REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kapolri Jenderal
Badrodin Haiti mengungkapkan bahwa pada
kasus Tolikara, Papua pada Jumat (17/7), Polri
terpaksa mengeluarkan tembakan karena tak
mengindahkan peringatan petugas. Ketika upaya
negosiasi dilakukan, justru massa tersebut terus
mendesak dan melakukan pelemparan. Upaya
penembakan pun dilakukan untuk menegakkan
hukum konstitusi.
"Maka dilakukan penembakan. Penembakan yang
dilakukan aparat kepolisian itu wujud dari upaya
negara untuk menjamin konstitusi harus tegak.
Karena tidak boleh melanggar konstitusi. Jadi,
kalau yang 12 itu korban tertembak, ya itu risiko
karena dia melanggar konstitusi dan HAM," ujar
Kapolri, dilansir Divisi Humas Polri.
Selanjutnya, Kapolri meminta agar semua pihak
bisa bersikap dengan kepala dingin. Ia berjanji
Polri akan bersikap tegas dengan memproses
siapapun yang terlibat dalam kasus ini. "Saya
meminta tokoh agama dan juga umatnya untuk
menanggapi kasus ini dengan kepala dingin.
Serahkan semuanya pada Polri. Siapapun yang
bersalah akan kita tindak, kita proses secara
hukum," tuturnya.
Menurut dia, Indonesia merupakan negara
majemuk yang toleransi mesti dibangun.
Perbedaan kemungkinan bisa menjadi sumber
konflik, namun harus dipahami agar faktor ini
justru menjadi perekat persatuan bangsa.
"Mari kita bangun kesadaran kerukunan antar
umat beragama. Kita bangun toleransi karena
Indonesia ini negara yang plural, yang majemuk
terdiri dari berbagai macam suku, berbeda
agama, berbeda adat istiadat, berbeda bahasa.
Semua banyak perbedaan," ajaknya.
sumur