Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

bandeirantes5Avatar border
TS
bandeirantes5
Terkait Audit BPK, Ahok Dinilai Ceroboh
Terkait Audit BPK, Ahok Dinilai Ceroboh

Bisnis.com, JAKARTA--Selain faktor selisih harga, keputusan Pemprov DKI Jakarta dalam membeli tanah milik Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW) juga dinaungi aspek kecerobohan.

Di berbagai laman media, Ahok disebutkan menyebut harga Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) untuk tanah tersebut sebesar Rp20 juta per m2.

Audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) membantah pernyataan itu. Dengan mengutip data dari Unit Pelayanan Pajak Daerah (UPPD) Dinas Pelayanan Pajak (DPP) DKI, bahwa NJOP tanah itu pada 2014 hanya Rp7,44 juta per m2.

BPK Perwakilan Provinsi DKI Jakarta melaporkan temuan pembelian seharga Rp755,69 miliar itu tidak tepat karena lokasi tanah seluas 3,64 ha tersebut tidak berada persis di Jalan Kyai Tapa, melainkan Jalan Tomang Utara.

"YKSW terindikasi tidak transparan dalam menawarkan harga tanah, karena fisik tanah di Tomang Utara ditawarkan dengan NJOP Jalan Kyai Tapa," sebut BPK dalam dokumen LHP.

Implikasinya, sewaktu-waktu akan timbul masalah hukum dan sengketa yang dapat merugikan Pemprov DKI Jakarta karena akses jalan justru masih dikuasai oleh YKSW. Ditambah lagi, lokasi yang berada di arteri Tomang Utara dinilai tidak strategis.

PT Ciputra Karya Unggul (CKU), yang menjalin kesepakatan jual beli melalui Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (APPJB) senilai Rp15,5 juta per m2 setara Rp564,34 miliar menyadari hal tersebut. Tapi, Plt. Gubernur Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok seolah menutup mata.

Dari Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK, ditemukan pula lokasi tanah tidak siap pakai, karena ada sejumlah bangunan yang masih berdiri di tanah tersebut, yaitu tiga unit bangunan empat lantai, tiga unit bangunan dua lantai dan sembilan unit bangunan satu lantai milik YKSW.

Areal tanah juga diindikasi rawan banjir, sulit dijangkau dan rawan macet serta jauh melebihi kebutuhan minimal 2.500 m2.

Selain itu, YKSW juga tercatat menunggak pajak bumi dan bangunan (PBB) atas tanah tersebut. Pada saat penandatanganan akta pelepasan hak pada 17 Desember 2014 dan Pemprov DKI Jakarta membayar Rp755,69 miliar, YKSW masih menunggak PBB Rp6,61 miliar.

Pembayaran pokok pajak terutang pada 2013 dan 2014 sebesar Rp3,53 miliar baru dibayar oleh YKSW pada 23 Maret 2015, atau setelah Pemprov DKI membayar tanah tersebut.

Dari LHP BPK juga terkuak, harga yang dibayar oleh Pemprov DKI Jakarta adalah harga menurut NJOP 2014 Rp20,75 juta per m2, sementara YKSW hanya membayar PBB senilai setengah dari NJOP 2014, atau Rp10,38 juta per m2.

Koordinator Garuda Institute Roso Daras mengungkapkan jual beli antara YKSW dan Pemprov DKI juga aneh karena Penawaran disampaikan 7 Juli 2014 direspons langsung oleh Plt. Gubernur DKI Jakarta pada 8 Juli dengan mendisposisikan ke Kepala Bappeda untuk dianggarkan dalam APBD-P DKI 2014.

Aspek lainnya adalah tanah 3,64 ha itu memiliki sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) No. 2878 per 27 Mei 1998 dengan masa berlaku 20 tahun, alias habis 27 Mei 2018.

Berdasarkan Pasal 36 Ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996, tanah dengan sertifikat HGB yang habis jangka waktunya otomatis menjadi tanah milik negara, sehingga Pemprov DKI Jakarta melakukan blunder karena tidak menggubris hal ini.

"Pertanyaannya, kenapa Ahok ngebet betul membeli tanah itu? Apakah kalau dia memakai uang pribadi dia akan mengambil putusan yang sama seperti saat dia jadi gubernur?” ujar Roso.

sumber: pkspiyungan

Ahok Hebat emoticon-2 Jempol
0
2K
27
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan