Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

djxcoolAvatar border
TS
djxcool
Menunjuk Langit
SERBUUU!!!

Teriakan mereka masih ramai.. SERBUUUU!!!!! SERBUUUU!!!!
Kami berlari, bersembunyi dibawah pohon beringin besar diujung pagar beton yang sudah terlihat tua.
Hanya ada satu orang dalam teamku, yang sebenarnya juga paman tapi seumuran merapatiku, bersembunyi berharap meleset dari tembakan mereka.
Tembakan mereka masih kami balas, terkadang peluru yang melewatiku membuat bulu kudukku merinding.
Bagaimana nasibku kalau terkena peluru tersebut.??? Wah , jangan deh, semoga aja selamat....
Ini pertempuran yang tidak seimbang,
Mereka berempat, kami hanya berdua.
Sepertinya amunisi mereka banyak, sampai – sampai tembakan mereka belum mereda sekalipun tetap kami balas sesekali.
Pamanku melihat gulungan sarung yang di pakainya.

“Bi, Amunisi tinggal dikit neh, gimana.?” Tanyanya.
“Sabar aja tok in (Tok adalah panggilan untuk paman bagi yang sebaya ataupun adik dari bapak/ibu).
Tunggu mereka kehabisan amunisi dulu.”

“Hellleh,itu kalo amunisi mereka yang abis duluan , lha kalo kita ngumbe.?” (ngumbe=bagaimana)

“Tenang, tenang”..
Masih mencoba menenangkan pamanku yang sudah tidak karuan perasaannya takut tertembak sembari membalas tembakan mereka sekali – kali.
Yah, di sini persembunyian yang terakhir, di ujung Tempat Pemakaman Umum Desa,
Sudah tak mampu lagi kami berdua beranjak untuk menghindari tembakan mereka.
Seperti suara hujan, kami diberondongi dengan banyak tembakan oleh mereka berempat.

Tok In semakin merapat ke pohon tua yang jadi pelindung kami dari serangan mereka.

Tak lama berselang, tembakan mereka berhenti.

Mereda.

Kucoba mengintip diantara untaian juluran beringin yang terlihat seperti jari – jari yang tergontai.
Mereka melepas pegangan senjata mereka, mereka mencari amunisi, sepertinya mereka kebingungan mencari amunisi mereka yang mungkin tanpa mereka sadari sudah habis.

Dengan semangat membara, dengan terus memegang senjata yang tetap terisi amunisi dan siap untuk ditembakkan, akupun berteriak sekencang – kencangnya “KEJAR MEREKAAAAAAAAAAAAA!!!!, AMUNISI MEREKA HABIS, HAJAAAAARRRRRR!!!!”

Tawa Tok In tidak terhentikan, dengan tawanya yang lebar, dengan lengannya yang lebih besar dari lenganku, di hentakkan berulang kali senjatanya sambil mengarah ke empat lawan kami.
“HABIS KALIAAANN!!” teriaknya sambil terus tertawa sembari menembaki mereka.

Mereka berlarian, menghindari tembakan kami berdua yang membabi buta.

Berbalik keadaan sekarang.
Kami di atas angin..

Kami mengejar mereka dengan Senjata masih di tangan dengan amunisi yang cukup..

Akupun tak kalah senang dengan ikut tertawa sambil mengejar sembari menembaki mereka.

Pengejaran kami hanya sekitar 15 meter ketika terdengar suara yang keras, SHRAAAKKKK!!!! GEDEBUG!!! Seperti orang tergelincir kemudian jatuh.

Hah! Salah seorang lawan kami jatuh. Jatuhnya bukan di tebing atau lubang biasa.
Itu....
Itu.....
Kuburan.
Ya kuburan.
Kubur yang sudah tua, yang papan penyangganya telah lapuk termakan usia. Kami berduapun mengintipnya kedalam lubang yang tidak terlalu dalam itu.

Dia terlentang, kaki kirinya terlipat, kaki kanannya tetap lurus sembari tangannya mendepa seakan mencoba menahan tubuhnya supaya tidak terjerembab kedalam lubang kubur tersebut. Tangan kanannya masih kokoh memegang senjata.
Disebelahnya terlihat kain putih sedikit menyembul dari tumpukan tanah yang ikut longsor, kain kafan yang sudah usang, kotor dengan warna coklat yang khas ketika kain putih terkena tanah.

Nafasnya masih terengah – engah, namun sejenak berhenti ketika dia melihat kain putih yang menyembul di sampingnya.

“INAAAAAAAAKKKKKK!!!!!!” (Inak = panggilan untuk Ibu). teriakannya sekencang yang dia bisa.
Kemudian di susul dengan tangisan.
Dia menangis.
Menangis tak henti.
Ia tetap berteriak memanggil Ibunya.
“INAAAAAKKKKK, tolong INAAAAAKKKK!!!!”

Dimaklumi, apa yang bisa dilakukan anak SD kelas 2 ketika melihat hal seperti itu di hadapannya.

Yah, kami masih kelas 2 SD kala itu. Kami bermain perang – perangan dengan bersenjatakan ‘Baladok’.
Baladok; Masing – masing daerah berbeda ucapannya, tapi yang pasti semua pasti tahu mainan tradisional ini jika hidup di tahun 90an. Senjata dari batangan bambu dengan pucuk bunga jambu air sebagai amunisinya. Jika musim jambu air usai, amunisinya di ganti dengan kertas basah.


Spoiler for "Baladok":


Dia masih menangis di bawah sana, berteriak memanggil ibunya...
Bukannya menolong, aku dan pamanku semakin tertawa melihatnya dibawah sana menangis tak bergerak.
Tiga orang kawannya yang tadi kami kejarpun kembali mendekat ketika tahu salah seorang dari mereka tertinggal.
Kembali Gelak Tawa yang mereka berikan setelah melihat keadaannya di lubang sana.

Ali, salah satu dari mereka yang masih juga sepupuku meminta sisa amunisi yang masih ada di balutan sarungku, mengambilnya segenggam, dan.........

PLAKKK!

Malah menembaki erik yang masih menangis sambil terlentang di dalam lubang tersebut.

“SERBUUUUUUUUUU!!!!” teriak Tok In.

Naas menimpa erik, kami berlima ikut menembakinya dengan sisa amunisi yang ada...

PLAKK!! PLAK!!! PLAK!!! Suara Baladok terus saling menjawab...

“AHAHAHAHAHA!!!!” terdengar jelas, Hari tertawa membantu kami menembaki Erik.

Pathul tak ingin ketinggalan, bukannya mengisi satu demi satu pucuk bunga jambu di batang baladok, malah dia menyusun 2 pucuk sekaligus demi hasrat menembaki Erik.

Erik hanya bisa menangis ketika di tembaki, “Inaaaaak, Inaaaakkk..” Teriaknya,
Tak! Tok! Tak! Tok! Plak! Plok!! Tak Tok!!!! Bunyi baladok kami bergantian menembaki erik. Kulitnya memerah terkena serangan kami.

Malang bener nasib Erik sore itu.

Sudah biasa jika di Pemakaman Umum di kampung kami ada kubur lama yang longsor begitu saja ataupun karna tidak sengaja terinjak orang yang lewat.
Ada larangan untuk membuat kuburan tersebut permanen. Jadi wajarlah kalo sudah terkena hujan dan panas terus menerus, tanahnyapun akan ambruk dengan sendirinya. Biasanya akan di timbun ulang oleh penjaga kubur di hari berikutnya setelah menerima laporan atau terlihat langsung olehnya.

“Allahuakbar, Allahuakbar......!!!”
Adzan magrib berkumandang.
Erikpun kami keluarkan dari lubang tersebut. Dengan wajah merah, bermandikan keringat dan bercucuran air mata erik tak berkata apa-apa selain sesenggukan....

Kasihan......



Spoiler for “Trus Yang Ini Apa?”:




Spoiler for “Api Biru Yang Menakutkan” :


Spoiler for “Lagi...” :
Diubah oleh djxcool 24-02-2015 23:01
0
3.7K
27
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan