- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Anak Perwira Polda Terlantar di RSHB Batam
TS
wong.edan.utd10
Anak Perwira Polda Terlantar di RSHB Batam
Quote:
BATAM (HK)-Nanda Maulana (21), anak Kompol Wisnu Edi Sadono diterlantarkan di Rumah Sakit Harapan Bunda (RSHB). Pasien ini berobat dengan menggunakan pelayanan program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Wisnu, sapaan akrab pasien ini mengatakan, ia terpaksa membawa pulang anaknya, Sabtu (28/2) sore dari ruang rawat inap Anggrek kamar nomor 6. Selain pembohongan publik, anaknya juga tidak diperiksa oleh dokter spesialis setempat.
"Saya bawa anak saya pulang sore tadi dari rumah sakit. Karena kecewa dengan sitem pelayanan rumah sakit Harapan Bunda yang sangat buruk," kata Wisnu melalui sambungan selularnya, Minggu (1/2).
Warga Tiban ini mengatakan, pertama kali ia membawa anaknya ke klinik di wilayah setempatnya tinggal pada Jumat (27/2) malam. Oleh dokter klinik, dianjurkan agar Nanda Maulana di rujuk ke rumah sakit sehingga cepat ditangani dokter.
"Hasil pemeriksaan dokter klinik menyampaikan bahwa anak saya panas tinggi. Takut terjadi yang tidak diinginkan, dokter menganjurkan agar anak saya di bawa ke rumah sakit aga cepat ditanggani. Takutnya anak saya terkena tipus," ujar perwira melati satu Polda Kepri ini.
Karena klinik punya kerja sama dengan RSHB, anaknya dirujuk ke rumah sakit tersebut. Sampai di RSHB, Nanda Maulana langsung dilarikan ke unit gawat darurat (UGD).
Setelah mendapat pertolongan dokter di UGD, anaknya dianjurkan agar di rawat inap. Namun oleh petugas anaknya akan ditempati pelayanan BPJS klas II, dengan alasan pelayanan ruang kelas I sudah penuh.
"Tentu saya protes, karena saya mendapat pelayanan BPJS dari Polda kelas I, bukan kelas II. Oleh petugas di RSHB tetap ngotot akan meberikan pelayanan kamar kepada anak saya di kelas II," ujarnya.
Ia merasa tidak hilang akal, melalui kenalannya dirumah sakit itu, ia mencari tahu apakah benar adanya kamar pelayanan kelas I sudah penuh. "Ternyata ada tiga kamar di kelas I yang kosong. Saat itu juga saya mendesak anak saya masuk kamar klas I," ujarnya.
Kekecewaannya terhadap pelayanan RSHB tidak sampai disitu. Seharian semalam anaknya dirawat inap di kelas I tetap tidak juga diperiksa oleh dokter spesialis. Anaknya hanya diberi impus semalaman.
"Di ruang Angrek ada satu dokter umum dan tiga perawat. Oleh karena harus dokter spesialis yang menanggani anak saya, jadi dokter umum tidak berani tangani. Tapi, dari malam sejak anak saya di rawat hingga pagi anak saya juga belum diperiksa oleh dokter spesialis. Kata perawat sebentar lagi dokter datang," terangnya.
Setelah menunggu seharian, anaknya tidak juga kunjung mendapat pelayanan. Dokter spesialis rumah RSHB itu dikabarkan perawat sedang buka praktek diluar rumah sakit.
"Berarti dokternya ada. Kenapa anak saya tidak juga di periksa, hanya diberi impus sehari semalam. Saya komplen, tetap juga anak saya tidak mendapat pelayanan. Setelah saya tanyakan kepada anak saya, ternyata ia sanggup untuk istirahat dirumah," jelasnya.
Karen tidak juga kunjung mendapat pelayanan akhirnya Wisnu memutuskan membawa pulang anaknya. Namun mendapat cegahan dari perawat RSHB. "Katanya kalau saya bawa pulang anak saya, pihak rumah sakit tidak bertanggungjawab jika peristiwa yang tidak diinginkan terjadi. Tapi dengan pelayanan buruk seperti ini, apakah rumah sakit bertanggungjawab, tapi pelayanan itu hanya diam, saya malah dianjurkan untuk menandatangani surat pernyataan," terang dia.
Surat pernyataan runah sakit tidak bertanggungjawab akhirnya dibuat oleh perawat. Karena sudah kesal dengan pelayanan yang buruk, ia mau tidak mau menandatangani, agar cepat meninggalkan rumah sakit. Namun tetap tidak mendapat resep ataupun obat untuk dia tebus di luar rumah sakit.
"Perawat itu tidak bersedia memberikan resep ataupun obat, dengan alasan anak saya belum diperiksa dokter sama sekali. Dengan kondisi itu saya bawa anak saya untuk berobat di luar RSHB," ujarnya.
Atas peristiwa ini, ia sangat menyayangkan pelayanan kesehatan BPJS di RSHB. "Kalau di UGD saya salud, anak saya langsung direspon, tapi dengan pembohongan dan tidak respon pelayanan, saya sangat kecewa," kesalnya.
Ia berharap, atas peristiwa ini pemerintah maupun pihak BPJS Batam dapat memberikan sangsi tegas kepada dokter tersebut termasuk pihak RSHB. Karena menurutnya, peristiwa ini tidak hanya ia sebagai peserta BPJS yang mengalami hal serupa. (par)
Wisnu, sapaan akrab pasien ini mengatakan, ia terpaksa membawa pulang anaknya, Sabtu (28/2) sore dari ruang rawat inap Anggrek kamar nomor 6. Selain pembohongan publik, anaknya juga tidak diperiksa oleh dokter spesialis setempat.
"Saya bawa anak saya pulang sore tadi dari rumah sakit. Karena kecewa dengan sitem pelayanan rumah sakit Harapan Bunda yang sangat buruk," kata Wisnu melalui sambungan selularnya, Minggu (1/2).
Warga Tiban ini mengatakan, pertama kali ia membawa anaknya ke klinik di wilayah setempatnya tinggal pada Jumat (27/2) malam. Oleh dokter klinik, dianjurkan agar Nanda Maulana di rujuk ke rumah sakit sehingga cepat ditangani dokter.
"Hasil pemeriksaan dokter klinik menyampaikan bahwa anak saya panas tinggi. Takut terjadi yang tidak diinginkan, dokter menganjurkan agar anak saya di bawa ke rumah sakit aga cepat ditanggani. Takutnya anak saya terkena tipus," ujar perwira melati satu Polda Kepri ini.
Karena klinik punya kerja sama dengan RSHB, anaknya dirujuk ke rumah sakit tersebut. Sampai di RSHB, Nanda Maulana langsung dilarikan ke unit gawat darurat (UGD).
Setelah mendapat pertolongan dokter di UGD, anaknya dianjurkan agar di rawat inap. Namun oleh petugas anaknya akan ditempati pelayanan BPJS klas II, dengan alasan pelayanan ruang kelas I sudah penuh.
"Tentu saya protes, karena saya mendapat pelayanan BPJS dari Polda kelas I, bukan kelas II. Oleh petugas di RSHB tetap ngotot akan meberikan pelayanan kamar kepada anak saya di kelas II," ujarnya.
Ia merasa tidak hilang akal, melalui kenalannya dirumah sakit itu, ia mencari tahu apakah benar adanya kamar pelayanan kelas I sudah penuh. "Ternyata ada tiga kamar di kelas I yang kosong. Saat itu juga saya mendesak anak saya masuk kamar klas I," ujarnya.
Kekecewaannya terhadap pelayanan RSHB tidak sampai disitu. Seharian semalam anaknya dirawat inap di kelas I tetap tidak juga diperiksa oleh dokter spesialis. Anaknya hanya diberi impus semalaman.
"Di ruang Angrek ada satu dokter umum dan tiga perawat. Oleh karena harus dokter spesialis yang menanggani anak saya, jadi dokter umum tidak berani tangani. Tapi, dari malam sejak anak saya di rawat hingga pagi anak saya juga belum diperiksa oleh dokter spesialis. Kata perawat sebentar lagi dokter datang," terangnya.
Setelah menunggu seharian, anaknya tidak juga kunjung mendapat pelayanan. Dokter spesialis rumah RSHB itu dikabarkan perawat sedang buka praktek diluar rumah sakit.
"Berarti dokternya ada. Kenapa anak saya tidak juga di periksa, hanya diberi impus sehari semalam. Saya komplen, tetap juga anak saya tidak mendapat pelayanan. Setelah saya tanyakan kepada anak saya, ternyata ia sanggup untuk istirahat dirumah," jelasnya.
Karen tidak juga kunjung mendapat pelayanan akhirnya Wisnu memutuskan membawa pulang anaknya. Namun mendapat cegahan dari perawat RSHB. "Katanya kalau saya bawa pulang anak saya, pihak rumah sakit tidak bertanggungjawab jika peristiwa yang tidak diinginkan terjadi. Tapi dengan pelayanan buruk seperti ini, apakah rumah sakit bertanggungjawab, tapi pelayanan itu hanya diam, saya malah dianjurkan untuk menandatangani surat pernyataan," terang dia.
Surat pernyataan runah sakit tidak bertanggungjawab akhirnya dibuat oleh perawat. Karena sudah kesal dengan pelayanan yang buruk, ia mau tidak mau menandatangani, agar cepat meninggalkan rumah sakit. Namun tetap tidak mendapat resep ataupun obat untuk dia tebus di luar rumah sakit.
"Perawat itu tidak bersedia memberikan resep ataupun obat, dengan alasan anak saya belum diperiksa dokter sama sekali. Dengan kondisi itu saya bawa anak saya untuk berobat di luar RSHB," ujarnya.
Atas peristiwa ini, ia sangat menyayangkan pelayanan kesehatan BPJS di RSHB. "Kalau di UGD saya salud, anak saya langsung direspon, tapi dengan pembohongan dan tidak respon pelayanan, saya sangat kecewa," kesalnya.
Ia berharap, atas peristiwa ini pemerintah maupun pihak BPJS Batam dapat memberikan sangsi tegas kepada dokter tersebut termasuk pihak RSHB. Karena menurutnya, peristiwa ini tidak hanya ia sebagai peserta BPJS yang mengalami hal serupa. (par)
Sunber : http://www.haluankepri.com/batam/74695-anak-perwira-polda-terlantar-di-rshb-batam.html
Jadi bukan hanya orang miskin dilarang sakit aja sekarang, dan inilah cerminan dunia kesehatan di indonesia
0
3.1K
Kutip
22
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan