Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

katak.ijohAvatar border
TS
katak.ijoh
Beda Data, Komjen Budi Berpeluang Menang Di Persidangan
JAKARTA, KOMPAS.com — Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Muhammad Yusuf mengatakan, ada perbedaan referensi data yang digunakan oleh Presiden Joko Widodo sebelum menunjuk Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai calon kepala Polri.

Data laporan hasil analisis terkait rekening Budi Gunawan yang diberikan oleh Komisi Kepolisian Nasional kepada Jokowi tidak sama dengan data yang dihimpun PPATK. Data PPATK digunakan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi untuk menjerat Budi sebagai tersangka.

Dalam pertemuan dengan Redaksi Kompas, Kamis (15/1/2015), Yusuf mengatakan, data yang dimiliki Kompolnas menyatakan bahwa berdasarkan hasil penyelidikan Polri pada 2010, Budi tidak memiliki masalah transaksi keuangan. Sebelum penyelidikan itu, PPATK telah menyerahkan laporan hasil analisis (LHA) pada Maret 2010 kepada Polri atas harta dan kekayaan Budi. (Baca: Kini, Terserah Jokowi...)

Yusuf mengatakan, ada pertanyaan tersisa di benaknya terkait isi surat Polri pada Mei 2010, yang menyatakan Budi bersih dari dugaan rekening gendut tersebut. Hal ini karena sebelumnya PPATK menemukan ada dugaan transaksi tak wajar senilai 5,7 juta dollar AS yang melibatkan Budi.

Menurut Yusuf, setidaknya ada tiga pertanyaan terkait transaksi itu. Pertama, jika uang itu merupakan pinjaman dari pihak swasta di luar negeri, mengapa diberikan dalam bentuk rupiah. Kedua, pinjaman yang disebut untuk bisnis perhotelan itu diberikan tanpa agunan untuk anak Budi yang bernama Muhammad Herviano Widyatama, yang saat itu berusia 19 tahun. (Baca: Istana Minta Relawan Pahami Posisi Sulit Presiden Jokowi)

"Pertanyaan ketiga, mengapa pinjaman yang begitu banyak itu diberikan dalam bentuk tunai," tambahnya.

Ketika itu, PPATK tak bisa menindaklanjuti pertanyaan-pertanyaan kritis tersebut karena lembaga itu hanya berwenang melaporkan transaksi mencurigakan kepada penegak hukum.

Lebih dari 70 halaman

Waktu pun berlalu. Pada Juli 2014, KPK mengirimkan surat kepada PPATK berisi permintaan kepada PPATK menelusuri kembali rekening Budi. Dasar KPK melakukan permintaan itu adalah adanya pengaduan masyarakat. (Baca: KPK: Penyelidikan Kasus Budi Gunawan Dilakukan sejak Juli 2014).

Surat itu dibalas PPATK pada 11 Agustus 2014.

"Balasan itu setebal lebih dari 70 halaman. Sementara itu, surat yang dikirimkan PPATK kepada Polri pada 2010 sekitar 10 halaman. Dari data itu dan tentunya sumber lain, KPK menetapkan Budi sebagai tersangka," ujarnya seperti dikutip Kompas.

Yusuf meyakini, langkah KPK menetapkan Budi sebagai tersangka, antara lain, berdasarkan laporan hasil analisis yang dikirimkan PPATK pada Agustus 2014. Sementara itu, penjelasan Kompolnas kepada Presiden Jokowi bahwa Budi tidak memiliki transaksi mencurigakan berdasarkan surat berkop Bareskrim Polri tertanggal 20 Oktober 2010.

"LHA 2010 dan 2014 tidak sama. Pijakan referensinya tidak sama," kata Yusuf.

Yusuf menyatakan, PPATK bertemu langsung dengan Presiden saat akan membentuk kabinet pada Oktober 2014.

"Saya sampaikan kepada Presiden bahwa yang bersangkutan (Budi Gunawan) kami beri simbol merah (dimohon tidak dipilih)," ujarnya.

PPATK, lanjut Yusuf, dulu juga diundang Komisi III DPR sesaat sebelum komisi itu melakukan uji kelayakan dan kepatutan terhadap Sutarman dan Timur Pradopo sebagai calon kepala Polri. Hal serupa dahulu dilakukan Kompolnas. Namun, hal itu tidak lagi dilakukan Komisi III dan Kompolnas dalam hal pencalonan Budi Gunawan.

Kendali kini sepenuhnya di tangan Presiden. Konsep Nawa Cita yang salah satunya berupa tekad mereformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan tepercaya harus terwujud, salah satunya dalam penunjukan Kepala Polri, butuh pembuktian.

http://nasional.kompas.com/read/2015...gan.Data.PPATK

Dibuktikan saja di persidangan, siapa tau Komjen Budi Gunawan jadi orang pertama yag lolos dari jeratan KPK, who knows?
0
7K
77
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan