Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) DKI Jakarta menyatakan Kedutaan Besar (Kedubes) Australia memiliki utang kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI yang belum dibayarkan selama hampir empat tahun. Ytang yang belum dibayarkan sejak tahun 2012 sekitar Rp 36 miliar.

Kepala BPKAD DKI Jakarta, Heru Budihartono mengatakan Kedubes Australia yang terletan di Jalan H. Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, melakukan perluasan area kedutaan. Namun, pihak Australia membebaskan lahan tanpa izin dari Gubernur DKI Jakarta dan juga tanpa memiliki Surat Persetujuan Prinsip Pembebasan Lahan (SP3L).

"Karena membeli lahan untuk memperluas area kedutaan tanpa izin dari Gubernur dan tanpa ada SP3L, maka Australia harus membayar denda sejak tahun 2012, totalnya antara Rp 30 hingga 36 miliar,” kata Heru di Balai Kota DKI, Jakarta, Jumat (27/3).

Pembebasan lahan itu terjadi pada saat Gubernur DKI Jakarta masih dijabat oleh Joko Widodo (Jokowi). Hingga saat ini, BPKAD DKI belum menerima pembayaran denda SP3L.

Alasan belum dibayarkannya utang tersebut, ungkapnya, dikarenakan Australia meminta keringanan biaya. Hanya saja permintaan itu belum bisa diberikan, karena Pemprov DKI harus berkoordinasi dulu dengan Kementerian Luar Negeri (Kemlu).

“Jadi alasannya minta keringanan. Nggak mau dibayar. Tapi kan kita minta dong, kedutaan kita di sana diberikan kemudahan-kemudahan nggak? Jadi ada asas timbal baliknya dong. Kita juga sudah koordinasi dengan Kemlu, tapi jawabannya nggak memuaskan,” ujarnya.

Selain itu, bila diberikan keringanan tanpa ada dasar yang kuat, Heru mengkhawatirkan akan terjadi kerugian negara. Akibatnya, Pemprov DKI akan terkena masalah bila terjadi pemeriksaan keuangan oleh BPK atau BPKP.

“Saya sih mau tagih. Kata Kemlu suruh tagih, suruh bayar. Tapi kalau diberikan keringanan dasarnya apa kita kasih kemudahan itu? Kan nggak ada. Kan bisa kerugian negara,” kata Heru.


SUMBER