dedebelajarAvatar border
TS
dedebelajar
Prabowo dan Jokowi, (Catatan Kecil Wartawan)
Prabowo dan Jokowi, Catatan Kecil Wartawan

Nanik S Deyang (Seorang wartawan peliput deklarasi Prabowo Hatta dan Jokowi JK) Senin, 19 mei 2014

MINUS MORAL. Kebetulan Allah SWT selalu menempatkan saya di saat-saat terakhir bagaimana seorang akan dinaikkan derajatnya oleh SWT menjadi pemimpin.

Dua tahun lalu, saya sakit perut karena hanya kurang dari 2 x24 jam Jokowi belum dapat restu dari Bu Mega. Bukan hanya Jokowi yang senewen, Prabowo sebagai orang yang ngotot Jokowi jadi Gubernur DKI juga senewen. Untuk keempat kalinya Prabowo menghadap Bu Mega, hingga akhirnya Bu Mega mau merestui Jokowi sebagai Cagub. Kenapa alot karena Bu Mega sudah memberi persetujuan bahwa PDIP mendukung Foke.

Saat bertemu terakhir antara Prabowo dan Bu Mega, Prabowo sudah nekat kalau Bu Mega tidak mengijinkan Jokowi, maka Prabowo akan “meminjam” Jokowi saja (tidak mencabut dari PDIP), dan Prabowo akan mengumpulkan partai kecil agar bisa mendaftarkan Jokowi ke KPU. Namun Bu Mega akhirnya trenyuh pada kegigihan Prabowo yang menghendaki Jokowi jadi pemimpin di Jakarta. Namun Bu Mega bilang PDIP tidak memiliki dana untuk membiayai Jokowi, maka Prabowo pun menyatakan sanggup untuk membiayai .

Ketika restu datang, persoalan muncul, yakni siapa wakil Jokowi yang tepat?. Maka Prabowo yang sudah mengagumi Ahok, lantas membajak Ahok dari Golkar (karena Golkar mendukung Foke waktu itu). Prabowo sangat yakin Ahok orang bersih dan mau bekerja keras.
Saat disodorkan Ahok, Jokowi kurang sreg , bahkan dia lebih memilih Deddy Miswar. Tengah malam sebelum esok hari mendaftar di KPU, Jokowi menilpun saya soal Ahok ini.

Waktu itu saya bilang…”Sudah lah terima saja dulu, dari pada milih-milih ini itu besok malah gak jadi daftar. Lagi pula Ahok ini akan bisa mendulang suara di Jakarta yang selama ini golput,” pokoknya aku yakinkan Jokowi sampai hampir satu jam, bahwa Ahok pilihan terbaik dari nama lainnya.

Hari ini saya melihat “manusia-manusia ” baik ini terbelah menjadi berhadapan atau satu sama lain menjadi lawan. Saat saya melihat Prabowo menonton TV di pendopo rumah SBY, dimana di sebuah stasiun TV tengah di putar ulang liputan deklarasi Jokowi-JK ….entah kenapa air mata saya hampir jatuh..” dari samping saya lihat Prabowo menatap gambar di TV itu tanpa bicara sepatah kata pun, meski di sampingnya mulai dari Hatta Rajasa, Menteri Jero Wacik, Cicip Syarif Sutardja, Djan Faris dll berkomentar …Prabowo memilih diam…dan perlahan dia mundur dari kerumunan itu..dan memilih tidak mendongakkan lagi wajahnya untuk melihat TV. Saya membayangkan betapa campur aduknya rasa di hatinya saat “anak” yang dibantu naikkan derajatnya itu kini menjadi “lawannya”.

Prabowo pernah berkata, kalau toh Jokowi yang “dibesarkannya” akhirnya jadi lawan, ia pernah bilang tidak masalah. Namun yang mengecewakannya adalah sejak dilantik hingga Jokowi nyapres, ternyata Jokowi itu mengucapkan terimakasih saja tidak pada Prabowo. (saya sebetulnya pernah mengingatkan Jokowi untuk bertemu Prabowo, tapi kayaknya dia cuek, dan malah mengatakan yang membuat dia jadi Gubernur itu orang banyak, bukan Prabowo saja).

Sebagai orang Jawa dimana saya menjujung tinggi toto kromo mikul duwur mendem jero, saya melihat apa yang saat ini saya saksikan sungguh menyayat batin saya. Bagimana tidak? Terhadap guru saya yang menjadikan saya dan teman-teman wartawan, yaitu Alm Om Valens Doi, bukan saja saya dan kawan saya Budi, bertanggung jawab terhadap keluarganya setelah Om Valens wafat, tapi kami tiap tahun juga memberingati wafatnya beliau, sebagai ungkapan rasa terima kasih kami, bahwa kami bisa seperti sekarang karena Om Valens.

Kami juga selalu mengajarkan pada anak-anak wartawan, dimana ada sebagian sempat mengenal dan sebagian tidak mengenal Om Valens untuk selalu hormat, karena beliaulah kami semua bisa membangun perusahaan di mana kami bisa mencari makan dan berkarier. Kami pasang foto Om Valens di ruang tamu kantor kami, dan kami selalu membuat kaos bergambar alm Om, sebagai rasa cinta dan hormat kami.

Hari ini saya menyaksikan seorang calon Pemimpin Negara yang dalam pandangan saya sebagai orang Jawa atau orang Indonesia MINUS MORAL, karena jangankan dia paham dengan konsep kesantunan mikul duwur mendem jero, mengucapakan terimakasih pun ternyata tidak dilakukan terhadap orang yang sudah menjadikannya dia hebat dan populer.

Ini bisa tidak penting, tapi buat saya pribadi menjadi penting, karena buat saya seorang pemimpin itu harus memiliki keteladanan moral yang baik, dan juga memiliki hati nurani yang baik . Bila tidak ? Maka yg akan dilakukan hanya mengumbar nafsu-nafsu yang ada di kepalanya dengan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya.

Jujur salah satu yang membuat keputusan saya mendukung Prabowo, karena saya melihat Prabowo lebih punya kwalitas moral yang baik. Misalnya sebiji jarak saja orang pernah melakukan kebaikan padanya itu akan diingatnya. Sebagai contoh ada sopir pribadinya yang sudah 13 tahun pensiun, karena usia, Prabowo masih menggaji sang sopir. Bukan hanya para sopir, para judannya mulai dia jadi komandan grup sampai jadi Pangkostrad masih diperhatikan hidupnya. Alasannya, karena Prabowo sering dibantu oleh sopir dan ajudannya.

Itulah sebabnya, saya tidak pernah habis pikir kalau ada orang yang tidak mengenal Prabowo dengan seenak perutnya menyebut Prabowo sebagi manusia fasis, kejam, maniak , kasar dll….Padahal orang yang dikatakan jahat itu, memiliki hati yang jauh lebih mulia, bahkan jauuuuuuuh sekali mulianya dibandingkan yang secara fisik disebut santun, ramah, dan merakyat itu…..SAYA MENYAKSIKAN KEDUANYA BUKAN MEMBACA BERITA
0
2.7K
23
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan