jok0nti.ahokmekAvatar border
TS
jok0nti.ahokmek
[ngibul season 12] Celah Sempit Buyback Indosat

Niat pemerintahan Jokowi-JK membeli kembali Indosat dinilai sulit direalisasikan. Meskipun demikian ada celah untuk melakukannya lewat pembicaraan bilateral dengan pemerintah Qatar.

Ketika debat calon presiden yang ditayangkan stasiun televisi nasional pada Juni, Joko Widodo mengatakan akan melakukan buy back saham Indosat, perusahaan negara yang dilego saat Megawati Soekarnoputri jadi presiden 12 tahun lalu. Hal itu dikatakannya saat menjawab pertanyaan pesaingnya dalam debat. Di saat yang sama Jokowi juga membela keputusan Mega yang banyak menjual aset negara sebagai langkah untuk menyelamatkan anggaran negara waktu itu.

Mungkin pernyataan itu bukanlah faktor utama yang mendongkrak kepopuleran mantan Gubernur DKI Jakarta pada pemilihan pada Juli lalu. Namun, tak pelak, hal itu menambah kepercayaan para nasionalis bahwa Jokowi bisa mengembalikan aset-aset negara dan bisa jadi itulah yang mengantarkannya terpilih sebagai Presiden RI ke-7.

Akan tetapi, pegawai Indosat menganggap sangat serius pernyataan itu. Sehingga pada saat iring-iringan kendaraan Jokowi melintasi depan kantor mereka pada hari dia dilantik, sebuah spanduk besar dibentangkan, berbunyi: “Indosat bisa diambil kembali, kuncinya hanya satu, kita buyback, kita ambil kembali. Semoga terealisir janjinya ya pak...”, lengkap dengan foto Jokowi.

Lalu apakah pembelian kembali saham Indosat bisa direalisasikan oleh pemerintah Jokowi? Sedikit kilas balik, pada 2002, Indosat yang merupakan aset penting negara, dijual pemerintahan Megawati ke Singapore technologies Telemedia (STT) yang merupakan anak usaha Temasek Holding Company, konglomerasi asal Singapura. Saat itu Indosat dilepas dengan harga 627 juta dollar AS atau sekitar Rp5,7 triliun (dengan kurs saat itu 1 dolar AS:Rp8.940).

Enam tahun berselang, STT secara diam-diam melepas 40,8 persen sahamnya di Indosat ke Qatar Telecom (Q-Tel), perusahaan pelat merah milik Qatar dengan nilai yang lebih besar yakni mencapai 1,8 miliar dollar AS, atau setara dengan Rp16,8 triliun. Penjualan itu mengubah posisi kepemilikan saham di Indosat hingga saat ini, yakni 65 persen saham Indosat dimiliki Ooredoo Asia Pte Ltd (anak usah Q-Tel), publik 15,3 persen, negara Republik Indonesia sebesar 14,29 persen, dan Skagen (perusahaan milik AS) sebesar 5,41 persen.

Menurut pengamat, kecil peluang untuk mengembalikan Indosat ke pangkuan Ibu Pertiwi mengingat dalam klausul penjualan tidak termaktub adanya opsi buyback saham. “Tidak ada hak untuk buyback saham, itu sudah diakui oleh Menteri Sofyan Djalil (saat jadi Menteri BUMN hingga 2009), beliau katakan tidak ada untuk buyback, dikatakan tidak bisa,” kata ekonom Indef Fadhil Hasan dalam sebuah diskusi di bilangan Senayan Jakarta, beberapa waktu lalu.

Ucapan Jokowi saat debat capres kala itu dinilai hanyalah sebuah strategi bluffing yang spontan untuk memenangkan hati masyarakat dan hanya memiliki waktu sebentar. Kendati demikian, spontanitas Jokowi itu membuat seolah-olah apa yang dikatakannya bisa terealisasi sangat mudah, padahal kenyataannya tidak demikian.

Kesulitan untuk melakukan buyback tampaknya juga disadari oleh Menteri BUMN yang baru saja dilantik Rini Soemarno. Mantan eksekutif Astra, raksasa distribusi kendaraan di Indonesia, mengaku mengambil tindakan terkait janji dari atasannya saat kampanye. “Soal Indosat belum,” ujar Rini.
Menurut Rini, langkah pembelian kembali saham Indosat harus ia pelajari terlebih dahulu. Karena hal tersebut harus diketahui anggaran dan kebutuhan telekomunikasi dalam negeri. “Harus dianalisis dulu,” kata dia.

Sementara itu, CEO Indosat, Alexander Rusli tidak menutup-nutupi bahwa dirinya secara pribadi memiliki harapan besar kepada pemerintahan Jokowi-JK. Kendati mengakui bahwa kemungkinan celah buyback selalu selalu ada, secara pribadi dirinya tidak mau komentar mengenai. Bagi dia, manajemen yang ada melihat tidak ada bedanya meskipun pemegang sahamnya terus berganti-ganti.

Sejauh ini, kata Rusli, tidak ada pembicaraan apapun dari pihak pemerintah kepada Indosat, baik secara formal maupun informal. “Selama belum ada pendekatan formal. Kan belum ada kepastian,” ujar dia.
Namun seandainya hal itu benar terealisasi, Rusli mengingatkan kepada pemerintah bahwa kondisinya nanti akan membingungkan fokus pemerintah karena ada dua perusahaan telekomunikasi milik
negara. “Kalau nanti harus berat sebelah, itu berat sebelah ke siapa. Kalau sekarang pemerintah berat sebelah ke Telkom, itu nggak masalah. Kan memang milik pemerintah. Selalu diuntungkan. Nah kalau terjadi seperti itu (Indosat dibeli kembali oleh pemerintah), siapa yang akan diuntungkan?” jelas Rusli.

Aset Penting
Di sisi lain, Ooredoo sebagai pemegang saham mayoritas Indosat mengaku tidak ada keinginan untuk menjual saham kepada pemerintah Indonesia. Dijumpai dalam acara temu media di Yogyakarta, awal September lalu, CEO Ooredoo yang sekaligus menjabat sebagai Komisaris Indosat, Nasser Marafih, mengatakan, hingga kini belum ada pembicaraan langsung antara Pemerintah RI dan Ooredoo.

Namun, Nasser juga menegaskan bahwa saat ini tidak ada rencana dari Ooredoo untuk menjual saham Indosat. “Karena Indosat menjadi aset penting dan strategis bagi grup Ooredoo. Ini investasi jangka panjang,” ujar dia.
Indosat memang menjadi aset yang penting bagi Ooredoo. Saat ini, hampir dua pertiga dari jumlah pelanggan Ooredoo seluruh dunia berasal dari salah satu operator terbesar di Indonesia itu. Ooredoo yang memiliki anak usaha di 16 negara ini mengklaim memiliki 90 juta pelanggan dan sekitar 60 juta di antaranya berasal dari pelanggan Indosat.

Kontribusi Indosat terhadap pemasukan grup Ooredoo juga tergolong tinggi. Nasser mengatakan, Indosat menyumbang 25 persen dari total pendapatan Ooredoo pada 2013 lalu. Dengan kontribusi tersebut, jelas bahwa kendati Indosat masih mencatat bisnis yang sedang turun, tetap akan dipertahankan oleh Ooredoo. Untuk diketahui, sepanjang tahun 2013 operator ‘kuning’ tersebut menderita kerugian sebesar Rp2,78 Triliun. Padahal, pada tahun 2012, Indosat sempat mencatatkan laba sebesar Rp375 miliar.

Bahkan, hingga paro pertama 2014, Indosat juga masih membukukan kinerja keuangan yang kurang baik. Meski pendapatan perseroan naik, tapi perseroan malah mencatat rugi bersih sebesar Rp573,8 miliar. Padahal kuartal sebelumnya, perseroan sudah mampu mencetak perolehan laba bersih hingga Rp800,1 miliar.
Laporan Keuangan Indosat menunjukkan perseroan memperoleh pendapatan pada kuartal kedua 2014 sebesar Rp5,84 triliun. Perolehan pendapatan ini lebih tinggi 1,2 persen dibandingkan kuartal sebelumnya sebesar Rp5,77 triliun. Namun, beban operasional meningkat hingga 14,1 persen, menjadi Rp5,45 triliun, disebabkan oleh kenaikan beban jasa telekomunikasi sebesar 6,1 persen serta beban penyusutan dan amortisasi karyawan sebesar 98,8 persen.

Walhasil, laba usaha Indosat turun hingga 61,4 persen, menjadi hanya Rp381,2 miliar dibandingkan kuartal awal tahun ini yang sudah mencapai Rp 987,5 miliar. Laba usaha sepanjang April-Juni masih tertekan lagi oleh rugi selisih kurs sebesar yang mencapai Rp672 miliar. Padahal kuartal sebelumnya, perseroan mendapat laba selisih kurs sebesar Rp 800 miliar. Laba selisih kurs ini menjadi penyumbang utama perolehan laba bersih kuartal I-2014.
Laba bersih yang diperoleh sepanjang kuartal I memang masih jauh lebih besar dibandingkan rugi yang didapat pada kuartal II. Makanya, secara keseluruhan sepanjang semester I-2014, perseroan masih membukukan laba bersih sebesar Rp 226, miliar. Capaian ini juga lebih baik dibandingkan semester I-2013, yang mengalami rugi bersih sebesar Rp 231,2 miliar.
“Kami menyadari bahwa kinerja kami masih terimbas proses modernisasi jaringan, namun secara profitabilitas (semester I-2014) perusahaan secara keseluruhan menunjukkan perbaikan dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2013,” ujar Bos Indosat, Alexander Rusli.
Jelas bahwa Ooredoo masih yakin dengan kinerja Indosat yang terus mengalami perbaikan. Apalagi, menurut Ooredoo, Indonesia dipandang menjadi pasar yang menjanjikan karena pertumbuhan pengguna data di Tanah Air tergolong sangat cepat. Jumlah populasi penduduk yang tinggi juga menjadi pertimbangan bagi Ooredoo, karena hal itu bisa menjadi pelanggan potensial.

Ke depannya, Indosat akan terus memperluas pasar hingga ke luar Pulau Jawa dengan konsentrasi melayani pertumbuhan pengguna data. Bukan hanya untuk sisi konsumen saja, juga akan menggarap segmen bisnis (enterprise).
Bisnis Ooredoo kini telah hadir di 16 negara. Ooredoo menanamkan investasinya di negara-negara tersebut dengan mengakuisisi saham operator-operator seluler besar, seperti Wataniya di Kuwait, Nawras di Oman, Tunisiana di Tunisia, Nedjma di Algeria, dan Asiacell di Irak.
Beberapa operator seluler yang diakuisisi oleh Ooredoo telah menganti nama atau menyandang brand Ooredoo, seperti Qatar Telecom yang telah mengadopsi nama tersebut sejak 2013 lalu. Operator seluler Indosat juga menjadi anak usaha Ooredoo. Nantinya, mulai tahun depan, branding Indosat dengan nama Ooredoo akan dimulai diperkenalkan ke public.
Namun rencana itu masih bisa berubah tergantung pada kesiapan Indosat dan dinamika pasar telekomunikasi di Indonesia. “Perubahan nama Indosat (menjadi Ooredoo) tergantung pada kesiapan dari semua pihak, ini adalah sesuatu yang harus didiskusikan matang-matang,” imbuh Nasser.

Celah Diplomasi
Mengingat Ooredoo merupakan bagian dari bisnis milik perusahaan milik pemerintah Qatar maka tidak menutup kemungkinan akan ada pembicaraan antar dua negara. Artinya, kehadiran Ooredoo Indonesia tentu akan bekerjasama dengan pemerintah, apalagi saham merah putih juga masih bertengger di Indosat. Sehingga tidak hanya business to business, tetapi juga government to government.
Seperti dikatakan Chairman Ooredoo Group, Sheikh Abdulah bin Mohammed bin Saud Al Thani, bahwa Ooredoo akan bekerja sama dengan pemerintah Indonesia sebagai rekan kerja. “Investasi Ooredoo bukan hanya kerja sama antar dua perusahaan, tetapi juga menjadi kerja sama antara dua negara,” pungkas Sheikh Abdulah.

Jika demikian, bisa jadi peluang untuk melakukan pembicaraan terkait wacana buyback saham Indosat masih sangat mungkin terjadi kendati dalam klausul penjualan di 2002 silam tidak mencantumkan peluang itu. Atau memang kata-kata Jokowi saat kampanye ditujukan untuk menggertak lawan bicaranya saja.

http://stabilitas.co.id/home/detail/...uyback-indosat

----------------

Key point 1 : Saham indosat dijual ke STT seharga 5.7T , kemudian dijual lagi ke Qatar 16.8T emoticon-Big Grin

Key point 2 : Jokowi berbohong dengan adanya opsi buy back emoticon-Big Grin

Key point 3 : Qatar menganggap saham indosat sangat vital dan tidak akan melepas emoticon-Big Grin
0
10K
104
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan