Peringatan Hari Bhayangkara, Ini Yang Perlu Agan Tau Soal Polisi
TS
hukumonline.com
Peringatan Hari Bhayangkara, Ini Yang Perlu Agan Tau Soal Polisi
Mungkin agan-aganwati gak terlalu sadar kalau hari senin kemaren tanggal 29 Juni itu adalah Hari Bhayangkara, alias hari ulangtahunnya Kepolisian Nasional Republik Indonesia. Harus diakui, pasti banyak pro dan kontra deh tentang polisi. Ada yang merasa dirugikan karena banyaknya oknum-oknum polisi yang tidak bertanggung jawab berkeliaran. Namun peranan polisi juga tidak bisa dikesampingkan dalam mengusut berbagai kejahatan.
Nah, dalam rangka peringatan Hari Bhayangkara ini, hukumonline punya beberapa pembahasan mengenai Polisi nih gan. Cekidot ya.
1. Polisi Kaya, Korupsi?
Spoiler for Polisi Kaya:
Agan pernah liat/denger anggota Polri dengan pangkat tertentu udah punya sebidang tanah, usaha kontrakan, usaha restoran, dua rumah mewah, kendaraan berjejeran di garasi rumah, dan harta lain yang berlimpah ruah? Kalo anggota Polri punya harta berlimpah gitu, apakah patut dicurigai dia korupsi? Eits, simak dulu penjelasannya di bawah ini ya:
Dari sudut materi, anggota Polri itu punya sejumlah hak, antara lain memperoleh: gaji pokok, tunjangan keluarga, rumah dinas/asrama/mess, tunjangan umum, fasilitas transportasi, dan sebagainya. Berdasarkan Perkapolri tentang kode etik kepolisian, anggota Polri dilarang melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan korupsi, kolusi, nepotisme, dan/atau gratifikasi.
Gak dapat dipungkiri bahwa ada kemungkinan pelanggaran dilakukan oleh anggota Polri dalam melaksanakan tuganya. Tapi, tentu saja hal itu harus dibuktikan terlebih dahulu, apakah memenuhi unsur-unsur tindak pidana korupsi dalam Undang-Undang Nomor 31/1999jo. Undang-Undang 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Gimana misalnya?
Mungkin ada agan yang masih bertanya-tanya pengadilan apa yang menyidangkan polisi yang melakukan tindak pidana, apakah pengadilan umum atau pengadilan militer?
Jadi begini gan. UU Nomor 2 Tahun 2002tentang Polri itu sudah menegaskan bahwa anggota Polri tunduk pada kewenangan pengadilan umum. Jadi jika ada oknum polisi yang melakukan tindak pidana, proses hukumnya tentu akan dilanjutkan ke pengadilan umum.
Bukan hanya itu. Oknum polisi yang melakukan tindak pidana sangat mungkin disidang secara etik. Sebab, ada kode etik yang mengatur bagaimana perilaku polisi yang seharusnya. Penjatuhan sanksi secara etik maupun sanksi disipilin tidak menghapus tuntutan pidana.
Bukan rahasia umum kayaknya kalau polisi sama senjata api itu ngga terpisahkan. Nah, tapi agan-agan pada tau ngga kapan aja polisi boleh menggunakan senjata api itu dan gimana prosedurnya? Yuk sama-sama kita cek, Gan!
Pada intinya sih Penggunaan senjata api hanya boleh digunakan bila benar-benar diperuntukkan untuk melindungi nyawa manusia. Hal itu diatur dalam Perkapolri No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Polisi boleh menggunakan senjata apinya bila:
1. tindakan pelaku kejahatan atau tersangka dapat secara segera menimbulkan luka parah atau kematian bagi anggota Polri atau masyarakat;
2. anggota Polri tidak memiliki alternatif lain yang beralasan dan masuk akal untuk menghentikan tindakan/perbuatan pelaku kejahatan atau tersangka tersebut;
3. anggota Polri sedang mencegah larinya pelaku kejahatan atau tersangka yang merupakan ancaman segera terhadap jiwa anggota Polri atau masyarakat.
Nah yang harus diperhatiin polisi sebelum menggunakan senjata api tersebut adalah memberikan peringatan yang jelas dengan cara (Pasal 48 huruf b Perkapolri 8/2009):
1. menyebutkan dirinya sebagai petugas atau anggota Polri yang sedang bertugas;
2. memberi peringatan dengan ucapan secara jelas dan tegas kepada sasaran untuk berhenti, angkat tangan, atau meletakkan senjatanya; dan
3. memberi waktu yang cukup agar peringatan dipatuhi
Ada kalanya pengaduan atau laporan kita tidak ditindaklanjuti oleh polisi.
Pada dasarnya memang sudah sepatutnya laporan mengenai suatu tindak pidana ditindaklanjuti oleh polisi. Akan tetapi, terkadang laporan tersebut tidak kunjung mengalami perkembangan. Pelapor dalam hal ini dapat melakukan upaya pengaduan masyarakat (“Dumas”).
Dumas dapat disampaikan secara langsung maupun tidak langsung mengenai komplain atau ketidakpuasan terhadap pelayanan anggota Polri dalam pelaksanaan tugas, serta permintaan klarifikasi atau kejelasan atas penanganan perkara yang ditangani Polri atau tindakan kepolisian.
Dumas secara langsung merupakan pengaduan yang disampaikan oleh pengadu secara langsung melalui:
a. Sentra Pelayanan Dumas; dan
b. setiap Pegawai Negeri pada Polri.
Sedangkan, Dumas secara tidak langsung, merupakan pengaduan yang disampaikan oleh pengadu melalui:
1. surat
2. Tromol Pos 7777 atau kotak pos Dumas Mabes Polri atau pada masing-masing kesatuan kewilayahan;
3. website dan e-mail Polri;
4. telepon, faksimili, atau SMS;
5. media massa dan jejaring sosial;
6. surat Dumas melalui lembaga kemasyarakatan:
a. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM); dan
b. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) atau Advokat;
7. surat Dumas melalui Tokoh Agama (Toga), Tokoh Masyarakat (Tomas), Tokoh Adat (Todat), atau Tokoh Pemuda (Toda)
Secara umum, polisi dibagi menjadi dua bagian besar. Bagian pertama adalah pelaksana utama, dan bagian kedua adalah manajerial. Pelaksana dalam Polri disebut golongan Bintara, sedangkan manajer disebut golongan Perwira.
perjalanan karier dari BINTARA:
- Brigadir Polisi Dua (BRIPDA), setelah 4 tahun menjadi
- Brigadir Polisi Satu (BRIPTU), setelah 4 tahun menjadi
- BRIGADIR, setelah 4 tahun menjadi
- Brigadir Polisi Kepala (BRIPKA), setelah 5 tahun menjadi
- Ajun Inspektur Dua (AIPDA), setelah 2 tahun menjadi
- Ajun Inspektur Satu (AIPTU). Ini adalah pangkat tertinggi di golongan BINTARA.
Kalau perwira pangkatnya dibagi tiga golongan, yaitu PAMA (Perwira Pertama), PAMEN (Perwira Menengah), dan PATI (Perwira Tinggi).
PAMA terdiri dari:
- Inspektur Polisi Dua (IPDA), setelah 3 tahun menjadi
- Inspektur Polisi Satu (IPTU), setelah 6 tahun menjadi