- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Penikmat Subsidi BBM adalah Petral, Mafia Minyak & Bisnis Mobil Jepang, Korea & AS


TS
citox.
Penikmat Subsidi BBM adalah Petral, Mafia Minyak & Bisnis Mobil Jepang, Korea & AS
Karena Subsidi BBM, Orang Kaya dan Miskin di RI Makin Timpang
Sabtu, 11/10/2014 09:48 WIB
Nusa Dua -Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) disebut menjadi salah satu penyebab ketimpangan kesejahteraan masyarakat di Indonesia. Orang kaya bisa makin cepat kaya. Sedangkan orang berpenghasilan menengah dan miskin tertahan menjadi kaya.
Demikian diungkapkan Wakil Menteri Keuangan Bambang Brodjoengoro, usai menghadiri seminar bertajuk Growth Strategy for a Rising Indonesia di HOTEL Nikko, Nusa Dua, Bali, Sabtu (11/10/2014).
Bambang memberikan contoh, kehidupan masyarakat kelas atas atau orang kaya dan menengah yang hidup di ibu kota. Untuk orang kaya, dengan mengkonsumsi BBM bersubsidi seperti premium, akan terjaga pendapatannya tetap tinggi.
"Kalau orang kaya yang mampu pasti beli premium itu kan pendapatan riilnya akan naik, karena dia beli murah, padahal uangnya banyak," ujarnya.
Sementara kelas masyarakat lain, harus menerima pendapatan yang cenderung datar atau stagnan. Kondisi ekonominya mungkin tidak akan turun, tapi sulit untuk mengejar pendapatan orang kaya.
"Orang miskin juga membeli BBM subsidi, dengan uang pas-pasan. Ia tetap kondisinya baik-baik saja tapi ketinggalan dibandingkan orang kaya menikmati barang murah tadi," paparnya.
Maka dapat disimpulkan, dari kebijakan subsidi BBM timbul ketimpangan pendapatan pada masyarakat. Bambang menyebutkan ini sebagai pertumbuhan ekonomi yang tidak adil.
"Itu adalah contoh simple, ada kebijakan yang mendorong pelebaran ketimpangan," tegasnya.
http://finance.detik.com/read/2014/1...mpang?f9911013
Jepang, Korea dan AS jadi 'penikmat' subsidi BBM Indonesia
Minggu, 23 Maret 2014 13:56
Merdeka.com - Direktur Utama PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) Ismed Hasan Putro geram dengan langkah pemerintah yang masih saja memberikan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM). Dia menilai, subsidi tersebut bukan menyejahterakan masyarakat, justru dinikmati oleh industri mobil asal Jepang dan Korea dan Amerika Serikat.
"BBM disubsidi sekitar Rp 300 triliun siapa yang menikmati, apakah orang di Papua menikmati? Yang menikmati itu adalah orang di Jakarta, yang menikmati itu adalah Jepang, Korea, Amerika Serikat (AS) karena kendaraan mereka laku," ujar Ismed di Jakarta, Minggu (23/3).
Menurut Ismed, kondisi ini berdampak pada pendapatan per kapita masyarakat Indonesia yang masih berada di USD 3.500. Hal ini tidak sebanding dengan harga komoditas yang melonjak drastis. Alhasil, banyak masyarakat yang tidak mampu mengakses komoditas yang ada meski pendapatan terbilang tinggi.
"Ini kita harus kritisi, kita minta parpol bisa membuat Indonesia memiliki pendapatan per kapita menjadi USD 5.000, karena saat ini masih USD 3.500," ungkap dia.
Ismed berharap di tahun politik ini muncul pemimpin yang berani mengambil langkah nyata untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Terlebih, menurut dia, pemimpin tersebut juga berani melakukan langkah tegas dengan memberangus jaringan mafia yang membuat harga komoditi melonjak drastis.
"Kita hanya menyaksikan uang Rp 300 triliun habis untuk impor, ini harus dihentikan," pungkasnya.
http://www.merdeka.com/uang/jepang-k...indonesia.html
Petral Penikmat 300 Triliun Dana APBN?
23/09/2014 12:50
Dana subsidi atau yang biasa dikenal dengan “pajak fiktif” , terus bergulir dan meningkat. Publik ramai mengecam, menghujat dan saling tuding kebijakan kenaikkan harga BBM, pencabutan subsidi BBM. Siapa yang paling menikmati subsidi BBM 300 triliun itu?
Bagaimana menghitung besaran dana subsidi? Rumusnya, semakin tinggi konsumsi BBM Indonesia semakin besar impor Petral. Petral beli minyak dari “broker dunia” pasar Asia-Pasifik di Singapura, lalu dijual ke Pertamina, pemerintah membayarnya senilai asumsi APBN yang disepakati DPR. Jadi, Petral dibiaya uang rakyat melalui APBN.
Katakanlah, asumsi APBN 2013 adalah USD100 per barrel, dan diubah dalam APBNP 2013 menjadi USD108. Harga minyak dunia hari-hari ini berkisar USD98,65 per barel. Bahkan untuk Agustus turun menjadi USD 97,95. Jika, harganya, benar-benar mengacu ke pasar dunia. Prakteknya, standar jual beli harga minyak satu sama lainya, berbeda?
Pertamina dan Petral, diduga telah melakukan penggelembungan (mark up). Saat itu harga Russian Oil cuma USD425 per metrik ton atau sekitar kurang dari Rp 4.300 per liter. Melalui Petral angka tersebut di-mark up USD300 sehingga menjadi USD725. Lalu oleh Pertamina ‘disempurnakan’ mark up-nya menjadi USD950, ini membutuhkan audit total dari KPK, bukan BPK atau BPKP. Sehingga kabar berbau tidingan ini bisa clear saat pemerintahan baru mulai bergerak.
Kerugian yang terus menerus menimpa pertamina, yang diduga bersumber pada perilaku usaha Petral membuat Meneg BUMN Dahlan Iskan sempat bertekad membubarkan Petral. Namun, usaha ini gagal. Meneg BUMN, hanya bisa mempejelaskan akuntasi Petral, memisahkan pembukuan Petral dengan Pertamina, sehingga mudah dikontrol.
Kini, harapan pembangun kilang minyak baru terletak pada presiden dan wapres terpilih Jokowi-JK. JK pernah menyampaikan akan membangun kilang minyak baru di awal masa pemerintahannya, supaya Indonesia tidka tergantung pad impor.
Tetapi, faktanya, karena keuntungan bisnis Petral besar, sehingga upaya membangun kilang baru dipersulit. Penikmat dana impor migas, berupaya Indonesia tidak memiliki kilang minyak baru, sehingga kegiatan ekspor-impor terus meningkat, sesuai kebutuhan konsumen dalam, negeri, tapi apakah APBN ini, akan kuat menanggung biaya subsidi untuk impor minyak?
Menperin MS Hidayat hanya bisa kecewa dengan penundaan pembanguna kilang baru. Dua investor yaitu Kuwait Petroleum Company dan Saudy Aramco Asia Company Ltd , yang diberitakan telah menyatakan kesediaannya, akhirnhya membatalkan investasi di migas, karena berbagai alasannya.
Politisi Golkar ini, sepakat, pembangunan kilang minyak sebenarnya harus menjadi prioritas pemerintah untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri.
Presiden Terpilih Joko Widodo (Jokowi) akan membangun dua kilang minyak baru dengan kapasitas masing-masing mencapai 500.000 barel per hari. Tujuannya untuk menekan impor BBM selama ini yang cukup besar.
Dua kilang minyak baru akan dibangun di daerah Bontang, Kalimantan Timur dan satu lagi di Indonesia bagian Timur. Menurutnya 2 kilang minyak baru ini adalah rencana yang sudah ada sejak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), sayangnya hingga kini belum juga terealisasi
Minimal dua kilang minyak baru kapasitas 300.000 hingga 500.000 barel/hari. Rencananya, dua kilang minyak baru akan dibangun di daerah Bontang, Kalimantan Timur dan satu lagi di Indonesia bagian Timur.
Menurut politisi PDI-P Efendy Simbolonm, 2 kilang minyak baru ini adalah rencana yang sudah ada sejak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), sayangnya hingga kini belum juga terealisasi. Hasil kajian IP Center, saat launcing lembaga ini, juga menyebutkan, sangat mudah membangun kilang minyak baru, karena bisnis minyak di Indonesia konsumen melimpah, dan tidak ada ruginya. “Banyak investor yang menyatakan kesiapan pada IP center, ” tegas Iwan Piliang.
Sekarang, rakyat menunggu keberanian Presiden ddan wapres terpilih Jokowi-JK membangun kilang minyak di tahun pertama pemerintahannya. Apakah pro Petral, atau pro infrastruktur?
http://www.tempokini.com/2014/09/pet...iun-dana-apbn/
Siapa Penikmat Subsidi BBM?
Subsidi BBM selama ini katanya dinikmati orang kaya. Itu bunyi satu spanduk ‘kampanye’ pemerintah yang dipasang di pinggir jalan. Masih banyak lagi spanduk yang mengkampanyekan alasan pemerintah menaikan harga BBM subsidi. Sementara spanduk yang menolak kenaikan harga BBM pelan dan pasti dicopoti satu per satu. Ini upaya pemerintah membentuk mind set publik agar bisa menerima kenaikan harga BBM. Apakah benar demikian adanya?
Sejak akhir 2012 pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono memberi sinyal harga BBM harus naik. Hal itu tidak bisa dihindari. Alasannya: mencegah defisit anggaran. Subsidi BBM memang memakan porsi besar dalam APBN kita. Tahun ini subsidi BBM naik jadi Rp308 triliun di APBN kita. Plus subsidi energi menjadi Rp356 Triliun. Jumlah yang luar biasa besar. Pertanyaannya: untuk siapa subsidi BBM yang besar itu? Benarkah dinikmati rakyat? Apa itu bukan menjadi bancakan kepentingan kelompok-kelompok tertentu?
Subsidi BBM terjadi karena biaya produksi BBM lebih besar daripada harga jual BBM. Akibatnya ada kerugian yang ditutupi pemerintah dan Pertamina. Pertamina diberi tugas untuk menyediakan BBM RI. Namun produksi BBM RI kecil. Pertamina banyak untung namun tidak ada uang. Untuk meningkatkan produksi harus ekploitasi. Biayanya tak sedikit. Potensi minyak kita masih bisa dipacu hanya jika dilakukan eksploitasi. Sayang keuntungan Pertamina yang besar itu (2012 sekitar Rp25,89 triliun) sama sekali tidak digunakan untuk ekspoitasi, melainkan malah dipakai pemerintah sebagai utangan public service obligation (PSO). Tanpa ekspolitasi produksi minyak kita tidak akan naik. Produksi minyak RI tiap tahun makin menurun. Produksi minyak RI tertinggi 1.3 juta barel terjadi belasan tahun yang lalu. Sekarang angka resmi hanya 860 ribu barel per hari. Target APBNP 2013 adalah 1,24 juta barel. Angka yang amat optimistik di tengah berbagai masalah yang menimpa dunia migas nasional. Disisi lain, konsumsi BBM semakin meningkat. Sekarang mencapai 1.4 juta barel per hari. Untuk rumah tangga, transportasi, listrik, pabrik dan lain-lain.
Kilang minyak yang ada tak bisa mengolah minyak mentah menjadi minyak produk. Sebagian besar kilang minyak Indonesia hanya untuk mengolah minyak impor jenis light sweet oil. Tidak untuk minyak mentah Indonesia yang heavy oil. Akibatnya Pertamina harus impor minyak. Tugas ini dilimpahkan kepada anak perusahaan Pertamina yang bernama PT Pertamina Energy Trading (Petral). Berkantor di Hongkong dan Singapura. Meski hanya anak perusahaan BUMN, Petral ini luar biasa besar. Mengimpor minyak ratusan triliun per tahun. Tahun 2012 sekitar Rp300 triliun. BBM yang diimpor Petral ada 2 jenis: minyak produk (gasoline dan diesel) dan minyak mentah (crude oil). Tahun 2011 saja Petral impor 200 juta barrel minyak produk dan 66.42 juta barel minyak mentah. Ini bisnis yang gurih dan lezat. Semakin tinggi konsumsi BBM Indonesia semakin besar impor Petral. Petral beli minyak dari produsen atau broker dunia, dijual ke Pertamina lalu pemerintah yang membayar senilai asumsi APBN. Uang yang dipakai adalah uang rakyat. Asumsi APBN 2013 adalah USD100 per barrel, dan diubah dalam APBNP 2013 menjadi USD108. Harga minyak dunia hari-hari ini ada di kisaran USD98,65 per barel. Bahkan untuk Agustus turun menjadi USD 97,95. Ini jika mengacu harga acuan dunia. Dalam kenyataannya, dunia jual beli minyak punya banyak standar harga.
Sumber minyak dunia masih banyak. Antara lain negara-negara Timur Tengah, Venezuela dan Rusia. Produksi mereka rata-rata harganya di bawah bursa minyak dunia resmi. Sebuah info menyebut soal penggelembungan (mark up) gila-gilaan yang dilakukan Petral dan Pertamina. Saat itu harga Russian Oil cuma USD425 per metrik ton atau sekitar kurang dari Rp 4.300 per liter. Melalui Petral angka tersebut di-mark up USD300 sehingga menjadi USD725. Lalu oleh Pertamina ‘disempurnakan’ mark up-nya menjadi USD950. Angka inilah yang kemudian disebut sebagai harga pasar yang mengharuskan adanya istilah subsidi tersebut. Jika hal itu benar, bayangkan, berapa besar margin keuntungan dari pembelian jutaan metrik ton minyak itu? Siapa yang menikmati?
Ini satu masalah besar. Petral telah eksis sejak Orde Baru. Selalu tak terpisahkan dengan kekuasaan. Memainkan peran penting dalam jual beli minyak RI. Menikmati selisih (margin) dari tiap transaksi selama lebih dari tiga dasawarsa. Padahal, secara usaha, Petral hanya broker. Mengapa Pertamina harus membeli minyak dari Petral? Kenapa Pertamina tidak langsung membeli ke sumber, yang pasti harganya lebih murah daripada Petral. Berkantor di Hong Kong dan Singapura artinya lepas dari kewajiban pajak dan badan hukum Indonesia. Wajar jika Pertamina, sebagai induk Petral, dituntut transparan. Sudah menjadi rahasia umum bahwa Petral menikmati komisi besar, yang pada gilirannya mengalir kepada pihak-pihak tertentu yang dekat dengan kekuasaan. Misterius dan tak tersentuh. Begitu lah Petral.
Menteri BUMN Dahlan Iskan pernah menyatakan akan membubarkan Petral. Namun hingga kini masih bercokol. Beberapa kalangan melaporkan dugaan korupsi Petral ke Komisi Pemberantasan Korupsi. Belum terdengar lanjutan kasusnya. Badan Pemeriksa Keuangan harus berani mengaudit proses mark up yang diduga terjadi dalam pembelian minyak. Pernah ada penyelidikan internal Pertamina, namun hasilnya tidak sampai ke publik. Pertamina adalah perusahaan publik. Publik memiliki hak untuk mengetahui apa yang terjadi dengan penggunaan anggaran rakyat. Dalam hal ini anggaran subsidi BBM.
Di tahun politik ini adalah wajar bila publik khawatir BUMN-BUMN yang strategis menjadi sapi perahan dari para pemain politik. Terlebih lagi kekhawatiran publik terhadap Pertamina yang merupakan BUMN pengelola aset strategis bangsa ini. Sinyalemen pemerintah SBY bahwa subsidi BBM dinikmati orang kaya memang benar. Lebih spesifik lagi: dinikmati broker dan mafia minyak Indonesia. Namun apa yang telah pemerintah lakukan untuk menindak mafia minyak, penyelundupan, pencurian minyak kita? Hanya kasus-kasus kecil yang diproses.
http://persatuanindonesia.or.id/arti...at-subsidi-bbm
Joko Widodo : 70 Persen Penikmat BBM Bersubsidi Adalah Mobil
Senin, 25 Agustus 2014 08:42 WIB
SURYA Online, JAKARTA - Penyaluran subsidi negara untuk sektor migas tinggi, namun tak sepenuhnya masyarakat menikmati manfaat subsidi tersebut.
"Jadi kita harus tahu, subsidi BBM (bahan bakar minyak) itu dinikmati 70 persen yang memakai mobil," kata Jokowi, Minggu (24/8/2014) di Jakarta.
Menurut Jokowi, subsidi yang ada saat ini tidak boleh hanya dinikmati kalangan tertentu.
Subsidi tersebut, harus dapat dimanfaatkan untuk kepentingan peningkatan usaha dan produksi masyarakat.
"Sehingga perlu dialihkan kepada sektor-sektor produktif, usaha produktif misalnya, pupuk untuk petani, pestisida untuk petani, solar untuk nelayan, mesin untuk nelayan, kapal untuk nelayan," katanya.
Selain mengurangi subsidi BBM, Jokowi berencana ingin meningkatkan penggunaan energi alternatif untuk produksi.
Menurut dia, penggunaan energi alternatif dapat mengurangi anggaran yang dikeluarkan pemerintah untuk subsidi.
"Ya misalnya, pengalihan sumber energi listrik mesin-mesin dari BBM ke gas, ke batubara. Iritnya bisa jd banyak, kemudian menyegerakan (pembangunan) infrastruktur pipa untuk gas, karena itu industri sangat murah, daya saing negara dan daya saing produk-produk yang kita punya bisa berkompetisi di jajaran dunia," ujarnya.
http://surabaya.tribunnews.com/2014/...i-adalah-mobil
------------------------------
Kalau sudah jelas bahwa penikmat subsidi BBM itu adalah Petral, Mafia BBM, Pembisnis mobil dari Jepang, AS dan Korea yang bikin pabrik di Indonesia dan yang memperoleh keuntungan besar akibat omzet mobil murah buatan mereka menjadi laku keras karena BBM yang murah-meriah (termasuk export mobil-mobil buatan pabrik mereka di Indonesia ke berbagai negaraakibat pabriknya disini menikmati pajak dan energi murah serta buruh murah), serta orang kaya para pemilik mobil, sebenarnya solusinya menjadi sangat mudah sekali ... cukup dengan kebjakan fiskal saja, yaitu naikkan pajak penjualan mobil dan pajak mobil tahunan yang ditambahi pajak BBM sesuai ukuran mobilnya.
Masalahnya adalah, apakah Pemerintah (terutama elitnya), akan berani mengambil kebijakan drastis. Misalnya saja menaikkan pajak penjualan mobil, menambah pajak mobil tahunan dengan tambahan pajak atas BBM yang dibelinya, dan kebijakan mobil murah di hapus saja agar konsumsi mobil tak bertambah. Saya tak yakin Jokowi dan JK akan mampu melawan tekakan kelompok-kelompok "pressure" dari pemilik pabrik mobil asing di Indonesia itu, atau para mafia atau kelompok "vested interest" lainnya yang akan sangat dirugikn bila BBM dibuat mahal seharga Pertamax

Sabtu, 11/10/2014 09:48 WIB
Nusa Dua -Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) disebut menjadi salah satu penyebab ketimpangan kesejahteraan masyarakat di Indonesia. Orang kaya bisa makin cepat kaya. Sedangkan orang berpenghasilan menengah dan miskin tertahan menjadi kaya.
Demikian diungkapkan Wakil Menteri Keuangan Bambang Brodjoengoro, usai menghadiri seminar bertajuk Growth Strategy for a Rising Indonesia di HOTEL Nikko, Nusa Dua, Bali, Sabtu (11/10/2014).
Bambang memberikan contoh, kehidupan masyarakat kelas atas atau orang kaya dan menengah yang hidup di ibu kota. Untuk orang kaya, dengan mengkonsumsi BBM bersubsidi seperti premium, akan terjaga pendapatannya tetap tinggi.
"Kalau orang kaya yang mampu pasti beli premium itu kan pendapatan riilnya akan naik, karena dia beli murah, padahal uangnya banyak," ujarnya.
Sementara kelas masyarakat lain, harus menerima pendapatan yang cenderung datar atau stagnan. Kondisi ekonominya mungkin tidak akan turun, tapi sulit untuk mengejar pendapatan orang kaya.
"Orang miskin juga membeli BBM subsidi, dengan uang pas-pasan. Ia tetap kondisinya baik-baik saja tapi ketinggalan dibandingkan orang kaya menikmati barang murah tadi," paparnya.
Maka dapat disimpulkan, dari kebijakan subsidi BBM timbul ketimpangan pendapatan pada masyarakat. Bambang menyebutkan ini sebagai pertumbuhan ekonomi yang tidak adil.
"Itu adalah contoh simple, ada kebijakan yang mendorong pelebaran ketimpangan," tegasnya.
http://finance.detik.com/read/2014/1...mpang?f9911013
Jepang, Korea dan AS jadi 'penikmat' subsidi BBM Indonesia
Minggu, 23 Maret 2014 13:56
Merdeka.com - Direktur Utama PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) Ismed Hasan Putro geram dengan langkah pemerintah yang masih saja memberikan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM). Dia menilai, subsidi tersebut bukan menyejahterakan masyarakat, justru dinikmati oleh industri mobil asal Jepang dan Korea dan Amerika Serikat.
"BBM disubsidi sekitar Rp 300 triliun siapa yang menikmati, apakah orang di Papua menikmati? Yang menikmati itu adalah orang di Jakarta, yang menikmati itu adalah Jepang, Korea, Amerika Serikat (AS) karena kendaraan mereka laku," ujar Ismed di Jakarta, Minggu (23/3).
Menurut Ismed, kondisi ini berdampak pada pendapatan per kapita masyarakat Indonesia yang masih berada di USD 3.500. Hal ini tidak sebanding dengan harga komoditas yang melonjak drastis. Alhasil, banyak masyarakat yang tidak mampu mengakses komoditas yang ada meski pendapatan terbilang tinggi.
"Ini kita harus kritisi, kita minta parpol bisa membuat Indonesia memiliki pendapatan per kapita menjadi USD 5.000, karena saat ini masih USD 3.500," ungkap dia.
Ismed berharap di tahun politik ini muncul pemimpin yang berani mengambil langkah nyata untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Terlebih, menurut dia, pemimpin tersebut juga berani melakukan langkah tegas dengan memberangus jaringan mafia yang membuat harga komoditi melonjak drastis.
"Kita hanya menyaksikan uang Rp 300 triliun habis untuk impor, ini harus dihentikan," pungkasnya.
http://www.merdeka.com/uang/jepang-k...indonesia.html
Petral Penikmat 300 Triliun Dana APBN?
23/09/2014 12:50
Dana subsidi atau yang biasa dikenal dengan “pajak fiktif” , terus bergulir dan meningkat. Publik ramai mengecam, menghujat dan saling tuding kebijakan kenaikkan harga BBM, pencabutan subsidi BBM. Siapa yang paling menikmati subsidi BBM 300 triliun itu?
Bagaimana menghitung besaran dana subsidi? Rumusnya, semakin tinggi konsumsi BBM Indonesia semakin besar impor Petral. Petral beli minyak dari “broker dunia” pasar Asia-Pasifik di Singapura, lalu dijual ke Pertamina, pemerintah membayarnya senilai asumsi APBN yang disepakati DPR. Jadi, Petral dibiaya uang rakyat melalui APBN.
Katakanlah, asumsi APBN 2013 adalah USD100 per barrel, dan diubah dalam APBNP 2013 menjadi USD108. Harga minyak dunia hari-hari ini berkisar USD98,65 per barel. Bahkan untuk Agustus turun menjadi USD 97,95. Jika, harganya, benar-benar mengacu ke pasar dunia. Prakteknya, standar jual beli harga minyak satu sama lainya, berbeda?
Pertamina dan Petral, diduga telah melakukan penggelembungan (mark up). Saat itu harga Russian Oil cuma USD425 per metrik ton atau sekitar kurang dari Rp 4.300 per liter. Melalui Petral angka tersebut di-mark up USD300 sehingga menjadi USD725. Lalu oleh Pertamina ‘disempurnakan’ mark up-nya menjadi USD950, ini membutuhkan audit total dari KPK, bukan BPK atau BPKP. Sehingga kabar berbau tidingan ini bisa clear saat pemerintahan baru mulai bergerak.
Kerugian yang terus menerus menimpa pertamina, yang diduga bersumber pada perilaku usaha Petral membuat Meneg BUMN Dahlan Iskan sempat bertekad membubarkan Petral. Namun, usaha ini gagal. Meneg BUMN, hanya bisa mempejelaskan akuntasi Petral, memisahkan pembukuan Petral dengan Pertamina, sehingga mudah dikontrol.
Kini, harapan pembangun kilang minyak baru terletak pada presiden dan wapres terpilih Jokowi-JK. JK pernah menyampaikan akan membangun kilang minyak baru di awal masa pemerintahannya, supaya Indonesia tidka tergantung pad impor.
Tetapi, faktanya, karena keuntungan bisnis Petral besar, sehingga upaya membangun kilang baru dipersulit. Penikmat dana impor migas, berupaya Indonesia tidak memiliki kilang minyak baru, sehingga kegiatan ekspor-impor terus meningkat, sesuai kebutuhan konsumen dalam, negeri, tapi apakah APBN ini, akan kuat menanggung biaya subsidi untuk impor minyak?
Menperin MS Hidayat hanya bisa kecewa dengan penundaan pembanguna kilang baru. Dua investor yaitu Kuwait Petroleum Company dan Saudy Aramco Asia Company Ltd , yang diberitakan telah menyatakan kesediaannya, akhirnhya membatalkan investasi di migas, karena berbagai alasannya.
Politisi Golkar ini, sepakat, pembangunan kilang minyak sebenarnya harus menjadi prioritas pemerintah untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri.
Presiden Terpilih Joko Widodo (Jokowi) akan membangun dua kilang minyak baru dengan kapasitas masing-masing mencapai 500.000 barel per hari. Tujuannya untuk menekan impor BBM selama ini yang cukup besar.
Dua kilang minyak baru akan dibangun di daerah Bontang, Kalimantan Timur dan satu lagi di Indonesia bagian Timur. Menurutnya 2 kilang minyak baru ini adalah rencana yang sudah ada sejak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), sayangnya hingga kini belum juga terealisasi
Minimal dua kilang minyak baru kapasitas 300.000 hingga 500.000 barel/hari. Rencananya, dua kilang minyak baru akan dibangun di daerah Bontang, Kalimantan Timur dan satu lagi di Indonesia bagian Timur.
Menurut politisi PDI-P Efendy Simbolonm, 2 kilang minyak baru ini adalah rencana yang sudah ada sejak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), sayangnya hingga kini belum juga terealisasi. Hasil kajian IP Center, saat launcing lembaga ini, juga menyebutkan, sangat mudah membangun kilang minyak baru, karena bisnis minyak di Indonesia konsumen melimpah, dan tidak ada ruginya. “Banyak investor yang menyatakan kesiapan pada IP center, ” tegas Iwan Piliang.
Sekarang, rakyat menunggu keberanian Presiden ddan wapres terpilih Jokowi-JK membangun kilang minyak di tahun pertama pemerintahannya. Apakah pro Petral, atau pro infrastruktur?
http://www.tempokini.com/2014/09/pet...iun-dana-apbn/
Siapa Penikmat Subsidi BBM?
Subsidi BBM selama ini katanya dinikmati orang kaya. Itu bunyi satu spanduk ‘kampanye’ pemerintah yang dipasang di pinggir jalan. Masih banyak lagi spanduk yang mengkampanyekan alasan pemerintah menaikan harga BBM subsidi. Sementara spanduk yang menolak kenaikan harga BBM pelan dan pasti dicopoti satu per satu. Ini upaya pemerintah membentuk mind set publik agar bisa menerima kenaikan harga BBM. Apakah benar demikian adanya?
Sejak akhir 2012 pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono memberi sinyal harga BBM harus naik. Hal itu tidak bisa dihindari. Alasannya: mencegah defisit anggaran. Subsidi BBM memang memakan porsi besar dalam APBN kita. Tahun ini subsidi BBM naik jadi Rp308 triliun di APBN kita. Plus subsidi energi menjadi Rp356 Triliun. Jumlah yang luar biasa besar. Pertanyaannya: untuk siapa subsidi BBM yang besar itu? Benarkah dinikmati rakyat? Apa itu bukan menjadi bancakan kepentingan kelompok-kelompok tertentu?
Subsidi BBM terjadi karena biaya produksi BBM lebih besar daripada harga jual BBM. Akibatnya ada kerugian yang ditutupi pemerintah dan Pertamina. Pertamina diberi tugas untuk menyediakan BBM RI. Namun produksi BBM RI kecil. Pertamina banyak untung namun tidak ada uang. Untuk meningkatkan produksi harus ekploitasi. Biayanya tak sedikit. Potensi minyak kita masih bisa dipacu hanya jika dilakukan eksploitasi. Sayang keuntungan Pertamina yang besar itu (2012 sekitar Rp25,89 triliun) sama sekali tidak digunakan untuk ekspoitasi, melainkan malah dipakai pemerintah sebagai utangan public service obligation (PSO). Tanpa ekspolitasi produksi minyak kita tidak akan naik. Produksi minyak RI tiap tahun makin menurun. Produksi minyak RI tertinggi 1.3 juta barel terjadi belasan tahun yang lalu. Sekarang angka resmi hanya 860 ribu barel per hari. Target APBNP 2013 adalah 1,24 juta barel. Angka yang amat optimistik di tengah berbagai masalah yang menimpa dunia migas nasional. Disisi lain, konsumsi BBM semakin meningkat. Sekarang mencapai 1.4 juta barel per hari. Untuk rumah tangga, transportasi, listrik, pabrik dan lain-lain.
Kilang minyak yang ada tak bisa mengolah minyak mentah menjadi minyak produk. Sebagian besar kilang minyak Indonesia hanya untuk mengolah minyak impor jenis light sweet oil. Tidak untuk minyak mentah Indonesia yang heavy oil. Akibatnya Pertamina harus impor minyak. Tugas ini dilimpahkan kepada anak perusahaan Pertamina yang bernama PT Pertamina Energy Trading (Petral). Berkantor di Hongkong dan Singapura. Meski hanya anak perusahaan BUMN, Petral ini luar biasa besar. Mengimpor minyak ratusan triliun per tahun. Tahun 2012 sekitar Rp300 triliun. BBM yang diimpor Petral ada 2 jenis: minyak produk (gasoline dan diesel) dan minyak mentah (crude oil). Tahun 2011 saja Petral impor 200 juta barrel minyak produk dan 66.42 juta barel minyak mentah. Ini bisnis yang gurih dan lezat. Semakin tinggi konsumsi BBM Indonesia semakin besar impor Petral. Petral beli minyak dari produsen atau broker dunia, dijual ke Pertamina lalu pemerintah yang membayar senilai asumsi APBN. Uang yang dipakai adalah uang rakyat. Asumsi APBN 2013 adalah USD100 per barrel, dan diubah dalam APBNP 2013 menjadi USD108. Harga minyak dunia hari-hari ini ada di kisaran USD98,65 per barel. Bahkan untuk Agustus turun menjadi USD 97,95. Ini jika mengacu harga acuan dunia. Dalam kenyataannya, dunia jual beli minyak punya banyak standar harga.
Sumber minyak dunia masih banyak. Antara lain negara-negara Timur Tengah, Venezuela dan Rusia. Produksi mereka rata-rata harganya di bawah bursa minyak dunia resmi. Sebuah info menyebut soal penggelembungan (mark up) gila-gilaan yang dilakukan Petral dan Pertamina. Saat itu harga Russian Oil cuma USD425 per metrik ton atau sekitar kurang dari Rp 4.300 per liter. Melalui Petral angka tersebut di-mark up USD300 sehingga menjadi USD725. Lalu oleh Pertamina ‘disempurnakan’ mark up-nya menjadi USD950. Angka inilah yang kemudian disebut sebagai harga pasar yang mengharuskan adanya istilah subsidi tersebut. Jika hal itu benar, bayangkan, berapa besar margin keuntungan dari pembelian jutaan metrik ton minyak itu? Siapa yang menikmati?
Ini satu masalah besar. Petral telah eksis sejak Orde Baru. Selalu tak terpisahkan dengan kekuasaan. Memainkan peran penting dalam jual beli minyak RI. Menikmati selisih (margin) dari tiap transaksi selama lebih dari tiga dasawarsa. Padahal, secara usaha, Petral hanya broker. Mengapa Pertamina harus membeli minyak dari Petral? Kenapa Pertamina tidak langsung membeli ke sumber, yang pasti harganya lebih murah daripada Petral. Berkantor di Hong Kong dan Singapura artinya lepas dari kewajiban pajak dan badan hukum Indonesia. Wajar jika Pertamina, sebagai induk Petral, dituntut transparan. Sudah menjadi rahasia umum bahwa Petral menikmati komisi besar, yang pada gilirannya mengalir kepada pihak-pihak tertentu yang dekat dengan kekuasaan. Misterius dan tak tersentuh. Begitu lah Petral.
Menteri BUMN Dahlan Iskan pernah menyatakan akan membubarkan Petral. Namun hingga kini masih bercokol. Beberapa kalangan melaporkan dugaan korupsi Petral ke Komisi Pemberantasan Korupsi. Belum terdengar lanjutan kasusnya. Badan Pemeriksa Keuangan harus berani mengaudit proses mark up yang diduga terjadi dalam pembelian minyak. Pernah ada penyelidikan internal Pertamina, namun hasilnya tidak sampai ke publik. Pertamina adalah perusahaan publik. Publik memiliki hak untuk mengetahui apa yang terjadi dengan penggunaan anggaran rakyat. Dalam hal ini anggaran subsidi BBM.
Di tahun politik ini adalah wajar bila publik khawatir BUMN-BUMN yang strategis menjadi sapi perahan dari para pemain politik. Terlebih lagi kekhawatiran publik terhadap Pertamina yang merupakan BUMN pengelola aset strategis bangsa ini. Sinyalemen pemerintah SBY bahwa subsidi BBM dinikmati orang kaya memang benar. Lebih spesifik lagi: dinikmati broker dan mafia minyak Indonesia. Namun apa yang telah pemerintah lakukan untuk menindak mafia minyak, penyelundupan, pencurian minyak kita? Hanya kasus-kasus kecil yang diproses.
http://persatuanindonesia.or.id/arti...at-subsidi-bbm
Joko Widodo : 70 Persen Penikmat BBM Bersubsidi Adalah Mobil
Senin, 25 Agustus 2014 08:42 WIB
SURYA Online, JAKARTA - Penyaluran subsidi negara untuk sektor migas tinggi, namun tak sepenuhnya masyarakat menikmati manfaat subsidi tersebut.
"Jadi kita harus tahu, subsidi BBM (bahan bakar minyak) itu dinikmati 70 persen yang memakai mobil," kata Jokowi, Minggu (24/8/2014) di Jakarta.
Menurut Jokowi, subsidi yang ada saat ini tidak boleh hanya dinikmati kalangan tertentu.
Subsidi tersebut, harus dapat dimanfaatkan untuk kepentingan peningkatan usaha dan produksi masyarakat.
"Sehingga perlu dialihkan kepada sektor-sektor produktif, usaha produktif misalnya, pupuk untuk petani, pestisida untuk petani, solar untuk nelayan, mesin untuk nelayan, kapal untuk nelayan," katanya.
Selain mengurangi subsidi BBM, Jokowi berencana ingin meningkatkan penggunaan energi alternatif untuk produksi.
Menurut dia, penggunaan energi alternatif dapat mengurangi anggaran yang dikeluarkan pemerintah untuk subsidi.
"Ya misalnya, pengalihan sumber energi listrik mesin-mesin dari BBM ke gas, ke batubara. Iritnya bisa jd banyak, kemudian menyegerakan (pembangunan) infrastruktur pipa untuk gas, karena itu industri sangat murah, daya saing negara dan daya saing produk-produk yang kita punya bisa berkompetisi di jajaran dunia," ujarnya.
http://surabaya.tribunnews.com/2014/...i-adalah-mobil
------------------------------
Kalau sudah jelas bahwa penikmat subsidi BBM itu adalah Petral, Mafia BBM, Pembisnis mobil dari Jepang, AS dan Korea yang bikin pabrik di Indonesia dan yang memperoleh keuntungan besar akibat omzet mobil murah buatan mereka menjadi laku keras karena BBM yang murah-meriah (termasuk export mobil-mobil buatan pabrik mereka di Indonesia ke berbagai negaraakibat pabriknya disini menikmati pajak dan energi murah serta buruh murah), serta orang kaya para pemilik mobil, sebenarnya solusinya menjadi sangat mudah sekali ... cukup dengan kebjakan fiskal saja, yaitu naikkan pajak penjualan mobil dan pajak mobil tahunan yang ditambahi pajak BBM sesuai ukuran mobilnya.
Masalahnya adalah, apakah Pemerintah (terutama elitnya), akan berani mengambil kebijakan drastis. Misalnya saja menaikkan pajak penjualan mobil, menambah pajak mobil tahunan dengan tambahan pajak atas BBM yang dibelinya, dan kebijakan mobil murah di hapus saja agar konsumsi mobil tak bertambah. Saya tak yakin Jokowi dan JK akan mampu melawan tekakan kelompok-kelompok "pressure" dari pemilik pabrik mobil asing di Indonesia itu, atau para mafia atau kelompok "vested interest" lainnya yang akan sangat dirugikn bila BBM dibuat mahal seharga Pertamax

Diubah oleh citox. 11-10-2014 03:44
0
4.9K
46


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan