Belakangan sepak bola kita semakin kisruh. Dulu ada dualisme, sekarang dibekukan. Berikut ini hanya pandangan ane mengenai sepak bola. Selamat membaca.
Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) mengambil langkah tegas melalui surat keputusan bernomor 0137 Tahun 2015 atas sanksi administratif berupa kegiatan keolahragaan PSSI tidak diakui, dengan kata lain PSSI dibekukan. Sanksi pembekuan ini ditandatangani Imam Nachrawi pada 17 April 2015 dan berlaku sesuai batas waktu yang telah ditetapkan dalam surat teguran tertulis I, II, dan III. Dalam suranya itu, PSSI secara sah dan meyakinkan terbukti mengabaikan dan tidak mematuhi kebijakan pemerintah.
Padahal, sehari setelahnya PSSI memiliki pemimpin baru periode 2015-2019, yakni La Nyalla Mahmud Mattalitti. La Nyalla terpilih menjadi Ketua Umum PSSI yang baru setelah mendapatkan suara terbanyak, yaitu 92 suara dari total 106, pada Kongres Luar Biasa (KLB) yang terselenggara Sabtu (18/4) di Hotel JW Marriott, Surabaya.
Statuta jelas, pemerintah dilarang ikut campur terhadap induk sepak bola di sebuah negara. PSSI gerah, lalu melawan balik dengan cara menghentikan kompetisi. Publik sedih juga geram, pemain bingung.
Menpora bisa jadi bertindak benar dengan melihat banyaknya 'kepulan asap' dalam diri PSSI. Sebut saja ketidakmampuan klub membayar gaji pemain dengan berbagai alasan, entah sponsor belum turun, atau hak siar tertunda dll. Belum lagi mafia pengaturan skor (match fixing) yang begitu merajalela.
Bulan Mei 2014, aktivis sepakbola dari Save Our Soccer, Apung Widadi, berusaha mencari tahu dugaan rencana match fixing antara Persik Kediri vs Barito. Sayangnya, penelusuran tersebut tidak dilanjutkan lebih dalam. Apung beralasan karena dirinya bekerja sendiri dan tak dapat perlindungan hukum.
[youtube
&w=560&h=315]
Atau, ini hanya akal-akalan Menpora karena ingin dapat 'bagian' dari PSSI, melihat begitu 'basahnya' di sana. Sekedar catatan, keuntungan PT Liga Indonesia musim 2013/14 mencapai sekitar 109 Miliar rupiah.
Permasalahan serupa juga terjadi di negara Asia Tenggara lainnya, yakni Vietnam. Federasi sepak bola Vietnam dan penegak hukum setempat masih terus mencari mafia pengatur skor secara gerilya. Padahal sekelas Vietnam, yang kemajuan sepak bolanya luar biasa.
Di Eropa, Liga Yunani, negara yang pernah juara Eropa 2004, pun harus dihentikan. Penyebabnya adalah kerusuhan antar suporter yang begitu hebat. Tiga kasta tertinggi kompetisi sepakbola negara itu dihentikan hingga batas waktu yang tidak ditentukan. Ini kali ketiga seluruh agenda kompetisi dihentikan sepanjang tahun ini.
Lain lagi di Singapura. Ada indikasi kalau S-League (kasta tertinggi Liga Singapura) akan dibubarkan, permasalahannya adalah terus mersosotnya minat penonton yang rata-rata tidak lebih dari 1.000 orang per pertandingan.
Melihat itu semua tentu publik berharap akan ada perbaikan yang signifikan dari sepak bola bangsa ini. Dengan dibekukannya PSSI dan dihentikannya kompetisi, semoga menjadi langkah awal sepak bola Indonesia, bukan skenario para elit yang ingin meraih tahta dan harta. Mungkin juga ada wanita.
Salam Olahraga. Maju sepak bola Indonesia