Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

nursidahmoetAvatar border
TS
nursidahmoet
Pernahkah Kamu Memikirkannya Saat Masih Sekolah?
Salam sejahtera untuk agan-agan Kaskuser yang berbahagia. Hari ini, saya akan membagikan satu kepingan kecil dari buku berjudul "Tiga Tahun dari Sekarang" yang telah menjadi buku pegangan bagi saya dan teman-teman yang menempuh study di Ilmu Pendidikan dan Keguruan. Kutipan dari bab ini mengubah paradigma kami tentang sekolah. Ini tidaklah revolusioner, tapi sangat menggerakkan spirit kami yang suatu hari akan menjadi guru alias pendidik.

Tulisan dari saudara William benar-benar jujur, orisinil, mengharukan, dan sekaligus mengetuk nurani saya sebagai seorang siswi yang sekarang jadi mahasiswa serta suatu hari nanti akan berkarya di tengah masyarakat dan membuat perubahan emoticon-Matabelo

Suatu hari—Tiga tahun dari sekarang.

Ketika kamu berada pada “suatu hari” di atas dan melihat ke belakang lalu mengurutkan kembali kejadian-kejadian dan pengalaman-pengalaman yang telah kamu lalui, apa yang paling membekas dan pantas dikenang seumur hidup? Ketika melihat mundur, apa yang sebenarnya telah kamu dapatkan sebagai bekal untuk hidupmu selanjutnya?

Apapun itu, tiga tahun saat bersekolah adalah saat yang paling tepat untuk belajar tentang kebebasan, keberanian, ketegasan, dan konsistensi dalam berkata dan bertindak.

Kita semua terus bertumbuh seiring waktu dan sejalan usia, dan pada akhirnya kita akan menemukan diri menjadi tua. Kenyataan ini tidak terhindarkan, tetapi kabar baiknya adalah kita semua diberkati dengan diberikan masa muda. Dalam masa muda itu, hidup bertanya kepada kita: apakah mau sisa waktu kita terus berkurang dengan sekali waktu pernah takut dan menjadi pecundang, atau pernah sekali waktu menunjukkan keberanian dan menjadi pemenang. Di luar pilihan kita masing-masing, ingatlah bahwa dunia akan menjadi tempat yang lebih indah apabila dihuni oleh orang-orang yang bebas, berani, tegas, dan konsisten dalam berkata juga bertindak.

Dunia tidak membutuhkan orang-orang yang hanya sekedar mau cari selamat dan tidak mau mengambil risiko, apalagi orang-orang yang mengorbankan orang lain demi kebaikan dan keuntungan diri sendiri. Orang-orang semacam ini, selain menjadi beban, juga memperpanjang barisan kemunafikan di sekolah dan mati surinya pendidikan Indonesia. Dunia tidak pula membutuhkan orang-orang yang memilih diam ketika mereka disakiti dan dianiaya oleh ketidakjujuran. Yang dunia butuhkan adalah orang-orang yang berani mempertahankan kebenaran berapapun harganya.

Sebelum terlambat dan momentum yang tepat pergi, rangkullah kebebasan, keberanian, ketegasan, dan konsistensi untuk membuat masa sekolahmu murni dan tidak lebih sebagai masa yang indah lagi manis dikenang. Mungkin waktu akan menyembuhkan luka dan membuat kita melupakan rasa sakit hati yang disebabkan satu dan lain hal, tetapi alangkah baiknya jika kita tidak pernah merasa terluka dan tersakiti. Di saat bersamaan, jangan lupa untuk menghargai kesempatanmu bersekolah dengan menjadi murid yang berprestasi dan selalu membawa hal-hal positif. Jangan lupa juga untuk menghargai jerih-payah dan kerja keras orangtuamu dengan menjadi murid yang punya harga diri, kehormatan, dan prinsip.

Jujur saja, ayah saya sering bangun tidur pada pukul tiga di pagi hari untuk mulai bekerja dan memastikan agar saya tetap bisa bersekolah dengan tenang. Ayah saya selalu mengalah kepada rasa kantuk dan lelah hanya agar bisa melihat saya bersekolah dengan baik. Oleh karena itulah, saya tidak akan menjawab harapan ayah dengan menjadi pecundang dan murid yang bisa dikalahkan oleh ketidakadilan di sekolah. Saya pun tidak akan membiarkan uang ayah saya yang dibayarkan ke sekolah ditukar dengan kekerasan dan penindasan.

Setiap hari tanpa kecuali, ibu membangunkan saya dari tidur dan menyiapkan sarapan yang bukan main lezatnya. Ibu sengaja bangun lebih pagi agar segalanya sudah siap saat saya membuka mata di pagi hari. Oleh karena itu, saya tidak sudi apabila kebaikan hati ibu harus dibalas dengan kebobrokan dan kemunafikan yang saya lihat di sekolah. Saya pun tidak sudi apabila di sekolah saya harus menyaksikan ketidakbenaran dan senioritas yang membodohkan.

Hampir setiap hari, saya diantar ke sekolah oleh paman saya, dan oleh karenanya saya merasa sangat berterima kasih. Saya tidak rela apabila niat baik paman saya untuk mengantar saya bersekolah harus dibayar dengan pengalaman-pengalaman yang tidak baik. Pada hari pertama bersekolah, saya membayangkan suatu hari akan berdiri di penghujung masa sekolah dengan dada busung dan kepala tegak. Tidak terlintas dalam benak saya akan keburukan dan ketidakadilan di ruang kelas. Oleh karena itu, ketika kenyataan yang tidak mengenakkan ini terjadi, tanpa ragu saya menggandeng kebebasan, keberanian, ketegasan, dan konsistensi untuk selalu bersama saya.

Pilihan sayapun bukan tanpa perdebatan dalam diri sendiri. Meski saya merasa yakin dengan sikap yang saya ambil, sekali waktu pertanyaan singkat ini datang menghampiri, “Mengapa kamu tidak memanfaatkan kesempatan emas untuk menjadi anak manis di depan guru?” Menghadapi pertanyaan ini, saya sadar bahwa dengan menjadi anak manis, hidup saya akan menjadi lebih tenang dan tidak perlu menghabiskan beberapa saat dalam hidup saya untuk mengurusi amarah dan makian dari orang lain. Tetapi, beruntungnya, hati kecil saya berkata lain.

Saya percaya bahwa pendidikan adalah ladang kejujuran, dan membiarkan benih-benih kebohongan untuk tumbuh sama saja dengan mengkhianati diri sendiri. Untuk konsekuensi apapun, kejujuran dan kebenaran harus diutamakan. Saya sadar bahwa pendidikan adalah investasi masa depan bagi seorang murid. Jika yang diinvestasikan adalah kebohongan dan kemunafikan, maka tidak ada buah manis yang dapat dipetik di masa mendatang.

Pendidikan yang mengubah manusia yang sekedar manusia (homo) menjadi manusia yang manusiawi (human) memerlukan hati yang peduli dan penuh kebenaran. Oleh karena itu, ketika kita memiliki kesempatan bersekolah, utamakanlah kejujuran dan kebenaran dalam setiap perkataan dan tindakan kita. Tunjukkanlah bahwa seseorang berstatus murid sanggup memberikan teladan yang baik. Tunjukkanlah bahwa seseorang berstatus murid memahami nilai kejujuran dan kebenaran.

Kejujuran dan kebenaran tidak akan lekang oleh zaman. Sekalipun pada bagian ini saya membatasi pembahasan pada “tiga tahun dari sekarang”, namun sesungguhnya ketika kita berbicara dalam konteks tiga tahun, tiga puluh tahun, atau bahkan tiga ratus tahun dari sekarang, kejujuran dan kebenaran masih tetap sama dan akan selalu sama. “Jadi, singkatnya, berapa lama waktu yang diperlukan untuk menciptakan pendidikan ideal di Indonesia? Tiga tahun? Atau berapa lama?” mungkin kamu butuh jawaban yang pasti untuk pertanyaan yang umum ini.

Rom ist auch nicht an einem Tag erbaut worden—Roma tidak selesai dibangun dalam satu hari. Intinya, pembangunan pendidikan Indonesia, dari manusia, kurikulum sampai sistemnya, tidak akan selesai dalam semalam. Segalanya butuh waktu, proses, dan pengorbanan yang tidak jarang mengharuskan kita melakukan sesuatu di luar batas kelaziman, namun meski begitu, saya tidak sedikitpun berkecil hati karena merasa yakin bahwa di dalam setiap perkataan serta tindakan kamu, saya, dan kita semua yang berlandaskan kebenaran, terpantul cahaya optimisme yang besar akan perubahan pendidikan Indonesia ke arah yang lebih baik. Kita perlu mencatat satu kata: optimisme, tidak lain.

Cukup sekian share dari saya.

Salam,
Nursidah
Mahasiswa Tingkat 3 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Mulawarman, Samarinda
Verified Admin untuk laman www.facebook.com/TigaTahunDariSekarang
0
7.4K
105
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan