- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Ekonomi melambat, utang luar negeri swasta landai
TS
cikolord
Ekonomi melambat, utang luar negeri swasta landai
Quote:
JAKARTA. Sudah dapat dipastikan ekonomi Indonesia triwulan pertama 2015 tertekan. Ekspor drop dan impor bahan baku, barang modal serta barang konsumsi pun loyo. Alhasil, pinjaman luar negeri korporasi pada tiga bulan pertama pertumbuhannya melemah.
Berdasarkan data terbaru Bank Indonesia (BI), utang luar negeri (ULN) swasta pada Februari 2015 sebesar US$ 164,13 miliar, atau tumbuh 13,8% bila dibanding Februari tahun lalu yang tercatat US$ 144,23 miliar. Pertumbuhan utang swasta pada Februari ini menurun dibanding pertumbuhan tahunan bulan sebelumnya yang tumbuh 14,4%.
Meskipun bila melihat secara bulanan ada pertumbuhan tipis 0,26% dari Januari US$ 163,71 miliar. Alhasil, secara keseluruhan ULN Indonesia sebesar adalah US$ 299,89 miliar atau naik 9,4% dari posisi Februari 2014.
Kenaikan 9,4% tersebut pun lebih lambat dibanding pertumbuhan ULN Januari 2015 yang tumbuh 10,5%. Untuk ULN pemerintah sendiri tercatat relatif stabil yaitu sebesar US$ 129,28 miliar, naik 4,4% dibanding periode tahun lalu.
Bila melihat secara sektor industri, posisi ULN pada akhir Februari 2015 terutama terkonsentrasi pada sektor keuangan, industri pengolahan, pertambangan, serta listrik, gas & air bersih. Porsi utang keempat sektor tersebut terhadap total ULN swasta masing-masing adalah 29,4%, 20,0%, 16,1%, dan 11,7%.
Dari keempat sektor tersebut, hanya sektor listrik, gas & air bersih dan sektor pengolahan yang tumbuh dibanding bulan sebelumnya. Pertumbuhannya pun tipis. Sedangkan ketiga sektor lainnya mengalami perlambatan. Misalnya industri keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan yang tercatat memilik ULN sebesar US$ 140,38 miliar pada Februari, turun 0,25% dibanding bulan sebelumnya US$ 140,72 miliar.
BI mengakui perkembangan ULN saat ini masih cukup sehat, namun perlu terus diwaspadai risikonya terhadap perekonomian."Ke depan, BI akan tetap memantau perkembangan ULN, khususnya ULN sektor swasta," ujar BI dalam keterangannya, Jumat (17/4). Utang swasta penting untuk diwaspadai agar tidak menimbulkan risiko yang dapat memengaruhi stabilitas makroekonomi.
sumber utang
Berdasarkan data terbaru Bank Indonesia (BI), utang luar negeri (ULN) swasta pada Februari 2015 sebesar US$ 164,13 miliar, atau tumbuh 13,8% bila dibanding Februari tahun lalu yang tercatat US$ 144,23 miliar. Pertumbuhan utang swasta pada Februari ini menurun dibanding pertumbuhan tahunan bulan sebelumnya yang tumbuh 14,4%.
Meskipun bila melihat secara bulanan ada pertumbuhan tipis 0,26% dari Januari US$ 163,71 miliar. Alhasil, secara keseluruhan ULN Indonesia sebesar adalah US$ 299,89 miliar atau naik 9,4% dari posisi Februari 2014.
Kenaikan 9,4% tersebut pun lebih lambat dibanding pertumbuhan ULN Januari 2015 yang tumbuh 10,5%. Untuk ULN pemerintah sendiri tercatat relatif stabil yaitu sebesar US$ 129,28 miliar, naik 4,4% dibanding periode tahun lalu.
Bila melihat secara sektor industri, posisi ULN pada akhir Februari 2015 terutama terkonsentrasi pada sektor keuangan, industri pengolahan, pertambangan, serta listrik, gas & air bersih. Porsi utang keempat sektor tersebut terhadap total ULN swasta masing-masing adalah 29,4%, 20,0%, 16,1%, dan 11,7%.
Dari keempat sektor tersebut, hanya sektor listrik, gas & air bersih dan sektor pengolahan yang tumbuh dibanding bulan sebelumnya. Pertumbuhannya pun tipis. Sedangkan ketiga sektor lainnya mengalami perlambatan. Misalnya industri keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan yang tercatat memilik ULN sebesar US$ 140,38 miliar pada Februari, turun 0,25% dibanding bulan sebelumnya US$ 140,72 miliar.
BI mengakui perkembangan ULN saat ini masih cukup sehat, namun perlu terus diwaspadai risikonya terhadap perekonomian."Ke depan, BI akan tetap memantau perkembangan ULN, khususnya ULN sektor swasta," ujar BI dalam keterangannya, Jumat (17/4). Utang swasta penting untuk diwaspadai agar tidak menimbulkan risiko yang dapat memengaruhi stabilitas makroekonomi.
sumber utang
penyebabnya mungkin ini:
Wah, 74% utang valas swasta tidak dihedging
Quote:
JAKARTA. Setelah digaungkan sejak 2013, implementasi aturan lindung nilai atawa hedging atas pinjaman luar negeri berdenominasi dollar Amerika Serikat (AS) masih minim. Padahal utang luar negeri korporasi kian menumpuk.
Data Bank Indonesia (BI) per Januari 2015, menyebutkan, utang luar negeri swasta, termasuk BUMN, sudah menyentuh US$ 163 miliar. Utang tersebut terdiri dari utang jangka panjang (US$ 115,86 miliar) dan utang jangka pendek (US$ 47,05 miliar).
Dari total utang swasta tersebut, termasuk BUMN, hanya sekitar 26% atau US$ 42,38 miliar telah di-hedging. Sisanya, 74%, belum di-hedging sehingga berpotensi membengkak saat nilai tukar rupiah terhadap dollar AS melemah. "Kami berharap BUMN dan korporasi swasta untuk hedging dengan menerapkan assessment risiko yang baik," ujar Agus Martowardojo, Gubernur BI, kemarin (10/4).
Melihat data ini, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengatakan tujuh perusahaan pelat merah akan segera melakukan hedging. Menteri BUMN Rini Soemarno menyebut, sudah ada empat BUMN yang telah berkomitmen untuk melakukan lindung nilai terhadap utang-utangnya, yakni PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI), Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) dan Bank Mandiri Tbk.
Selain keempat perusahaan itu, Kementerian BUMN mendesak tiga BUMN besar untuk hedging, yakni PT Pertamina, PT Krakatau Steel, dan PT Aneka Tambang karena ketiga korporasi ini memiliki utang dollar AS cukup besar.
Rini menilai penerapan aturan hedging menguntungkan BUMN, khususnya BUMN tambang dan infrastruktur yang berutang valas. Selama ini banyak BUMN enggan hedging karena khawatir dianggap merugikan negara sehingga akan diperiksa oleh penegak hukum. "Padahal lindung nilai ini agar pengelolaan keuangan pruden," kata Rini, Jumat kemarin (10/4).
Kementerian BUMN bahkan mengusulkan agar kebijakan lindung nilai ini tak hanya diterapkan pada utang berdenominasi dollar AS, juga terhadap utang berdenominasi Yen dan Renminbi atau Yuan.
Pada kesempatan yang sama, Ditektur Utama PT PLN Sofyan Basir mendukung penerapan hedging karena akan memitigasi risiko dari pinjaman valas oleh PLN. Dari Rp 1.200 triliun biaya yang dibutuhkan oleh PLN untuk membangun proyek listrik 35.000 megawatt, sekitar Rp 600 triliun dari pinjaman. Dana pinjaman tersebut untuk membangun pembangkit, transmisi, gardu induk, dan jaringan distribusi listrik sampai tahun 2019.
sumber utang
Data Bank Indonesia (BI) per Januari 2015, menyebutkan, utang luar negeri swasta, termasuk BUMN, sudah menyentuh US$ 163 miliar. Utang tersebut terdiri dari utang jangka panjang (US$ 115,86 miliar) dan utang jangka pendek (US$ 47,05 miliar).
Dari total utang swasta tersebut, termasuk BUMN, hanya sekitar 26% atau US$ 42,38 miliar telah di-hedging. Sisanya, 74%, belum di-hedging sehingga berpotensi membengkak saat nilai tukar rupiah terhadap dollar AS melemah. "Kami berharap BUMN dan korporasi swasta untuk hedging dengan menerapkan assessment risiko yang baik," ujar Agus Martowardojo, Gubernur BI, kemarin (10/4).
Melihat data ini, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengatakan tujuh perusahaan pelat merah akan segera melakukan hedging. Menteri BUMN Rini Soemarno menyebut, sudah ada empat BUMN yang telah berkomitmen untuk melakukan lindung nilai terhadap utang-utangnya, yakni PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI), Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) dan Bank Mandiri Tbk.
Selain keempat perusahaan itu, Kementerian BUMN mendesak tiga BUMN besar untuk hedging, yakni PT Pertamina, PT Krakatau Steel, dan PT Aneka Tambang karena ketiga korporasi ini memiliki utang dollar AS cukup besar.
Rini menilai penerapan aturan hedging menguntungkan BUMN, khususnya BUMN tambang dan infrastruktur yang berutang valas. Selama ini banyak BUMN enggan hedging karena khawatir dianggap merugikan negara sehingga akan diperiksa oleh penegak hukum. "Padahal lindung nilai ini agar pengelolaan keuangan pruden," kata Rini, Jumat kemarin (10/4).
Kementerian BUMN bahkan mengusulkan agar kebijakan lindung nilai ini tak hanya diterapkan pada utang berdenominasi dollar AS, juga terhadap utang berdenominasi Yen dan Renminbi atau Yuan.
Pada kesempatan yang sama, Ditektur Utama PT PLN Sofyan Basir mendukung penerapan hedging karena akan memitigasi risiko dari pinjaman valas oleh PLN. Dari Rp 1.200 triliun biaya yang dibutuhkan oleh PLN untuk membangun proyek listrik 35.000 megawatt, sekitar Rp 600 triliun dari pinjaman. Dana pinjaman tersebut untuk membangun pembangkit, transmisi, gardu induk, dan jaringan distribusi listrik sampai tahun 2019.
sumber utang
Utang Luar Negeri Indonesia Kembali Naik
Quote:
JAKARTA, KOMPAS.com - Sebulan tahun 2015 berjalan, utang luar negeri (ULN) Indonesia sudah bertumpuk. Bank Indonesia (BI) mencatat, utang luar negeri Indonesia selama Januari mencapai 298,6 miliar dollar AS. Porsi ini naik 2,05 persen dibandingkan utang luar negeri di Desember 2014 sebesar 292,6 miliar dollar AS. Secara tahunan atau year on year (YoY), utang luar negeri Indonesia tumbuh 10,1 persen dibandingkan periode yang sama di 2014.
Utang swasta menyumbang porsi terbesar dari total ULN Indonesia di Januari 2015 dengan nilai 162,9 miliar dollar AS atau 54,6 persen. Dari data BI, penyumbang terbesar utang swasta pada Januari 2015 berturut-turut berasal dari sektor keuangan sebesar 47,2 miliar dollar AS, industri pengolahan (32,2 miliar dollar AS), pertambangan (26,4 miliar), serta listrik, gas, dan air bersih sebesar 19,2 miliar dollar AS.
Secara tahunan, porsi ULN swasta di setiap sektor mengalami pertumbuhan. Utang swasta di sektor keuangan tumbuh 24,9 persen YoY, industri pengolahan (8,5 persen), dan sektor pertambangan 0,2 persen. Namun pertumbuhan utang ini lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada Desember 2014 dengan porsi masing-masing sebesar 26,9 persen YoY, 10,0 persen YoY, dan 0,3 persen YoY.
Hanya utang sektor listrik, gas dan air bersih yang pertumbuhannya melejit, yakni 12,2 persen secara YoY pada Januari 2015. Di Desember 2014, utang di sektor ini hanya tumbuh sebesar 8,9 persen YoY. Dilihat secara bulanan, pertumbuhan utang swasta pada Januari 2015 terlihat melambat. Pada Januari, pertumbuhan ULN swasta 13,6 persen. "Pada Desember 2014, pertumbuhan ULN swasta mencapai 14,2 persen," ujar Tirta Segara, juru bicara BI, Rabu (18/3/2015).
Meski utang swasta tetap tumbuh, BI menilai, perkembangan ULN masih cukup sehat. Cuma, BI tetap waspada mengantisipasi risiko utang terhadap perekonomian nasional ke depannya. BI berjanji akan tetap memantau perkembangan ULN swasta tidak menimbulkan risiko yang dapat memengaruhi stabilitas makro ekonomi. Sayang Tirta tidak mau menjelaskan berapa banyak ULN swasta yang telah melakukan lindung nilai atau hedging.
Akibat rupiah loyo
Ekonom Samuel Asset Management Lana Soelistyaninsih menilai, perlambatan utang sektor swasta pada Januari 2015 lebih dipengaruhi oleh pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Pelemahan rupiah menyebabkan swasta mengerem keinginannya berutang. Selain itu, Januari merupakan siklus melambatnya kredit perbankan. "Karena berkaitan dengan produksi yang belum dilakukan," kata Lana.
Selain itu, adanya pengaruh pelambatan pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV tahun lalu sebesar 5,2 persen, yang menyebabkan industri mengurangi produksi dan utang. Lana memperkirakan, pada Maret tahun ini, porsi utang swasta akan kembali membengkak. Ini seiring mulainya kembali aktivitas produksi sektor swasta sebagai antisipasi menjelang Ramadhan dan Idul Fitri. Meski demikian, penambahan tersebut juga diprediksikan tak signifikan.
Sebelumnya, Kepala Ekonom BII Juniman menilai, BI dan pemerintah masih memiliki cara untuk menurunkan laju ULN Swasta. Yakni, pemerintah dan BI mengendalikan dan mengawasi uang sektor swasta. Aturan tentang penerapan prinsip kehati-hatian ULN swasta perlu ditindaklanjuti dengan pengawasan agar swasta taat aturan. Cara lain ialah pemerintah membatasi rasio utang terhadap modal. Faktanya, banyak swasta berutang hingga 20 kali dari modalnya. Jika rasio utang dibatasi, swasta tidak akan gencar mencari utang ke luar negeri.
sumber utang
Utang swasta menyumbang porsi terbesar dari total ULN Indonesia di Januari 2015 dengan nilai 162,9 miliar dollar AS atau 54,6 persen. Dari data BI, penyumbang terbesar utang swasta pada Januari 2015 berturut-turut berasal dari sektor keuangan sebesar 47,2 miliar dollar AS, industri pengolahan (32,2 miliar dollar AS), pertambangan (26,4 miliar), serta listrik, gas, dan air bersih sebesar 19,2 miliar dollar AS.
Secara tahunan, porsi ULN swasta di setiap sektor mengalami pertumbuhan. Utang swasta di sektor keuangan tumbuh 24,9 persen YoY, industri pengolahan (8,5 persen), dan sektor pertambangan 0,2 persen. Namun pertumbuhan utang ini lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada Desember 2014 dengan porsi masing-masing sebesar 26,9 persen YoY, 10,0 persen YoY, dan 0,3 persen YoY.
Hanya utang sektor listrik, gas dan air bersih yang pertumbuhannya melejit, yakni 12,2 persen secara YoY pada Januari 2015. Di Desember 2014, utang di sektor ini hanya tumbuh sebesar 8,9 persen YoY. Dilihat secara bulanan, pertumbuhan utang swasta pada Januari 2015 terlihat melambat. Pada Januari, pertumbuhan ULN swasta 13,6 persen. "Pada Desember 2014, pertumbuhan ULN swasta mencapai 14,2 persen," ujar Tirta Segara, juru bicara BI, Rabu (18/3/2015).
Meski utang swasta tetap tumbuh, BI menilai, perkembangan ULN masih cukup sehat. Cuma, BI tetap waspada mengantisipasi risiko utang terhadap perekonomian nasional ke depannya. BI berjanji akan tetap memantau perkembangan ULN swasta tidak menimbulkan risiko yang dapat memengaruhi stabilitas makro ekonomi. Sayang Tirta tidak mau menjelaskan berapa banyak ULN swasta yang telah melakukan lindung nilai atau hedging.
Akibat rupiah loyo
Ekonom Samuel Asset Management Lana Soelistyaninsih menilai, perlambatan utang sektor swasta pada Januari 2015 lebih dipengaruhi oleh pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Pelemahan rupiah menyebabkan swasta mengerem keinginannya berutang. Selain itu, Januari merupakan siklus melambatnya kredit perbankan. "Karena berkaitan dengan produksi yang belum dilakukan," kata Lana.
Selain itu, adanya pengaruh pelambatan pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV tahun lalu sebesar 5,2 persen, yang menyebabkan industri mengurangi produksi dan utang. Lana memperkirakan, pada Maret tahun ini, porsi utang swasta akan kembali membengkak. Ini seiring mulainya kembali aktivitas produksi sektor swasta sebagai antisipasi menjelang Ramadhan dan Idul Fitri. Meski demikian, penambahan tersebut juga diprediksikan tak signifikan.
Sebelumnya, Kepala Ekonom BII Juniman menilai, BI dan pemerintah masih memiliki cara untuk menurunkan laju ULN Swasta. Yakni, pemerintah dan BI mengendalikan dan mengawasi uang sektor swasta. Aturan tentang penerapan prinsip kehati-hatian ULN swasta perlu ditindaklanjuti dengan pengawasan agar swasta taat aturan. Cara lain ialah pemerintah membatasi rasio utang terhadap modal. Faktanya, banyak swasta berutang hingga 20 kali dari modalnya. Jika rasio utang dibatasi, swasta tidak akan gencar mencari utang ke luar negeri.
sumber utang
Ini Dia yang Paling Banyak Beri Utang ke Pemerintah RI
Quote:
Jakarta - Saat ini, Indonesia masih menarik pinjaman luar negeri. Per Maret 2015, utang luar negeri pemerintah Indonesia (baik bilateral maupun multilateral) tercatat Rp 693,17 triliun (34,8% dari total utang pemerintah).Jumlah ini naik dari bulan sebelumnya Rp 687,45 triliun.
Secara bilateral, Jepang, Prancis, dan Jerman masih menjadi kreditur terbesar Indonesia. Sementara secara multilateral, Indonesia masih meminjam kepada Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia (ADB), dan Bank Pembangunan Islam (IDB).
Berikut adalah pemberi pinjaman bilateral dan multirateral terbesar buat Indonesia, seperti dikutip dari data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, Selasa (21/4/2015):
sumber utang
Secara bilateral, Jepang, Prancis, dan Jerman masih menjadi kreditur terbesar Indonesia. Sementara secara multilateral, Indonesia masih meminjam kepada Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia (ADB), dan Bank Pembangunan Islam (IDB).
Berikut adalah pemberi pinjaman bilateral dan multirateral terbesar buat Indonesia, seperti dikutip dari data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, Selasa (21/4/2015):
sumber utang
panastak pasti happy neh makin banyak utang
Diubah oleh cikolord 22-04-2015 07:34
0
2.4K
Kutip
21
Balasan
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan