- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Artidjo Alkostar: Kita Sering Terlalu Andalkan Figur Pemimpin...


TS
sijagoan
Artidjo Alkostar: Kita Sering Terlalu Andalkan Figur Pemimpin...

AKARTA, KOMPAS.com - Ketua Kamar Pidana Mahkamah Agung, Artidjo Alkostar, belakangan dikenal luas dengan vonis berat kasasi dalam beragam kasus. Dia berpendapat pula bahwa perbaikan akses hukum bagi masyarakat merupakan bagian dari pembenahan sistem.
Kompas.com mendapat kesempatan melakukan wawancara khusus dengan Artidjo, Kamis (18/9/2014), selama hampir dua jam. Ini tulisan kedua dari serial hasil wawancara tersebut.
Ditemui di ruang kerjanya, Artidjo menyoroti soal kecenderungan bangsa Indonesia menggantungkan perubahan sistem pada figur pemimpin. Menurut dia, seluruh komponen bangsa juga harus bergerak bersama-sama. Tanpa pembenahan sistem dan korupsi dibiarkan merajalela, Indonesia tak akan pernah maju.
Sistem pemerintahan harus berubah. Tapi itu juga tergantung partai pemenang pemilu kan Pak?
Ya harus berubah. (Namun), saya kira juga harus lebih banyak diberdayakan NGO, pers, ormas. Penting itu sebetulnya. Kadang-kadang kita ini (hanya) fokus pada figur pimpinan.
Amerika itu sehat masyarakatnya karena ada ribuan lembaga swadaya masyarakat. Civil society diberdayakan, bergerak. Di kita, saya kira masih kurang. Civil society (di sana) berteriak terus, meneriaki pejabat yang korup.
"Penyakit" kan banyak, mulai dari pembuatan Undang-Undang-nya. Pembuatan UU kalau tidak berspirit kerakyatan, tak punya napas kerakyatan, akan rugikan rakyat juga. (Kalau begitu) rakyat tak akan pernah sampai ke dataran idaman negara kita ini yang menuju masyarakat kita adil makmur.
Tujuan di masa depan kan itu. Kalau di tengah jalan ada kabut-kabut-kabut, kabut kejahatan korupsi yang bersifat vertikal dari atas sampai bawah, tentu akan menghambat perjalanan bangsa kita, tentu akan menggerogoti, merendahkan juga , mengurangi juga peradaban bangsa.
Tak ada peradaban yang maju atau bagus kalau bangsa atau pemerintah korup, tak ada. Mesti bersih.
Civil society masih kurang berdaya padahal demokrasi kita sudah sejauh ini. Kenapa menurut Bapak?
Itu betul. Saya kan dulu sering akrab dengan Amnesty Internasional. Ada yang datang ke Yogyakarta, (saya tanya) kamu kok sorot HAM Indonesia saja (tapi) di Amerika tak publikasikan itu?
(Dia jawab) tak benar, kami juga kritik keras (persoalan di Amerika) tapi kalah keras dengan LSM di amerika, (yang) kalau (pemerintah) ada salah sedikit langsung digebuki, jadi sorotan. Bendera tentang pelanggaran oleh aparat kekuasaan itu terus dikibarkan.
Indonesia harus kibarkan terus juga. Kita punya ICW, tapi kurang. Bayangkan di daerah itu banyak yang tak punya akses. Cara kontrol untuk beri advokasi masyarakat.
Ada perda, misalnya, yang izinkan pemilik modal di situ tapi lalu rugikan penduduk setempat. Bagaimana aksinya? Masyarakat sering tak tahu, mengadu ke siapa, ke KPK-kah, apa sudah waktunya ke KPK? Justru saya temui (banyak LSM) terlibat pembuatan proposal, ikut korup, pidana, banyak.
Pekerjaan rumah untuk tumbuhkan LSM yang bekerja dengan benar dan membangun civil society yang kuat?
Betul. Sehingga timbul kesadaran kolektif kita untuk maju bersama sebagai bangsa, untuk merawat demokrasi. Demokrasi kita sudah bagus tetapi masih harus dirawat dan dikawal, supaya tidak muncul oligarki politik maupun (oligarki) ekonomi yang bahayakan negara kita.
(ANN)
http://indonesiasatu.kompas.com/read...igur.pemimpin.
kita masih membutuhkan artijo-artijo sebanyak2nya demi kebangkitan indonesia.
0
1.9K
19


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan