan kepada orang lain itu adalah orang menerka-nerka isi hati orang lain. Padahal kalau kita tanyakan kepada orang-orang hasad tsb "darimanakah anda bisa mengetahui isi hati orang bahwa si fulan telah berbuat riya / pamer ? ". Mereka tidak bisa menjawabnya.

Poin terpentingnya adalah : Luruskan niat kita untuk apa memberitahukan nikmat yg diberikan oleh Allah tsb, apakah untuk bentuk syukur kepada Allah atau sekedar pamer ?.

Kalaulah misal ketika membicarakan nikmat yang Allah berikan tsb takut jatuh pada yang namanya riya, maka justru alangkah lebih baik kita lebih pandai didalam mencari teman ketika akan membicarakan nikmat tsb. Teman yang sudah kita kenal baik dan memiliki keluhuran akhlak dan jauh dari yg namanya berbagai penyakit hati.

Sekiranya diri kita takut riya dan takut membuat orang lain untuk menjadi hasad, maka alangkah lebih baik pula tahadduts bi nikmat tsb tidak dilakukan.

Kalau boleh kita mengambil analogi dari sebuah tulisan didalam kitabnya Mabahits Fii Ulumil Quran, Syaikh Manna Al Qathan meyebut bahwa "yang namanya baca quran itu harusnya di baca jahr, namun sekiranya takut jatuh kepada riya maka bacanya dipelankan".

Sekiranya tahadduts bi nikmat tsb bisa menjatuhkan kepada perbuatan riya, maka alangkah baiknya perbuatan tsb disampaikan kepada teman yang memiliki keluhuran dan kemuliaan akhlak karena tidak semua orang akan bisa menerima cerita nikmat yg diberikan oleh karena salah satu penyakit hati yaitu HASAD.

Wallaahu 'alam.


sumber : referensi
0
20.2K
132
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan