mnaridiatasawanAvatar border
TS
mnaridiatasawan
Industri Rokok Panik, 3 Persen Pasarnya Beralih ke Rokok elektrik !!



WARUNG Pasta di kawasan Rawamangun mendadak berkabut. Awan abu-abu--berasal dari salah satu meja tamu--berputar-putar seperti hantu, begitu pekat. Anda hampir tidak dapat melihat dalam jarak dua meter di depan Anda. Awan itu berasal dari mulut Gerald Feraldy Mambu, yang sedang mengkonsumsi asap beraroma manis yang dihasilkan dari tongkat bertenaga baterai. "Ini rasa apple pie, disiram karamel, ditaruh krim vanilla di atasnya," kata dia, Kamis pekan lalu.

Gerald melakukan vaping atau merokok menggunakan rokok elektrik. Tidak ada bau hangus tembakau dari mulut pria berusia 29 tahun yang mengenakan setelan gelap--kaus dan celana hitam--itu. "Karena asap yang dihasilkan dari uap. Gue bisa bernapas dengan lega di pagi hari," klaim Gerald. Ia beralih ke vaping untuk menghentikan kebiasaan merokoknya. Dalam sehari, ia bisa menghabiskan dua bungkus rokok. Ketika berubah mengkonsumsi vapor (rokok elektrik), kebiasaan itu berkurang. "Kalau habis makan, tetap juga sih merokok, karena liquid (cairan) yang gue punya tidak bernikotin semua," katanya.

Yang utama dalam vaping memang adalah cairannya. Cairan yang diuapkan dan kemudian menghasilkan asap ini merupakan campuran propylene glycol atau PG (cairan buatan yang dianggap aman dalam makanan, obat-obatan, dan kosmetik) dan vegetable glycerin atau VG (cairan tebal yang berbasis dari sayur-sayuran manis), ditambah beberapa perasa yang bahannya tak beda dengan perasa kue. “Kerumitan vapor adalah menyeimbangkan persentase PG dan VG ini agar mendapatkan rasa pas yang dihasilkan uap,” kata Gerald.



Itulah sebabnya vaping lebih dari sekadar cara untuk berhenti dari rokok. "Ini adalah hobi," kata Muhammad Andri, penyuka vaping lainnya, pada kesempatan terpisah. Dengan vaping, Andri dapat menyalurkan kreativitasnya. Yakni dengan menemukan karakternya sendiri dalam mencampur rasa liquid yang dinilai cocok dengan seleranya sendiri. "Seperti meracik Tamiya," kata Andri.

Sebagian besar vapers--sebutan pemakai vapor--memang kebanyakan adalah perokok. Dikatakan Gerald, perokok merasa jauh lebih mudah menghentikan kebiasaan merokok ketika berubah menjadi vapers. Dan kebanyakan dari mereka menjadikan vaping sebagai hobi. "Bahkan vapor telah menjadi sebuah gaya hidup baru," kata Gerald, yang memulai vaping dua setengah tahun lalu.

Pengguna vapor di Indonesia saat ini umumnya bergabung di berbagai komunitas yang bisa ditemui di media sosial. Di Facebook, kita bisa menemukan mereka saling berbagi info tentang vapor, dari soal alat hingga penggunaan liquid dengan aneka rasanya. Sebut saja komunitas Indovapor. "Di Kemang saja sudah ada lima toko dan kafe yang menjual vapor," tutur Gerald.

Andri mengatakan, vapers akan menghabiskan berjam-jam bicara tentang persentase keseimbangan PG dan VG. Mereka juga serius dalam merancang untuk menghasilkan uap sebanyak mungkin. Di Jakarta dan kota besar lainnya sudah banyak kontes vapor dengan berbagai kategori. "Ada kategori trik dan juga jauh-jauhan mengebulkan asap yang tebal--itu seperti menari di atas awan," kata Andri, tertawa.

Dalam tiga bulan vaping, Gerald mulai mengeksplorasi semua pilihan hardware yang berbeda. Di situ dia mulai menemukan keajaiban rebuildable dripping atomizers (RDA). RDA adalah langkah berikutnya dalam memaksimalkan pengalaman seorang vapers. RDA ini merujuk pada pembangunan ulang sebuah vapor sesuai dengan kebutuhan pengguna untuk menghasilkan rasa dan ketebalan asap yang diinginkan.

Menurut Gerald, vapor pada dasarnya penguapan dari cairan yang diteteskan pada kapas yang dipanaskan oleh listrik. Lilitan kawat yang dialiri oleh listrik itu menghasilkan panas yang memanaskan liquid sehingga menghasilkan uap. "Uap inilah yang diisap dari ujung tongkat vapor, dan lo akan meniup asapnya keluar dari hidung seperti seekor naga," ujar Gerald.



Liquid yang ditawarkan memiliki berbagai rasa, dari buah-buahan hingga rasa tembakau. Andri mengaku sudah menghilangkan kadar nikotin hingga 0 miligram. Tapi ia masih sesekali mencoba liquid yang mengandung nikotin dan bertahap untuk menguranginya. Beberapa merek vaping menyerupai rokok nyata, bersinar di ujung saat Anda menarik napas. Lainnya seperti pedang yang bercahaya dalam film Star Wars. Beberapa lagi berlapis emas dan perak dengan varian warna. Harganya juga beragam, dari ratusan ribu rupiah sampai puluhan juta rupiah. Harga berdasarkan kecanggihan, kualitas alat, serta bahan baku alatnya. “Merek yang dipakai gue itu IPV 2S, harganya hampir Rp 3 juta," kata Gerald.

Jumlah pengguna vapor terus bertambah seiring semakin menyebarnya penggunaan vapor. Pemakaiannya semakin masif dan, menurut Gerald, seperti layaknya gerakan sosial. Gerakan ini menempatkan kaki mereka di atas perusahaan-perusahaan rokok yang selama ini menguasai industri rokok. Sebanyak 3 persen perokok di Indonesia beralih ke vapor--berdasarkan data komunitas Indovapor. "Ini membuat khawatir produsen rokok," katanya. Namun sampai saat ini belum ada studi yang menunjukkan vaping adalah hobi yang 100 persen aman—ketimbang rokok konvensional.

Sumber: (Koran Tempo)
0
10.1K
82
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan