- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
(PENCERAHAN) INI JAWABAN BUAT LU YG MASIH BELUM PAHAM APA YANG TERJADI DI NEGARA INI.
TS
xonet
(PENCERAHAN) INI JAWABAN BUAT LU YG MASIH BELUM PAHAM APA YANG TERJADI DI NEGARA INI.
INI TRIT BERAT , JADI BACA DULU SAMPAI HABIS.BUAT LU YG OTAKNYA GA SAMPE MENDING JANGAN KOMEN DARIPADA CUMA CACI MAKI.SAMA DENGAN MENUNJUKAN KETOLOLAN LU.BUAT MAHASISWA2 YG SUKA DEMO BACA DULU INI TRUS MIKIR.GW MEMANG MILIH JOKOWI TAPI BUKAN PANASTAK N PANASBUNG.GW SEBEL AJA LIHAT2 TRIT2 N KOMEN2 DI MEDIA2 YG SURUH PRESIDEN TURUN PADAHAL BARU 6 BULAN MENJABAT.KAYAKNYA BENER KALAU ORANG INDONESIA KEBANYAKAN MAKAN MI INSTAN.JADI SEGALANYA MAU INSTAN.
Quote:
Recent Economic and Financial Indicators Report
Posted on April 18, 2015 by Sari Octaviani
Dear para WNI dimanapun Anda berada,
Saya lampirkan laporan ekonomi dan finansial negara-negara di berbagai belahan dunia. Tabel ini diambil dari majalah The Economist edisi cetak di Inggris tanggal 18 April 2015. The Economist adalah salah satu majalah berbasis ekonomi dan bisnis yang berkualitas di Inggris. Dengan harga per eksemplar Rp 100ribu, itu berarti dalam satu semester harga subscription-nya mencapai Rp 2,6 juta dan saya yakin nilai ini sama atau lebih mahal dari rata-rata biaya SPP per semester universitas negeri di Indonesia. Jadi, majalah ini gak level sama facebooknya Jonru atau website-website murahan yang dibuat berdasarkan pesanan orang. Majalah ini diperuntukkan untuk para eksekutif, pemerintah, atau organisasi internasional, bukan anak-anak kemarin sore yang bacaan sehari-harinya semacam “Udah Putusin Aja” atau buku-buku risalah pergerakan islami, atau malah 9gag.
Gambar 1. Economic and financial Indicators of several countries (Gambar hasil Scan)
Karena saya sekarang akan membicarakan mengenai kondisi umum Indonesia, maka saya pikir referensi tabel dari The Economist ini memenuhi 4 syarat utama dari sebuah literatur akademis, yakni: Relevan, Akurat, Terbaru, serta Dapat Dipercaya. Oya, ini beneran dari The Economist ya, bukan dari Wall Street Journal apalagi The Jakarta Globe. Saya gak diseleksia, apalagi buta huruf.
Salah satu indikator yang bikin Jokowi kemarin dikasih rapot merah adalah karena nilai rupiah yang katanya anjlok banget. Sebenernya ini saya heran, orang-orang dapet sumber darimana. Menurut tabel tersebut berikut saya kalkulasikan persentase anjloknya mata uang beberapa negara terhadap US Dolar :
Indonesia : – 12,67%
Malaysia : – 12,92%
Euro : – 30,56% (Ini pemerintahnya udah keseringan mabok kayanya)
Israel : – 14,41% (Ini Israel bolo-bolonya USA lo!)
Australia : – 21,50%
Jepang : – 16,67%
Denmark : -29,44% (Ini negara yang orang bisa tenang naroh laptop sembarangan)
Brazil : – 35,87%
Canada : – 11,82%
Singapura : – 8,8%
Inggris : – 11,67%
Hongkong : 0%
Silakan kalo ada yang mau ngitung selain itu dan cari mana Negara yang bisa punya persentase lebih baik dari Indonesia apalagi positif! Negara Uni Eropa aja pada kelenger sama USD, kok Rupiah pengen menguat?? Ckckck…
Ah, itu kan cuma salah satu faktor. Orang-orang pasti bakal mulai bilang saya ini bela-belain Jokowi. Buat orang-orang yang kepikiran kaya gitu, saya kasih tau, pendapatan saya pake US Dolar dan Poundsterling. Secara personal, saya lebih suka kalo rupiah melemah. Tidak ada alasan untuk saya membela presiden. Saya semata-mata hanya pengen ngeshare tabel dari majalah ini yang bisa dijadikan informasi penting untuk melihat status Negara kita sekarang. Apakah benar yang dikatakan orang-orang bahwa Indonesia ini sekarang carut marut dan mau hancur?
Mari kita tengok ke parameter lainnya. Kenaikan GDP Indonesia nomer 7 tahun 2015, dan di versi elektroniknya yang lebih interaktif, tahun 2016 Indonesia diprediksi akan jadi nomer 6 sedunia. Untuk produksi industrial, Indonesia rangking 21, that’s not bad at all. Kalo tingkat kenaikan Consumer Price emang Indonesia ini gak ada obat dari dulu. Selama saya di Depok, harga makanan di Kantin Teknik sama harga kosan saya SELALU NAIK 10-15% tiap tahun. Ini udah gak ada hubungannya sama Presiden atau pemerintah. Memang behaviournya kebanyakan orang Indonesia suka naikin harga barang sesuka hati. Unemployment rate Indonesia rangking 23 terbaik, mengalahkan India, Australia, Luxembourg, Belgia, Irlandia, Perancis, dan negara-negara lain yang biasanya dianggap lebih baik daripada Indonesia. Nilai yang jelek dari negara kita ada di Trade Balance sama Current Account Balance. Perlu diingat bahwa tidak ada negara yang nilainya positif semua, saudara-saudara. Jadi saya mungkin bisa memberikan opini bahwa Negara kita ini statusnya biasa-biasa saja, bahkan kalo dilihat dari nilai anjloknya Rupiah terhadap USD yang tidak terlalu buruk, ini agak anomali. Silakan konsultasi dengan para professor di bidang ekonomi atau politik tentang penyebab Negara kita bisa seperti itu. Kalo kalian mau ngobrol tentang material baru silakan hubungi saya.
Kalo kata Chris Sowton (2012),”Be rational – If you are not prepared to change your view about a subject, you should not be studying at university. You should be prepared to follow your reason, wherever it takes you. Be Open-Minded – One of the great opportunities of studying at university in a foreign country is to broaden your perspective. Be Radical – do not be afraid to adopt controversial positions if you believe them to be right. Just because a view is unpopular, or is different to what majority think, does not make it wrong. What makes it wrong is if it lacks of evidence.”
Jadi, apakah kalian juga masih berpikir bahwa demo besar-besaran masih diperlukan untuk menggulingkan presiden?
Oiya, salah satu hal yang bikin engap akhir-akhir ini adalah postingan tentang Ridwan Kamil yang dianggap presiden sama salah satu turis Jerman. First of all, ini awalnya postingan dari twitter, terus ke path, terus kemana-mana. Dari tangan pertama aja si empunya status cuma bilang “Kata Turis Jerman”. Terus ada lagi yang bilang “Kata orang Kenya, kata orang Zimbabwe, Antartika, dsb”. Saya gak tau dari aspek mana pernyataan kaya gini bisa gampang banget dipercaya dan dijadikan pedoman hidup oleh orang-orang. Untuk menilai kinerja seorang pejabat publik, postingan itu TIDAK RELEVAN, TIDAK AUTHORITATIVE, DAN TIDAK BISA DIPERCAYA. Terus dengan postingan kaya gitu, apakah orang-orang pikir tiba-tiba presiden Indonesia bakal ganti besok paginya?
Tapi sebetulnya ada sisi baik dari isu bodoh ini. Saya jadi cukup optimis dengan Indonesia. Kita ini ternyata bangsa yang dinamis dan sudah mau melangkah ke depan dengan mencari sosok-sosok pemimpin baru. Kita gak terus-menerus berkubang dalam masa lalu dengan pemerintahan yang hanya diisi oleh orang-orang lama yang sangat membosankan. Setelah Jokowi hadir sebagai sosok baru yang muncul di negeri ini, saya pikir orang seperti Ridwan Kamil bisa muncul di kemudian hari untuk menjadi presiden. Toh Jokowi juga berawal dari walikota kan. Saya membayangkan ketika saya settle nanti di Indonesia, perlahan ritme kemajuan bangsa ini sudah lebih harmonis.
Profesor saya pernah bilang, bukan tentang Jokowi vs Kang Emil, tapi tentang kebiasaan bangsa Perancis yang dulu suka banget buang sampah sembarang. Untuk menyembuhkan penyakit sepele ini dibutuhkan 1 generasi di negara beliau. Jadi, untuk benar-benar membuat Indonesia menjadi negara maju, saya perkirakan bisa memakan waktu yang cukup lama. Saya pikir tidak ada salahnya kalo setelah Jokowi, Kang Emil atau tokoh-tokoh muda lain ikut melanjutkan proses trasnformasi Indonesia, pokoknya bagi saya asal jangan orang-orang tuwir yang masih kolot dan gila kekuasaan.
Ini ada tambahan skrinsyut dari The Economist edisi Asia.
Perlu ditegaskan bahwa bukan Jokowi sendiri, atau bahkan Kang Emil, yang bisa bikin pabrik Semikonduktor atau Smartphone! Tapi para engineer, akuntan, ahli hukum atau apapun itu keahlian spesifik kalian. Daripada kalian panas-panasan demo, lebih baik kan kalian belajar coding smartphone. Majalah Economist ini berpengaruh lo, bro! Kalo dia ngomong begitu, kemungkinan akan banyak investor yang terdorong untuk datang dan menggelontorkan duit mereka buat kita bikin teknologi yang lebih maju dari sekedar bikin suvenir gantungan kunci di Indonesia. Kalo kalian gak memanfaatkan kesempatan ini ya terserah aja sih. Suka-suka situ lah mau hidup gimana.
Dulu saya dapet beasiswa Schlumberger pertama kali saat pemerintahan SBY, sekarang saya dapat beasiswa untuk tahun kedua saat pemerintahan Jokowi. Apakah mereka berdua itu berjasa atas pencapaian saya ini? Well, bagi saya pemerintahan SBY atau pemerintahan Jokowi hanya berfungsi sebagai kata keterangan waktu, bukan hubungan sebab akibat atas kesuksesan atau kegagalan saya. Mau sekarang yang jadi Prabowo juga saya gak masalah. Kalo saya sampe gak bisa makan atau motor saya mogok gak ada bensinnya, berarti itu salah saya sendiri.
Sekali lagi saya kasih contoh : Saya sukses masuk PhD saat pemerintahan SBY. Saya mengerjakan riset yang sangat bagus saat pemerintahan Jokowi. Bukan : “Saya merasa merana karena dulu SBY jadi presiden”, atau bilang “Saya hidup susah karena Jokowi jadi presiden”. Terlalu jauh hubungan sebab akibatnya. Mungkin kalian juga harus mulai mengganti kalimat sebab akibat dengan kata-kata yang hanya menunjukkan hubungan waktu untuk siapapun presiden kita.
Dear saudara-saudara, kami para mahasiswa PhD ngerjain cuma 1 proyek riset yang “kecil” butuh waktu sampe 3 tahun. Ini presiden baru kemarin dilantik kok suruh nyelesaiin semua masalah bangsa yang udah kronis selama 6 bulan. Ini orang-orang BEM yang kemarin demo bisa gak ya nyelesaiin skripsi 3 minggu aja kira-kira? Though I agree that being stupid is one of human’s right, it is simply not recommended for you to use it. Saya ini suka beli kerudung buat nutupin kepala saya, tapi saya juga punya budget buat beli bacaan-bacaan bermutu untuk mengisi apa yang ditutupin sama kerudung saya.
Salam hangat dari kota Southampton…
Disclaimer : Tulisan ini sangat viral bagi saya. Harap dimengerti, ulasan ini hanyalah postingan blog dengan tingkat objektivitas sekitar 65%, bukan jurnal ilmiah yang datar dan garing tapi tingkat objektivitas bisa >95% karena diriset dalam jangka waktu yang lama oleh orang yang kompeten serta melalui proses editing yang ketat. Saya memasukkan opini pribadi saya mengenai beberapa hal di sini. Meski demikian, saya yakin untuk postingan seperti ini jarang yang bisa mencapai >50%, beberapa ada yang menuliskan cerita fiktif belaka tapi dibungkus seperti fakta. Majalah ini juga terbit tanggal 18 April siang, dan tanggal 18 April sore langsung saya tulis postingan ini. Jadi saya mohon maaf atas segala kekurangan di sana sini yang muncul karena saya tidak punya editor.
https://riemetalui.wordpress.com/201...cators-report/
sori sumber blog, tapi isinya yahud
ga setuju?? serbu tuh blognya hajar pake komen2 cerdas versi elu pada
nyinyiers otak kopong pergi ke laut aja ngobrol ama cumi.
link
Kenapa Dollar terus naik --> Bukan Rupiah nya yang turun
Quote:
Jokowi sindir SBY takut kehilangan popularitas jika naikkan BBM
Jokowi sindir SBY takut kehilangan popularitas jika naikkan BBM
Merdeka.com - Presiden Joko Widodo ( Jokowi) menyindir dengan halus bahwa pemerintahan sebelumnya takut kehilangan popularitas. Sebab, kata Jokowi, pemerintahan era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tidak segera mengalihkan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) ke subsidi yang lebih bersifat produktif.
"Kenapa yang dulu-dulu tidak berani melakukan ini, karena masalah popularitas," kata Jokowi saat Hari Ulang Tahun PMII ke-55 di Masjid Nasional Al-Akbar Kota Surabaya, Jawa Timur, Jumat (17/4) malam.
Pada kesempatan itu, Jokowi menyampaikan tekadnya yang meski sulit terus dilaksanakan yakni dalam hal pengalihan subsidi BBM. Jokowi mengklaim bila pemerintahannya mengalihkan subsidi BBM senilai Rp 300 triliun per tahun yang konsumtif ke subsidi yang produktif.
Ia mencontohkan, untuk membangun jalur kereta api dari Aceh sampai Papua hanya perlu Rp 360 triliun. Tetapi sampai saat ini Indonesia tidak bisa membangunnya karena dana justru banyak dihabiskan untuk subsidi BBM.
Topik pilihan: Subsidi Premium dicabut | Penghapusan Premium
Jokowi mengaku sudah banyak diingatkan jika menerapkan kebijakan pengalihan subsidi BBM dari konsumtif ke produktif maka popularitasnya akan jatuh. Namun, Jokowi tak menghiraukannya.
"Tapi, saya sampaikan bahwa itu risiko sebuah keputusan," tegasnya.
Apalagi, ia menyadari Indonesia sedang dalam kondisi ekonomi yang sulit akibat tekanan ekonomi global. Meski demikian, Jokowi menegaskan hal itu tetap perlu dilakukan untuk membuat subsidi yang diberikan kepada rakyat tepat sasaran.
"Karena Rp 300 triliun setiap tahun subsidi BBM yang menikmati adalah mereka yang punya mobil. Subsidi ini apa tidak terbalik. Inilah proses untuk tepat sasaran," tutup Jokowi.
Quote:
Stop Subsidi BBM, Jokowi Siap Tak Populer
Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengaku sejumlah kebijakan yang dibuatnya bisa menurunkan popularitas dirinya di mata rakyat. Namun dia meyakini kebijakan tersebut akan bermanfaat bagi rakyat dan negeri ini ke depannya.
Untuk itu, dia memastikan akan mempertahankan kebijakan ekonominya terkait pengalihan subsidi harga Bahan Bakar Minyak (BBM), penghentian ekspor bahan mentah (raw material) tambang, termasuk juga dalam hal impor bahan pangan seperti beras, jagung, dan kedelai.
Jokowi mengakui diperluka perubahan pola pikir yang total dalam memahami kebijakan ekonomi yang kini diambil pemerintah. Tidak mungkin hanya langsung mengubah, kemudian masyarakat bisa menerima. Orang nomor satu di Indonesia itu menegaskan dirinya siap dengan resiko tidak popular atas kebijakan yang diambilnya itu.
“Saya tahu dan saya sudah diingatkan oleh tangan kiri kita. Bapak kalau ini nanti dialihkan, pengalihan subdisi dari yang konsumtif dipakai kendaraan tiap hari kemudian dialihkan kepada sektor produktif, pertanian, perikanan, infrastruktur, hati-hati. Bapak bisa jatuh popularitasnya. Saya sampaikan, itu resiko sebuah keputusan,” tegas Jokowi dikutip dari laman Sekretariat Kabinet, Sabtu (18/4/2015).
Dia mengaku sengaja fokus membenahi masalah Sumber Daya Manusia (SDM) dalam menghadapi tantangan global, termasuk pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN pada akhir tahun 2015 ini, karena apapun ke depan pertarungannya kualitas sumber daya manusia (SDM).
"Pertarungannya ada disitu. Bukan masalah kekuatan sumber daya alam, tetapi ada di SDM, sumber daya manusia," kata dia.
Tidak bisa gunakan ‘booming’ SDA
Meskipun dikarunia sumber daya alam (SDA) yang melimpah ruah, Jokowi menyayangkan karena Indonesia tidak bisa menggunakan itu. Ia menunjuk contoh saat booming minyak pada tahun 1970-an, negeri ini tidak bisa membuat sebuah pondasi pembangunan yang baik.
Demikian pula, pada tahun 1980-an Indonesia booming kayu, sebagian besar ditebang dan lupa tidak membangun industri hilirnya. Lupa lagi tidak bisa membuat pondasi untuk pembangunan untuk kesejahteraan rakyat.
Hal yang sama, lanjut Jokowi, kembali dilakukan Indonesia terkait ekspor batu bara. Diekspor ke negara lain yang membangun industri dengan batu bara Indonesia, produknya masuk ke Indonesia. Selajutnya, rakyat yang membeli produk produk mereka.
“Itu sebuah kesalahan. Kenapa tidak kita kunci, kita miliki. Kalau kamu mau buat industri, buat di Indonesia. Batu bara banyak di sini. Sehingga akan ada keuntungan pajak, tenaga kerja, nilai tambah yang lain lain, akan banyak sekali. Inilah yang akan kita lakukan,” papar Jokowi.
Untuk itulah, papar Jokowi, pemerintah akan mulai stop satu per satu. Tidak hanya masalah batu bara, tidak hanya nikel, tidak hanya masalah bauksit, tidak hanya masalah timah. “Ini harus kita olah, hilirisasinya ada di Indonesia. Kita sudah tidak mau lagi kita kirim mentahan. Diolah di sana, kembali ke sini kita beli,” tegasnya.
Dengan diolah di sini, Jokowi meyakini akan membuka lapangan pekerjaan yang sebesar-besarnya. “Itulah yang kita inginkan,” ujarnya.
Diakui Kepala Negara, untuk menuju ke sana, transisinya memang memerlukan perubahan pola pikir yang total. Tidak mungkin hanya langsung mengubah cepat kemudian semuanya bisa menerima.
Jokowi lantas menunjuk contoh soal impor beras yang sudah bertahun-tahun dilakukan. Sekitar Desember-Januari, dia mengakui adanya usul lagi kepadanya agar mengimpor beras dengan alasan stok sudah berbahaya.
“Saya cek memang tinggal sedikit. Tetapi setelah saya hitung, ini sampai berani sampai panen raya. Tetapi dengan keputusan seperti itu yang terjadi adalah spekulasi. Harga beras menjadi naik. Ini memang sebuah resiko yang harus saya ambil,” papar Jokowi.
Diakui Jokowi kalau keputusannya itu memang tidak popular. Tetapi ia menganggap harus berani mengubah itu, karena kalau Indonesia masih impor 3,5 juta ton per tahun, maka petani-petani kita tidak akan mau berproduksi.
“Untuk apa, impor aja lebih murah. Tetapi orang berproduksi menjadi marah. Ngapain kita berproduksi. Inilah sering saya sulit menjelaskan. Tetapi ini memang harus ini dijelaskan secara gambling,” kata Jokowi.
Menahan-nahan seperti itu ada resikonya. Kalau pemerintah memutuskan tidak impor berarti harganya akan naik, tetapi terus impor dari dulu sampai sekarang negeri ini akan seperti itu terus. Impor terus dan petani menjadi tidak rajin untuk berproduksi.
“Inilah yang terus kita tahan. Gula juga sama, kedelai juga sama. Inilah yang ingin kita benahi tetapi sekali lagi memerlukan perubahan pola pikir, total cara cara kita berproduksi,” jelas Kepala Negara.
Bakar uang Rp 1.300 Triliun
Presiden juga mengemukakan, saat memutuskan pengalihan pengalihan subsidi BBM dari yang konsumtif kepada yang produktif coba, semuanya demo. Padahal, jelas Jokowi, pemerintah ingin mengalihkan subsidi dari konsumtif kepada produktif.
Indonesia sudah berpuluh-puluh tahun menikmati subsidi itu tanpa terasa. Setahun subsidi BBM Rp 300 triliiun dibakar dan hilang. Kalau 10 tahun menjadi Rp 3.000 triliun.
Setelah dicek, yang menikmati subsidi Rp 300 triliun per tahun itu, 82 persen adalah mereka yang punya mobil. Ia mempertanyakan hal itu, karena yang punya mobil disubsidi, yang lain malah tidak.
Padahal, lanjut Jokowi, sesuai dengan hitungan yang dimilikinya, untuk membangun jalur kereta api di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Nusa Tenggara sampai di Papua itu hanya butuh duit Rp 360 triliun. Tapi sampai saat ini pemerintah tidak bisa membangun karena tiap hari bakar yang namanya BBM itu dengan subsidi.
Kenapa pemerintahan yang dulu tidak berani memotong mengalihkan ke yang produktif, menurut Jokowi, karena masalah popularitas.
Diubah oleh xonet 06-05-2015 01:38
0
453.8K
Kutip
903
Balasan
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan