Rista Rama Dhany - detikfinance
Rabu, 19/11/2014 11:06 WIB

Jakarta -Sejumlah kalangan tidak setuju dengan langkah pemerintah yang menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi. Padahal, harga BBM yang murah karena disubsidi menyebabkan perekonomian Indonesia tidak sehat.

Faisal Basri, Ketua Komite Reformasi Tata Kelola Migas, mengatakan harga BBM yang murah menyebabkan konsumsinya melonjak. Sementara Indonesia sudah bukan lagi negara produsen minyak besar.

"Ini fakta, produksi kita turun terus. Dulu 1981 produksi minyak mencapai 1,6 juta kiloliter (KL) per hari tapi kebutuhannya hanya 390.000 barel per hari. Sekarang produksi kita hanya 792.000 barel per hari tapi kebutuhannya 1,6 juta KL per hari," ungkap Faisal kepada detikFinance, Selasa (18/11/2014).

Hal ini, lanjut Faisal, menyebabkan perdagangan migas Indonesia mengalami defisit. Artinya, Indonesia lebih banyak mengimpor migas ketimbang ekspor.

Pada 2002, tambah Faisal, neraca perdagangan migas Indonesia masih surplus US$ 300 juta. Namun pada 2013, sudah defisit US$ 27,7 miliar.

"Produksi kita defisit, perdagangan migas kita defisit. Sehingga Indonesia sekarang itu importir bensin (premium) dan solar terbesar di dunia. Betul itu," ungkapnya.

Bahkan yang lebih miris lagi, kondisi kilang minyak Indonesia sekarang semuanya berusia tua. Kali terakhir Indonesia membangun kilang adalah 20 tahun yang lalu.

"Sehingga ongkos produksi BBM jadi mahal, bahkan lebih mahal 4% daripada harga MoPS (harga impor BBM dari Singapura). Jadi makin banyak produksi (BBM) justu makin rugi," tegasnya.
(rrd/hds)
http://finance.detik.com/read/2014/1...dunia?f9911023


Duit negara pun kayak fisik orang
Mari hidup sehat