Ketika kata kata tak mampu terucap
Ketika sebait kalimat tak ada terdengar
Ketika mulutku terkunci oleh perasaan yang amat kuat
Bagaimanakah caranya aku mampu bertahan?

Ketika tarikan suara indah itu tak bergeming
Ketika senar-senar gitar enggan berbunyi
Ketika alunan melodi indah itu kusimpan sendiri
Bagaimanakah caranya aku mampu bertahan?

Bagaimana bisa aku membayangkan wajahnya,
melihat senyumnya,
mendengar tawanya,
jika dia selalu muram di hadapanku?

Seberapa hebatkah diriku,
sehingga disaat aku mengingat lagi dirinya
aku tetap kuat bertahan?

Dialah yang mematikan lidahku
Dialah yang mengunci mulutku
Dialah yang mengakukan jemariku
yang membunuh pikiranku dan menghancurkan hatiku
Bagaimanakah caranya aku mampu bertahan
jika aku tetap bertahan membayangkan dirinya?

Bodohnya diriku
membiarkan waktu merobek jiwaku
mengizinkannya merusak hidupku
merestuinya menahan diriku
memaksanya menyayat hatiku

Ia memang tak kan menunggu senyumku
Pandainya waktu, pandainya dirimu
Engkau pun tahu bahwa lengkungan kemunafikan itu
tak akan muncul pada wajahku
Maka ia pun pergi meniggalkanku sendirian
Sama seperti semua orang yang masih memiliki akal sehat

Jika waktu pun enggan bersahabat
apa daya yang mampu ku coba?
Bagaimana caranya aku mampu bertahan
ketika aku sudah jauh tertinggal oleh waktu?

Siapa yang dapat ku bahagiakan
jika tak ada seseorang pun di sampingku?
Dapatkah aku tetap berbahagia
jika aku harus membuang dia yang menghambatku?

Siapakah aku
yang mampu menahan mereka,
dan membuat mereka berhenti
untuk sekedar mengulurkan tangannya padaku?

Siapakah gerangan diriku
yang dapat membuat mereka duduk terdiam,
dan terus menunggu senyuman di wajahku
yang tak akan pernah datang?

Mereka mungkin pernah mencoba,
dan aku tau mereka lelah kepadaku
Mereka pun melihatnya yang datang dengan berseri-seri
dan kemudian berlari mengejarnya

Jika tak ada orang disampingku
yang mengulurkan tangannya kepadaku
dan menunggu senyum terlihat pada mimik mukaku,
Bagaimanakah caranya aku mampu bertahan?