mcnugrahaAvatar border
TS
mcnugraha
[CatPer] Sekali ke Pagaralam, Gunung Dempo – Merapi dan Cughup – cughupnya Terlampaui
Sudah lama banget ane gag buat cerita di kaskus tentang pendakian gunung yang ane alami, terakhir ane cerita tentang pendakian Gunung Sumbing di awal tahun 2015 dimana saat itu kami dihajar habis – habisan oleh badai yang tiada hentinya. Sebenarnya di tahun ini ane juga masih mendaki Gunung diantaranya Gunung Lembu dan Gunung Gede dan ane juga udah tulis dalam blog ane Cuma belum ane tuangin ke versi Kaskusnya. Nah, untuk pendakian yang baru aja ane selesaiin ane mau buat dulu di Kaskus biar banyak yang tau akan cerita ane ini. Yuk ah, kepanjangan kalimat pembukanya, mari kita mulai cerita yang panjang ini, siapkan kopi, gorengan sembari baca catper ane ini, hehe..

Gunung Dempo, gunung tertinggi di Sumatera Selatan, ia memiliki ketinggian 3159 mdpl. Tahun lalu ane beserta 3 teman sudah pernah mendaki gunung ini tapi sangat disayangkan karena memory kamera ane tiba – tiba rusak, begitu juga dengan teman ane yang memorynya pun rusak dan hilanglah sudah kenangan mendaki Gunung Dempo. Pulang dari sana ane bertekad untuk kembali, entah kapan itu waktunya yang jelas pokoknya ane harus mendaki lagi Gunung Dempo.

Impian itu pun seolah akan menjadi kenyataan, diakhir tahun 2014 ane dapat email dari sebuah maskapai yang memberi info tentang promo early bid untuk penerbangan tahun 2015, salah satu tujuan yang dipromokan adalah Jakarta – Palembang PP, ane cari – cari tanggal yang pas dan ketemulah di tanggal pergi 30 Mei dan pulang 3 Juni, untuk tiket pulang pergi itu ane kena Rp 820.000.

Lama menanti hari itu pelaksanaan pun tiba, karena ane pakai penerbangan pagi otomatis ane gag bisa tidur takut ketiduran tapi sekuat – kuatnya mata ini buat begadang ane takluk juga, ane tidur walau 1 jam berikutnya kebangun dan langsung buru – buru mandi. Beres mandi ane langsung gendong keril ane yang ane rasa sudah lengkap isinya. Ane ditemani ibu pergi menuju jalan raya untuk mencegat taksi yang akan mengantarkan kami ke bandara. Gag nunggu lama taksi pun datang dan dengan laju secepat kilat sang sopir berhasil mengantarkan kami hanya dalam waktu 30 menit saja.

Karena waktu check in bentar lagi ditutup ane langsung pamit sama ibu ane, ibu berharap supaya ane berhati – hati di jalan, pendakian dan pulang kembali dengan selamat. Ane langsung mengambil antrian ke salah satu konter, pagi itu sepertinya ane nampak aneh bagi orang lain karena penampilan ane yang berbeda dengan yang lain yaitu dengan tas keril sebesar kulkas mini di punggung. Kalo di jurusan – jurusan seperti Surabaya, Lombok mungkin orang akan paham hendak kemana jika ada orang berpenampilan seperti ane. Sampai akhirnya dari belakang ada yang menepuk pundak ane sembari bertanya “mau kemana, mas?” ane jawab Palembang. “ah sama ini, Palembang juga, akhirnya ada temannya, ibu baru kali ini naik dari terminal ini, tolong bantuin kami ya, mas” pinta seorang ibu bersama anaknya yang berwajah manis yang juga akan ke Palembang.

Habis lapor check in dan naruh keril ane ke bagasi, ane bersama ibu dan anaknya yang bernama Bunga itu berjalan bareng menuju Pintu 4, baru nyampe pintu tersebut petugas langsung menyuruh kami untuk bergegas masuk ke pesawat, kami pun berlari – lari kecil. Sampai di tempat parkir pesawat terdapat sebuah pesawat dimana ada tangga masuk kedalamnya, awalnya ane pengen kesana ternyata pesawat itu tujuan Denpasar. Hampir aja salah. Lalu datang sebuah bus yang mengantar ane ke tempat pesawat tujuan Palembang berada.

Oke, 1 jam kemudian sampailah ane di Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang. Ane masih bersama ibu dan anaknya itu sampai bersama mengambil bagasi hingga keluar bandara. Si ibu dan anak itu pun sudah dijemput oleh keluarga, kalian tau si anak pengen ngapain ke Palembang? Ternyata Bunga malam itu akan mengikuti ajang Mojang Palembang, so bisa dibayangin kan semanis apa Bunga itu. Eh tapi no pic hoax ya, ya sudahlah.


Spoiler for Sampai Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II:


Diluar bandara ternyata Rian adek sepupu ane sudah sampai untuk ngejemput ane. Langsung deh ane cus ke rumahnya di daerah Tangga Buntung. Sampai rumah ane langsung sarapan soalnya pas di Jakarta belum sempat, beres sarapan ane diantar Rian menuju ke agen bis yang menuju Pagaralam. Lokasinya itu di jalan Ryacudu kalo dari Tangga Buntung harus nyeberangi sungai Musi lewat Jembatan Ampera habis jembatan Ampera di kiri jalan itu terdapat beberapa agen bus diantaranya Telaga Biru Putra, Melati Indah dan Anugrah Wisata.


Pas kami sampai di Agen Melati Indah terdapat bus AC yang hendak berangkat, ane langsung tanya ke pihak agen tentang keberangkatan bus AC, ternyata bus yang mau berangkat itu lah jadwalnya dan tidak ada lagi, kalo sore yang ada Cuma travel (menggunakan Innova, APV atau Avanza). Ah, sudahlah, ane gag jadi ke Pagaralam pakai bus AC. Hadeh. Soalnya pas ke agen ini kan ane ninggalin keril di rumahnya Rian.

Rian kemudian mengajak ane menuju Terminal Karyajaya yang katanya dekat itu padahal butuh waktu sekitar 30 menit buat sampai ke terminal yang ternyata lokasinya sudah bukan di Palembang ini. Rian mengajak ku ke agen Telaga Biru Putra, dengan logat khas Palembangnya ia menanyakan jadwal bus yang ke Pagaralam. Ternyata ada dan itu di jam 2 siang, “mau ke Dempo ya, nah kebetulan di jam itu ada 5 orang yang juga ke Dempo, jadi kamu bisa bareng mereka” kata si bapak Agen. Oh iya, untuk tiket bis Palembang – Pagaralam adalah 60 ribu, kalo mau bis AC harganya 75 ribu tapi ingat nih, bis AC berangkatnya di jam 08.30 – 09.00 kalo dah siang yang ada bis ekonomi aja.

Kami pun kembali ke rumah, Rian melewati jalan yang berbeda saat ke terminal ini, mungkin maksudnya mengajak ane jalan – jalan gitulah. Sepanjang jalan ane mencium bau karet yang menyengat, memang di sepanjang Sungai Musi terdapat pabrik – pabrik pengolah karet, sampai rumah baju ane yang tadinya wanginya semerbak berubah menjadi bau karet.

Jam setengah 2 siang, Rian mengantar ane kembali ke Terminal Karyajaya, Palembang siang itu panasnya minta ampun, belum lagi pas melewati Kertapati aroma karet masih menggantung di depan hidung. Sampai di Karyajaya sudah ada bis Telaga Biru Putra, ane ngelapor ke bapak yang menjual tiket tadi katanya ane disuruh menunggu karena rombongan yang lain belum pada datang. Lalu datanglah 3 orang yang menggunakan keril, sepertinya mereka juga akan mendaki Dempo, mereka melapor lalu beranjak menuju bawah pohon untuk menyejukkan diri. Kemudian datanglah rombongan besar yang terdiri dari 9 orang yakni 7 orang mapala dari Jambi dan 2 orang asli Palembang, mereka juga dengan rencana yang sama, Mendaki Dempo.

Spoiler for Kota Palembang:


Spoiler for Terminal Karyajaya:


Setelah lengkap para penumpangnya bis pun berangkat menuju Pagaralam. Keluar dari Terminal Karyajaya langsung melintasi jalan lintas Sumatera yang kala itu kondisinya cukup memprihatinkan, banyak lubang di jalan dan karena sedang kemarau jalanan menjadi sangat berdebu. Bis kembali berhenti tepat di depan Universitas Sriwijaya, disini naik lagi 3 orang mapala. Lalu bis melaju terus melewati Prabumulih yang dikenal sebagai penghasil nanas selain itu di daerah ini juga menghasilkan minyak bahkan palu angguk pun dijadikan sebagai tugu di kota ini. Setelah itu masuklah kami ke wilayah Muara Enim, disini pak sopir berhenti di rumah makan Bang Iwan Selera Dusun, kami turun untuk makan sore. Para mapala itu memilih untuk dibungkus sedangkan ane seorang diri makan di tempat, penyajiannya berupa nasi satu bakul, lalu lauk utama dalam piring kecil, ada juga sayur nangka, sambal goreng, sambal mangga, lalapan yang dipisah – pisah dalam masing – masing piring kecil, ane curiga jangan – jangan dicolek dikit kena bayar nih eh ternyata bener pas makan ane nyolek sambal goreng sama sayur nangka totalnya ane kena Rp 24.000, padahal lauk utama ane Cuma telur dadar doang.

Beres makan bis melanjutkan lagi perjalanannya kali ini melewati Lahat, sayangnya saat di Lahat hari telah gelap sehingga Bukit Serelo yang merupakan icon dari daerah ini tidak terlihat, saat di Lahat masuk lagi 2 orang penumpang yang ternyata merupakan teman dari 3 mapala yang naik dari Unsri tadi, jadi di bis yang ane tumpangi total ada 3 kelompok pendaki.

Sampai Pagaralam, udara dingin mulai terasa, awalnya bis ini berhenti di poolnya yang letaknya di pusat kota Pagaralam setelah itu bis lanjut lagi menuju rumah Ayah Anton yang lokasinya persis di depan Pabrik The PTPN 7, 3 orang turun disini, awalnya ane juga mau turun tapi gara – gara ada yang minta diantar hingga ke villa ane naik lagi ke bis, pikir ane waktu itu bisa nginap di villa, pas banget buat ane yang menempuh perjalanan sedari pagi dari Jakarta. Sampai di villa ternyata eh ternyata ga nginap, mereka langsung melanjutkan perjalanan menuju Kampung IV. Astaga, rasanya lemes dengkul ane, tengah malam harus melakukan trekking di kebun teh. Kelompok Jambi baru sampai langsung lanjut jalan sementara ada 1 kelompok yang masih leyeh – leyeh sembari asik minum kopi hangat dan biscuit, ane kenalan dengan mereka. Mereka adalah Rican, Sirait, Ricardo, Nana dan Luther mereka punya kesamaan, sama – sama dari Medan dan kuliah di Unsri. Ane meminta bergabung dengan mereka karena kan ane Cuma sendirian, ane bilang gag bakal ngerepotin karena semua perlengkapan yang ane bawa cukup lengkap. Rican selaku team leader kelompok ini mengizinkan ane.

Setelah asik leyeh – leyeh kami memulai perjalanan menuju Kampung IV. Sebenarnya dari pabrik teh PTPN 7 menuju Kampung IV kita bisa naik truk tapi itu kalo pagi, kalo malam gini mau gag mau ya harus trekking melewati luasnya kebuh teh. Rican menjadi yang paling depan, derap langkahnya begitu cepat sedangkan dibelakang ada sweeper, Sirait, nah ane persis di depannya Sirait. Kami terus menerabas kebun the jarang sekali kami berhenti untuk istirahat bahkan rombongan Jambi berhasil kami susul di tengah jalan. Setelah 2 jam berjalan sampailah kami di Kampung IV. Kami segera masuk ke sebuah balai yang memang salah satu fungsinya untuk tempat istirahat bagi para pendaki Gunung Dempo. Malam itu belum ada kelompok lain sehingga masih tersedia tempat yang luas bagi kami.

Baju sudah lusuh basah karena keringat hasil trekking 2 jam tadi, udara dingin langsung menyapa tubuh, segera ane ganti baju lalu karena bener – bener kecapean ane langsung pules tidur dan tiba - tiba ane dan pendaki lainnya terbangun akibat adanya gempa yang cukup kuat getarannya, ternyata gempa itu berasal dari Bengkulu Utara, untunglah bukan karena aktivitas dari Gunung Dempo, ane tertidur lagi sampai akhirnya selang seling sahutan ayam membangunkan ane. Di sebelah balai terdapat masjid yang dari segi ukurannya apabila di Jakarta disebutnya mushala. Nama masjid ini Masjid Al Barokah. Ane shubuhan disini, perlu mental yang kuat buat shalat shubuh di Kampung IV karena dinginnya kebangetan apalagi pas musim kemarau.

Usai shalat ane keliling disekitar balai, suasananya begitu damai dan tenteram tak lama kemudian muncul sang mentari dari arah timur yang mulai menghangatkan suasana. Ane sangat menikmati suasana pagi disini di kejauhan ane melihat bentang bukit barisan yang memanjang dan inilah mungkin asal nama dari Pagaralam yaitu sebuah wilayah dimana ia dipagari oleh bentangan alam berupa Bukit Barisan serta Gunung Dempo.

Spoiler for Suasana Pagi di Kampung IV:


Matahari semakin naik, anak – anak kecil mulai keluar rumah untuk bermain, mereka bercengkerama dengan menggunakan bahasa Jawa, ane yang punya sedikit pengetahuan tentang bahasa jawa mencoba membaur dengan mereka, hasilnya ane bisa akrab dengan mereka.

Hingga jam 8 teman – teman baru ane belum ada yang bangun, baru jam 9an mereka bangun dan langsung ke warung sebelah balai untuk ngopi – ngopi sekaligus sarapan. Setelah sarapan kami langsung merapikan kembali barang bawaan ke dalam keril masing – masing. Sekitar jam 10an kami memulai pendakian. Kami berjalan di bawah teriknya sinar matahari sembari melewati perkebunan teh tak lama kemudian kami sampai di plang yang menunjukkan titik awal pendakian dari Kampung IV 1575 mdpl. Foto – foto bersama kemudian lanjut lagi hingga sampailah kami di Pintu Rimba yaitu sebuh titik dimana menjadi batas antara perkebunan dengan hutan. Kami istirahat disini, lalu setelah dirasa tenaga pulih kembali kami baru memulai pendakian, ya pendakian baru dimulai disini karena dititik inilah do’a mulai dipanjatkan.

Spoiler for Awal Pendakian:


Spoiler for Plang Jalur Kampung IV:


Perjalanan dari Pintu Rimba ke Shelter 1 membutuhkan waktu sekitar 1 jam, saat berjalan posisinya masih seperti kemarin, Rican di depan dan Sirait sebagai sweeper, ane di depan Sirait. Pintu Rimba ke Shelter 1 medannya belum begitu sulit kami masih lancar melaluinya. Sampai di Shelter 1 kami berhenti untuk beristirahat sekalian mengisi kembali persediaan air. 15 menit beristirahat kami melanjutkan perjalanan menuju Shelter 2.

Spoiler for Shelter 1:


Shelter 1 ke Shelter 2, bagi ane siksaan dimulai, tidak ada jalur tanah rata seperti halnya di gunung – gunung Jawa yang ada berupa tanjakan dan itu tidak tanah, kami harus melalui akar – akar pohon yang menjuntai, sudah tidak cocok lagi kata mendaki, manjat sepertinya lebih tepat untuk menggambarkan perjalanan ini. Tangan harus mencari pegangan yang kuat, kaki harus berpijak di tempat yang tepat lalu dengan sekuat tenaga kita panjati akar – akar tersebut.

Saat itu banyak pendaki – pendaki yang turun, disini terdapat sesuatu yang menurut ku unik, jika biasanya saat bertemu pendaki hanya sekedar bertegur sapa kini di Dempo ane temukan sesuatu yang menarik yaitu setiap pendaki yang bertemu saling bertegur sapa lalu berjabat tangan dan mengenalkan nama dan asalnya, setelah itu setiap pendaki akan saling menyemangati.

Sebelum sampai shelter 2, kami harus melewati sebuah tebing yang disebut sebagai Dinding Lemari, terdapat webbing yang bisa digunakan untuk memudahkan melewati Dinding Lemari ini. Setelah kami berhasil melewati Dinding Lemari kami beristirahat di tempat yang cukup datar. “Shelter 2 masih 30 menit lagi lah kurang lebih” begitu kata Sirait.

Spoiler for Dinding Lemari:


Spoiler for Jalur Gunung Dempo:


Kami lanjut lagi berjalan dengan trek yang sangat aduhai ini, 30 menit kemudian sampailah kami di Shelter 2 tempat yang cukup lapang dan bisa mendirikan beberapa tenda disini. Kami istirahat untuk masak – masak dan makan siang selain itu juga kembali mengisi persediaan air. Ane berpikir yang membuat jalur Gunung Dempo ini pasti orang yang cermat selain jalur yang bisa dilalui mereka juga mencari tempat istirahat dimana terdapat juga persediaan air di dekatnya, salut kepada para pembuka jalur.

Spoiler for Shelter 2:


Karena lama istirahat tubuh kami mulai menjadi dingin, tangan ane juga terasa kaku, ane gerak – gerakin badan supaya gag kedinginan. Untunglah tak lama kemudian perjalanan dilanjutkan, setidaknya masih 2 jam lagi untuk sampai ke Top Dempo 3159 mdpl dengan medan tanpa ampun dan tanpa bonus.

Setelah melewati jalur berupa akar – akar pepohonan kini jalur berganti berupa cadas, ya cadas begitu teman – teman ane menyebutnya, ia berupa jalur air yang apabila musim hujan atau saat hujan berubah menjadi air terjun mini. Setelah melewati cadas kami melewati apa yang disebut hutan mini, disebut demikian karena kini pepohonan yang mendominasi adalah cantigi yang berukuran pendek. Sebelum sampai ke Top Dempo kami melewati sebuah tempat yang disebut makam, konon makam tersebut adalah tempat bersemayamnya pembuka jalur Gunung Dempo dari makam tersebut Top Dempo tak jauh lagi.

Spoiler for Cadas:


Akhirnya jam 5 sore sampailah kami di Top Dempo 3159 mdpl, senangnya hati ini setelah berjuang melewati jalur yang sangat melelahkan. Kami beristirahat sebentar di Top Dempo lalu kami turun menuju Pelataran yaitu tempat yang datar dan luas dimana para pendaki Gunung Dempo beristirahat untuk kemudian di esok harinya melanjutkan mendaki ke Gunung Merapi.

Spoiler for Top Dempo:


Kami sampai di Pelataran pada jam setengah 6 sore, sesuai dengan target dari sang leader, sampai sebelum hari gelap. Tak terbayang bagaimana rasanya mendaki gunung dempo di saat gelap. Bayanginnya aja udah bikin merinding. Ane dan Rican ngebangun tenda sedangkan Ricardo n Luther mengambil air di sumber air yang disebut Telaga Putri. Beres semuanya malam itu kami masak – masak bersama. Makan di malam itu begitu nikmat yaitu nasi yang tidak begitu tanak dengan lauk mie instan serta ikan asin yang dibakar.

Spoiler for Pelataran:


Spoiler for Telaga Putri:


Hingga jam 8 malam tidak ada kelompok pendaki lain yang sampai dengan kata lain Pelataran waktu itu sangat sepi, kami saling asik ngobrol dibawah terangnya sinar rembulan yang saat itu sedang bulat sempurna. Suara angin terdengar merdu serta iringan paduan suara dari hewan – hewan malam sangat asik didengar. Ah, akhirnya ane nemuin suasana gunung yang syahdu seperti ini. Sepi dan damai itu yang ane rasain.

Udara malam semakin dingin, ane tak kuasa lagi untuk bertahan diluar sehingga ane pamit untuk masuk ke dalam tenda sedangkan yang lainnya masih asik ngobrol. Karena lelah yang luar biasa ane langsung pules tidur, jam setengah 10 tiba – tiba ane kebangun gara – gara Luther masuk ke tenda, kaget aja, gan lagi asik – asik tidur ada yang masuk. Katanya Luther rombongan Jambi baru aja nyampe. Astaga lama amat mereka mendakinya atau mereka begitu menikmati pendakiannya?
0
14.8K
20
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan